Analisis Wacana
Menurut Eriyanto (Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media), Analisis Wacana dalam studi linguistik merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal (yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut). Analisis wacana adalah kebalikan dari linguistik formal, karena memusatkan perhatian pada level di atas kalimat, seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud di sini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subyek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana.
Ada tiga pandangan mengenai analisis wacana. Pandangan pertama diwakili kaum positivisme-empiris. Menurut mereka, analisis wacana menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana diukur dengan pertimbangan kebenaran atau ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara gramatikal). Disebut Analisis Isi (kuantitatif)
Pandangan kedua disebut konstruktivisme. Pandangan ini menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subyek yang mengemukakan suatu pertanyaan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara. Disebut Analisis Framing (discourse analysis).
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan. Karena memakai perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis (critical discourse analysis). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori pertama dan kedua (discourse analysis).
Dalam penelitian ini akan membatasi dalam hal analisis wacana kritis. Khususnya pada analisis wacana model Teun A. van Dijk. Untuk mengkaji maksud-maksud yang ada dalam bahasa yang digunakan para kandidat Pilgub di Surabaya 2008 pada saat berkampanye. Baik yang ada pada internet, spanduk, panflet, seteriker, dan koran.
Analisis wacana model van Dijk sering disebut ”kognisi sosial” nama pendekatan semacam ini tidak dapat dilepaskan dari karakteristik analisis wacana model van Dijk. Menurut van Dikj penelitian wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari praktik produksi yang harus diamati. Disini patut dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi. Sehingga kita dapat memperoleh suatu pengetahuan tentang kenapa suatau teks bisa semacam itu. Kalau ada teks yang memarjinalkan wanita, maka dibutuhkan suatu penelitian yang melihat bagaimana produksi teks itu bekerja, kenapa teks tersabut memarjinalkan wanita. Proses pendekatan dan produksi ini melibatkan suatu yang disebut kognisi sosial.
Berbagai masalah kompleks dan rumit itulah yang dicoba digambarakan oleh van Dijk. Oleh karenanya van Dijk tidak mengeksklusi modelnya hanya semata menganalisis teks. Tapi ia juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan berpengaruh pada teks. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempuyai tiga dimensi, diantaranya : teks, kognisi sosial, dan kontek sosial (analisis sosial). Dalam dimensi teks yang dianalisis bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari bagaimana proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari komunikator. Sedangkan, aspek analisis sosial mempelajari bagunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Namun dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada dimensi teks dan analisis sosial.
1. Teks
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa bagian struktur yang masing-masing saling mendukung. Ia dalam hal ini membaginya dalam tiga tingkat. Pertama, struktur makro, ini merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu teks. Kedua, superstruktural yaitu merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks. Bagaimana bagian-bagian teks tersusun kedalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang diamati dari bagian terkecil dari suatu teks semisal, kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar. Berikut dapat diuraikan satu persatu elemen wacana model van Dijk :
Struktur wacana | Hal yang diamati | Elemen |
Struktur makro | Tematik Tema/ topik yang dikedepankan dalam berita | Topik |
Superstruktur | Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh | skema |
Struktur mikro | Semantik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan memberi detil pada satu sisi atau membuat eksplisi satu sisi dan mengurangi detil sisi lain. | Latar, detil, maksud, pranggapan, nominalisasi |
Struktur mikro | Sintaksis Bagaimana kalimat (bentuk, susunan) yang dipilih. | Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti |
Struktur mikro | Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita. | Leksikon |
Struktur mikro | Retoris Bagaimana cara penekanan dilakukan. | Grafis, metafora, ekspresi |
Namun dalam penelitian ini kami akan memfokuskan pada elemen-elemen teks yang sesuai dan sejalan dengan kriteria penelitian yaitu manipulasi bahasa pada kampanye Pilgub di Surabaya 2008, diantaranya sebagai berikut :
a. Tematik
Elemen tematik menujuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan komunikator dalam pemberitaanya. Topik juga menujukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu berita. Oleh karena itu sering juga disebut tema dan topik. Menurut van Dijk teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan pandangan atau topik tertentu, tetapi sebuah pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebutnya sebagai koherensi global (global coherence), yakni bagian-bagian dalam teks kalau dirunut menujuk pada suatu titik gagasan umum dan bagian-bagian itu saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik umum tersebut. Topik menggambarkan tema umum dari teks berita, topik juga didukung oleh subtopik satu dengan subtopik yang lain yang saling mendukung untuk terbentuknya topik umum. Subtopik juga didukung oleh serangkaian fakta yang menujuk dan menggambarkan subtopik. Sehingga dengan subbagian yang saling mendukung antara satu bagian dengan bagian lain, teks secara keseluruan membentuk teks yang koheren dan utuh.
b. Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menujukan posisi seseorang dalam wacana. Dalam menggungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti ”saya” atau ”kami” yang menggambarkan bahwa sifat tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata. Akan tetapi ketika memakai kata ganti ”kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator dengan khalayak segaja dihilangkan untuk menujukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap komunitas secara keseluruan.
