Minggu, 09 Januari 2011

Hasil Penelitian Analisis Wacana Krisis (Sebuh Skripsi)

                                                         BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN DATA
BAHASA KAMPANYE PILGUB DI SURABAYA 2008



Pada bab ini akan disajikan hasil dari analisis data-data di lapangan. Analisis dilakukan terhadap topik-topik yang telah diklasifikasikan. Kemudian melakukan penafsiran sesuai dengan elemen-elemen  analisis wacana Teun. A. van. Dijk. Terutama pada elemen yang koheren pada penelitian ini, yaitu mengenai manipulasi bahasa kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Diantaranya mengenai dimensi atau bagunan wacana : teks dan analisis sosial.

4.1 Manipulasi Teks Bahasa Kampanye Pilgub di Surabaya 2008.
4.1.1 Tematik
Wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008, tepatnya pada internet, seteriker, spanduk, koran, dan panflet. Dalam segi tematik memiliki koheren global (global coherence) yang sangat kuat. Karena jika dirunut, maka setiap subtopik yang ada di dalam wacana saling mendukung antara satu sama lain. Untuk mengambarkan sebuah topik utama yang koheren. Tentunya juga memiliki tujuan dan maksut tertentu. Dapat dilihat pada wacana kandidat Pilgub, Dr. H. Soekarwo :


APBD UNTUK RAKYAT
Makmur bersama wong cilik
Dr. H. Soekarwo

Pakde karwo

Calon gubernur Jatim 2008-2013

·           Makmur bersama petani
·           Melanjutkan program pendidikan murah dan bermutu
·           Meneruskan bebas biaya kesehatan
·           Mengembangkan modal pemberdayaan usaha wong cilik
·           Makmur bersama wong cilik
·           Menghormati orang yang lebih tua
·           Peduli akan kesehatan anak-anak
Sukseskan pemilihan gubernur Jawa Timur
23 Juli 2008
                                               Kode:(1/S/W3)


Data di atas menjelaskan topik utama ”APBD untuk rakyat” didukung dengan subtopik ” makmur bersama wong cilik”. Untuk menjelaskan maksud jika pakde karwo (Soekarwo) terpilih menjadi Gubernur Jatim 2008, maka APBD dikhususkan untuk masyarakat kecil demi mewujudkan kemakmuran masyarakat. Hal ini juga diperkuat oleh faktor-faktor yang mengambarkan subtopik, seperti : ”makmur bersama petani”, ”meneruskan bebas biaya kesehatan” dll. Dengan tujuan untuk mewujudkan topik utama yang koheren dan dapat dipercaya kebenaranya. Guna menarik masa, perhatian publik, dan dukungan suara masyarakat Jatim.
Jadi dapat disimpulkan dari wacana di atas. Komunikator (tim sukses pakde karwo) memanipulasi bahasa untuk menarik massa dari masyarakat kecil,  dengan mengunakan kalimat ”APBD untuk rakyat” sebagai topik utama. Dan diperkuat subtopik beserta fakta-fakta yang mengambarkan subtopik. Dimana kebenaran fakta tersebut belum dapat dipasti karena masih dalam sebuah wacana.
Elemen tematik juga dapat dilihat pada wacana kampanye kandidat Pilgub, Dr. H. Soenarjo,Msi :


Dr. H. Soenarjo, Msi
Perjuagan Untuk Rakyat Jawa Timur
·      Pendidikan dan kesehatan murah yang berkualitas
·      Lapangan perkerjaan yang luas
·      Modal usaha bergulir bagi usaha kecil
Gerakan pembagunan Jawa Timur
                                               Kode:(2/P/W4)
                                                           

Wacana ini menjelaskan bahwa topik utama yang disampaikan ”perjuagan untuk Rakyat Jawa Timur” dan didukung subtopik ”gerakan pembagunan Jawa Timur”. Untuk menyampaikan pada khalayak jika Soenarjo terpilih sebagai  gubernur maka akan memperjuangkan hak-hak rakyat Jatim misal : pendidikan, lapangan pekerjaan, dan modal usaha. Hal ini juga diperkuat oleh fakta yang mengambarkan subtopik, semisal : ”lapangan pekerjaan yang luas”, ”modal bergulir bagi usaha kecil” dll. Dengan tujuan untuk mewujudkan topik utama yang koheren dan terpercaya.
Dalam hal ini komunikator mengunakan kalimat ”perjuangan untuk rakyat Jawa Timur” sebagai topik utama dan didukung subtopik beserta fakta yang mengambarkan subtopik. Hanya untuk memanipulasi bahasa agar mendapat massa dari masyarakat Jatim khususnya kaum pekerja (buruh) dan pengusaha kecil. Agar memberi dukungan suara pada saat pilgub nanti.

Begitu halnya pada wacana kampanye kandidat Pilgub, H. Haris Sudarno. Elemen tematik juga cukup koheren. Dimana topik utama yang disampaikan adalah ”memimpin untuk melayani” dan didukung subtopik ”jendral santri”. Hanya untuk menyampaikan pada khalayak bahwa Haris adalah seorang yang akan melayani (mengabdi) masyarakat. Ada pun fakta-fakta yang mengambarkan subtopik ”terkenal sebagai jendral santri  dan sering datang ke pesantren”, ”peduli lingkungan, saat jadi pangdam V/Brawijaya menanam sejuta pohon” dll. Digunakan dengan tujuan untuk memwujudkan topik yang koheren dan terpercaya. Guna menarik perhatian publik dan kepercayaan masyarakat Jatim. Dapat dilihat pada wacana :

Jendral Santri
H. Haris Sudarno
Calon gubernur Jawa Timur 2008-2013
Memimpin untuk melayani
·      Menerima ucapan selamat dari Jendral Try Sutresno
·      Terkenal sebgai jendral santri dan sering berkunjung ke pesantren
·      Menjadi imam sholat berjamaa
·      Peduli lingkungan, saat jadi pangdam V/ Brawijaya, menanam sejuta pohon
                                                                           Kode:(3/S/W1)


Penggunaan kalimat ”memimpin untuk melayani” beserta subtopik ”jendral santri” dan fakta-fakta yang mengambarkan subtobik yang kebenaranya masih diragukan. Hanya untuk memanipulasi bahasa untuk menarik massa dari masyarakat khususnya umat muslim. Karena sebagian umat muslim memiliki kecederungan lebih mempercayai dan memilih pemimpin yang berkatagori ulama atau yang didukung oleh para ulama. Kesimpulanya pemakaian elemen tematik pada wacana ini, sama halnya pada wacana kampanye yang lain. Hanya sebuah  upaya memanipulasi bahasa.

Elemen tematik juga digunakan pada wacana kampanye pasangan Cagub dan Cawagu, Dr. H. Soekarwo dan Drs. Saifullah Yusuf. Dimana ditemukan topik dan subtopiknya sangat releven. Serta juga didukung oleh fakta-fakta yang mendukung subtopik. Dalam wacana kampanye ini topik utama yang hendak disampaikan adalah ”program kerja KARSA” sedangkan subtopik yang dijelaskan adalah ”alokasi anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) untuk kepentingan langsung masyarakat diberbagai bidang meliputi pendidikan, kesehatan, penyedian lapangan kerja, rekontruksi lingkungan hidup.dll”. Begitu juga fakta-fakta yang mengambarkan subtopik juga digambarkan, dapat dilihat pada penggunaan foto-foto ”pendidikan di SD”, ”para petani di ladang” dll. Dimana digunakan untuk menyampaikan pada masyarakat, jika Soekarwo dan Saifullah  terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur Jatim. Maka akan melakukan program-program kerja sesuai dengan kehendak rakyat yang diispirasikan melalui komunikasi KARSA. Dapat dilihat pada wacana :

Program kerja KARSA
Program kerja KARSA adalah program kerja tahun 2008-2013 jika karsa diberi amanah rakyat Jatim. Program kerja ini semata-mata kami sampaikan kerena ini adalah hak masyarakat untuk mengetahui apa yang akan menjadi kewajiban kami jika amanat itu diberikan ke kami. Dari berbagai sumber baik masukan langsung melalui surat, sms, ataupun survai lapangan. Kami mendapat mendapat berbagai masalah di Jawa Timur, yang sangat komplek, yang harus diselesaikan dalam masa pemerintahan daerah yang akan datang. Program kerja ini hanya kesimpulan atau resume dari persoalan utama di Jawa Timur. Yang kami sampaikan dalam forum yang terbatas ini, tentu saja untuk detailnya kami akan sampaikan pada kesempatan lain yang lebih memungkinkan.
Program kerja KARSA
1.      alokasi anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) untuk kepentingan langsung masyarakat diberbagai bidang meliputi pendidikan, kesehatan, penyedian lapangan kerja, rekontruksi lingkungan hidup.
2.      Pengamanan demokrasi partisipatoris dengan meningkatakan partisipasi masyarakat dalam berbagai isu pembangunan.
3.      Harmonisasi kehidupan masyarakat yang pluralis baik dari segi agama, budaya, ekonimi, ataupun politik.
4.      Pembenahan layanan publik dengan mengedepankan aparat atau birokrasi yang kapabel, bersih, dan berwibwa.