Pemakaian kata ganti jamak seperti ”kita” atau ”kami” mempunyai implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta mengurangi kritik dan op0osisi (hanya) kepada diri sendiri. Misalnya pada kalimat ”kami masyarakat Indonesia” dan ”kita bangsa yang besar”. Berbagai kata ganti juga digunakan secara strategis sesuai dengan kondisi yang ada. Prinsipnya adalah merangkul dukungan dan menghilangkan oposisi yang ada.
c. Leksikon
Pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pilihan kata atas berbagai kemungkinan yang tersedia. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk pada fakta. Kata ”meninggal” mempuyai kata lain : mati, tewas, gugur, meninggal, terbunuh, menghembuskan nafas terakhir. Diantara kata ini dapat dipilih di antara satu. Dengan demikian pilihan kata yang dipakai tidak semata karena kebetulan, tetapi secara ideologis menujukan bagaimana pemaknaan komunikator terhadap fakta atau realitas. Oleh karenanya fakta yang sama dapat digambarkan dengan pemilihan kata yang berbeda. Semisal, peristiwa terbunuhnya mahasiswa Trisakti dapat disajikan dengan kata-kata ”pembunuhan”, ”kecelakaan”, atau bahkan ”pembantaian”.
d. Grafis
Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (dianggap penting) oleh komunikator, dimana dapat diamati dari teks. Dalam wacana berita grafis biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dari tulisan yang lain. Pemakaian huruf tebal, miring, garis bawah, dan huruf yang dibuat dengan ukuran lebih besar. Termaksud juga pemakaian caption, raster, grafik, gambar, foto, atau table untuk mendukung arti penting suatu pesan. Bagian yang dicetak berbeda adalah bagian yang dipandang penting oleh komunikator, dimana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut. Serta upaya ini untuk memegaruhi dan mensugesti khalayak pada bagian mana yang harus diperhatikan dan bagian mana yang tidak.
e. Metafora
Dalam suatu wacana komunikator tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks. Tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksud sebagai ornamen (bumbu) dari suatu wacana. Akan tetapi pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi petunjuk utama untuk memahami makna suatu teks. Metafora dipakai komunikator secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan pemikiran atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Komunikator juga menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, pribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci, yang semuanya digunakan untuk memperkuat pesan utama teks berita atau pada bahasa kampanye.
2. Analisis sosial
Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat. Sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstualitas dengan meneliti bagaimana wacana pemberitaan tentang suatu hal diproduksi dan direkontruksi dalam masyarakat. Misal, ketika akan meneliti bagaimana wacana pemberitaan media atas isu komunisme. Dalam kerangka model van Dijk, kita perlu melakukan penelitian bagaimana wacana komunisme diproduksi dalam masyarakat. Penelitian dilakukan dengan menganalisis bagaimana negara melakukan produksi dan reproduksi atas wacana komunisme. Lewat buku-buku sekolah, pidato politik, dan sebagainya. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menujukan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasan sosial diproduksi lewat pratik dikursus dan legitimasi. Maka dalam penelitian manipulasi bahasa kampanye Pilgub di Surabaya 2008 akan diamati bagaimana pemahaman masyarakat tentang penggunaan bahasa yang digunakan dalam kampanye Pilgub di Surabaya. Menurut van Dijk dalam analisis sosial ada dua poin diantaranya : kekuasaan (power) dan akses (acces).
a. Pratik kekuasaan
Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki suatu kelompok (atau anggotanya) untuk mengontrol kelompok lain. Kekuasaan ini biasanya didasarkan pada kepemilikan atas sumber yang bernilai, seperti uang, status, dan pengetahuan. Selain berupa kontrol yang bersifat langsung dan fisik kekuasaan itu juga berbentuk persuasif : tidakan seseorang secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan. Yang nantinya dapat berpengaruh pada pemahaman pada sebuah wacana tertentu.
b. Akses mempengaruhi wacana
Analisis wacana model van Dijk memberi perhatian besar pada akses. Bagaimana akses diantara kelompok masyarakat elit mempunyai akses lebih besar dibandingkan kelompok masyarakat yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempunyai akses pada media dan kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak.
Akses yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengkontrol kesadaran khalayak lebih besar. Tapi juga membentuk topik dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan pada khalayak. Namun khalayak yang tidak memiliki akses tidak hanya menjadi konsumen dari dikursus yang telah ditentukan. Tapi juga berperan besar lewat reproduksi, karena apa yang mereka terima dari kelompok yang lebih tinggi disebarkan lewat pembicaraan dengan keluarnga, teman sebayah, dan sebagainya. Dan akhirnya merujuk pada sebuah manipulasi bahasa untuk mendapat massa dan dukungan.