Pakde Karwo (Dr. H. Soekarwo) dan Gus Ipul ( Drs. Saifullah Yusuf)
Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim Periode 2008-2013.
                                                                           Kode:(49/K/JP)


            Kesimpulanya dari penggunaan kalimat ” Program kerja KARSA” sebagai tobik utama. Kalimat ”alokasi anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) untuk kepentingan langsung masyarakat diberbagai bidang meliputi pendidikan, kesehatan, penyedian lapangan kerja, rekontruksi lingkungan hidup, dll” sebagai subtopik. Serta pemakaian gambar ”pendidikan di SD”, ”para petani di ladang” dll, sebagai fakta-fakta untuk mendukung subtobik. Untuk mengambarkan topik berita yang sangat relevan dan dapat dipercaya kebenaranya. Tentunya dengan tujuan untuk menarik keyakinan dan kepercayaan masyarakat, atas pencalonan Pakde Karwo dan Gus Ipul. Guna menarik masa dan dukungan suara masyarakat Jatim. Jadi sama halnya dengan wacana kampanye yang lain. Pemakaian elemen tematik pada wacana ini hanya untuk memanipulasi bahasa.


4.1.2 Kata Ganti
Pada dasarnya wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Memiliki elemen kata ganti yang imajinatif untuk menciptakan komunitas dan aliansi, dengan memanipulasi bahasa. Pilihan kata yang digunakan juga sertategis dan dapat menarik massa secara terselubung. Satu diantaranya dapat dilihat pada wacana kampanye kandidat Pilgub, H. Bagus Ali Junaidy :

Bersama yang Muda Kita Bisa
Cagub Jatim 2008 -2013
H. Bagus Ali Junaidy
(gus jun)
                                                        Kode:(4/S/J1)

Wacana ini tampak komunikator dengan sengaja mengunakan kata ganti ”kita” untuk menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta untuk menggurangi kritik, dan oposisi kepada diri sendiri. Berbeda jika komunikator mengunakan kata ganti ”kami’’ maka akan memberikan jarak antara komunikator dan khalayak, serta akan memutuskan hubungan dengan masyarakat. Dapat disimpulkan penggunaan kata ganti ”kita” hanya untuk memanipulasi bahasa. Untuk mendapatkan dukungan massa dari masyarakat Jawa Timur secara terselubung. Karena pemakaian kalimat ”Bersama yang Muda Kita Bisa” memiliki implikasi menumbuhkan rasa saling  memiliki.

Pemakaian kata ”kita” juga dapat menguragi kritik, karena dengan pemakaian kata ”kita” pada  kalimat  ”Bersama yang Muda Kita Bisa”. Seakan mengambarkan bahwa keputusan untuk mencalonkan kandidat muda, juga merupakan aspirasi masyarakat. Jadi jika nanti Gus Jun terpilih sebagai Gubernur Jatim, dan tidak berhasil menjalankan tugas-tugasnya. Maka akan mengurangi kritik, karena dengan pemakaian kata ”kita” seakan mengambarkan tugas Gus Ipul juga menjadi tanggung jawab masyarakat Jatim. Jadi dapat disimpulkan upanya ini merupakan praktik manipulasi bahasa. Guna menumbuhkan simpati dan menarik dukungan suara dari masyarakat Jatim.


Elemen kata ganti ”kita” juga digunakan pada wacana kampanye kandidat Pilgub, Dr. H. Soenarjo. Msi :


Dr. H. Soenarjo.Msi
Wakil Gubernur Jawa Timur
Berkerja Demi Rakyat Kita Membangun Jawa Timur

                                                        Kode:(5/S/K4)


Dalam hal ini komunikator mengunakan kata ganti ”kita” pada kalimat ”Berkerja Demi Rakyat Kita Membangun Jawa Timur”. Juga untuk memanipulasi bahasa guna menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta untuk menggurangi kritik, dan oposisi kepada diri sendiri. Karena kata ganti ’’kita’’ digunakan jika pembicara ingin mengikutsertakan orang (khalayak) yang diajak berbicara (Soekono:174). Dengan tujuan jika nanti Soenarjo terpilih sebagai Gubernur Jatim. Jika tidak berhasil mewujudkan programnya untuk membagun Jawa Timur. Dia akan terlepas dari kritik karena kalimat ”Berkerja Demi Rakyat Kita Membangun Jawa Timur” mengandung makna terselubung. Bahwa program yang direncanakan pada masa kampanye bukan semata tugas Soenarjo. Namun secara tidak langsung juga tugas seluruh masyarakat Jawa Timur.
Selain itu juga untuk menumbuhkan solidaritas antara masyarakat dan Soenarjo. Sebab dengan pemakaian kata ”kita” secara tidak langsung memiliki implikasi menumbuhkan rasa kebersaman dan saling memiliki. Dimana seakan-akan apa yang dikatakan komunikator juga menjadi kenyakinan publik. Jadi dapat disimpulkan pemakaian elemen kata ganti pada wacana di atas. Merupakan upaya komunikator untuk memanipulasi bahasa, guna menarik massa, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim.


Komunikator dalam wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008.  Memang cukup kreatif dalam mengunakan kata ganti. Penggunaan elemen kata ganti bentuk jamak ”kita” cukup diminati. Untuk mejaring massa agar memilih kandidat yang dicalonkan dalam wacana kampanye tersebut. Dapat dilihat pada wacana kampanye kandidat Pilgub, Dr. H. Soenarjo, Msi :
           
Kita Bela Wong Cilik
Kita Emong Wong Cilik
H. Soenarjo
                                                                           Kode:(15/S/S)          


Elemen kata ganti ’’kita’’memang secara disengaja digunakan untuk memanipulasi bahasa. Untuk menarik massa, simpati, dan perhatian publik khusunya rakyat kecil (miskin). Terbukti dalam wacana di atas diikuti kalimat ”Bela Wong Cilik ” dan  Emong Wong Cilik ” dimana tujuan diarahkan lebih merujuk pada rakyat kecil. Karena dengan pemakaian kata ganti ”kita” dapat menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik. Dimana seakan mengambarkan apa yang menjadi pikiran komunikator juga menjadi pikiran khalayak, yang memiliki implikasi menumbuhkan rasa kekeluargaan dan saling memiliki diantara khalayak dengan Soenarjo.
Dimana kata ganti ”kita” dipakai untuk mengambarkan pada masyarakat, jika Seonarjo terpilih sebagai Gubernur Jatim, maka akan melindungi dan membahagiakan rakyat. Jadi dapat disimpulkan pemakaian elemen kata ganti pada wacana ini juga merupakan praktik manipulasi.  


Elemen kata ganti kiranya sangat produktif digunakan oleh komunikator wacana kampanye Soenarjo. Dimana dalam wacana kampanye pilgubnya, elemen kata ganti sering kali digunakan. Dapat dilihat pada wacana :


Dr. H. Soenarjo, M. Si
Wakil gubernur/ ketua BNP Jatim
Kami sepakat bahwa narkoba mencelakakan jiwa untuk itu kami wajib memberantasnya
                                                                           Kode:(42/KJP)        

Dari hal ini penggunan elemen kata ”kita” pada wacana di atas, tentunya bukan semata karena kebetulan. Namun secara disegaja digunakan komunikator untuk menarik perhatian publik, aliansi, solidaritas, serta untuk mengurangi kritik. Sebab pemakaian kata ganti ”kita”  pada wacana di atas mempunyai implikasi menumbuhkan rasa saling memiliki dan kekeluargaan antara Soenarjo dengan masyarakat.  Untuk memberantas kasus narkoba, dan jika pun nanti Soenarjo tidak dapat menjalankan program tersebut dia tidak akan menuai kritik. Karena dengan pemakaian kata ”kita” mengambarkan program tersebut juga tanggung jawab masyarakat. Kiranya dapat disimpulkan pemakaian kata ”kita” pada wacana ini, juga merupakan praktik manipulasi bahasa. Untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim.  


Dalam wacana kampanye pasangan Soekarwo dengan Saifullah,  ditemukan komunikator juga mengunakan elemen kata ganti. Tepatnya pada kalimat ”Calon gubernur dan wakil gubernur kita !!!”.  Sebab dengan pemakaian kata ganti ”kita” dapat menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta mengurangi kritik dan oposisi (hanya) diri-sendiri. Karena dengan pemakaian kata ganti ”kita” dapat menumbuhkan solidaritas antara khalayak dengan komunikator, mengenai pemikiran bahwa Soekarwo dan Saifullah merupakan dukungan bersama. Dimana seolah-olah pemikiran komunikator juga merupakan pikiran khalayak. Meskipun ada kemungkinan tidak semua khalayak memiliki pendapat dan sikap seperti yang ditujukkan komunikator. Dapat dilihat pada wacana :

Selamat dan sukses
Calon gubernur dan wakil gubernur kita !!!
Pakde karwo dan Gus ipul
Ketua umum PAN Soetrisno Bachir
                                               Kode:(45/SP/S)



Selain itu pemakaian kata ”kita” juga dapat mengurangi kritik. Sebab jika nanti Soekarwo dan Saifullah gagal dalam menjalankan tugas dan program-program sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim, maka dapat mengurangi kritik. Sebab dengan pemakaian kata ”kita” seakan mengambarkan bahwa pencalonan mereka juga merupakan inspirasi dari masyarakat Jatim. Bukan semata kemauan mereka, jadi masyarakat secara tidak langsung juga mempunyai tanggung jawab jika mereka gagal menjalankan tugas sebagai Gubernur Jatim. Maka dapat dipastikan pemakaian elemen kata ganti pada wacana ini juga merupakan praktik manipulasi bahasa.  Tentunya guna menumbuhkan dukungan suara dan simpati dari masyarakat Jatim khususnya dari pendukung PAN.


Elemen kata ganti juga ditemukan pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono. Tepatnya pada pemakaian kata ”Gubernurku”, sebab merupakan praktik manipulasi bahasa. Guna menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta mengurangi kritik dan oposisi (hanya) kepada diri-sendiri. karena dengan pemakaian kata ”Gubernurku” dapat menumbuhkan aliansi dan solidaritas antara khalayak dengan Sutjipto. Serta dapat mengurangi kritik, jika nanti Sutjipto gagal dalam menjalankan tugas sebagai Gubernur Jatim. Dimana dengan pemakaian kata ”Gubernurku” seakan mengambarkan yang memilih Sutjipto adalah rakyat Jatim, bukan semata kehendak Sutjipto. Dapat dilihat pada wacana :

Ir. H. Sutjipto Soedjono

Calon gubernurku
                                                                           Kode:            (38/S/B)


Pemakaian kata ”Gubernurku” juga merupakan upaya komunikator untuk menghilangkan batasan antara komunikator dengan khalayak. Dengan tujuan menubuhkan komunitas antara komunikator dengan khalayak. Karena dengan pemakaian kata ganti ”kita”, apa yang menjadi sikap komunikator seolah-olah juga menjadi sikap khalayak. Jadi dapat disimpulkan pemakaian elemen kata ganti pada wacana ini, juga merupakan praktik manipulasi bahasa. Tentunya guna menumbuhkan massa, simpati, dan dukungan dari masyarakat Jatim.


Praktik manipulasi bahasa dengan pemakaian elemen kata ganti juga dilakukan komunikator pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono. Dapat dilihat pada pemakaian kata ”warga” pada kalimat ”warga mendukung”, sebab dapat menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta mengurangi kritik, dan oposisi (hanya) kepada diri-sendiri. Karena dengan pemakaian kata ”warga” dapat menumbuhkan solidaritas  dan aliansi antara Sutjipto dengan masyarakat Jatim. Dimana pemakaian kata ”warga” seakan-akan mengambarkan masyarakat sangat mendukung pencalonan Sutjipto sebagai Gubernur Jatim. Dapat dilihat pada wacana :

Calon gubernur sing disenengi rakyat
Ir. H. Sutjipto Soedjono
Warga mendukung

Calon gubernur jatim

2008-2013
                                                        Kode:            (35/S/K3)


Selain itu pemakaian elemen kata ganti pada wacana ini, juga merupakan upaya komunikator untuk menghilangkan oposisi. Sebab dapat mengambarkan bahwa Sutjipto merupakan panutan, tokoh yang diidolakan, dan didukung oleh masyarakat Jatim. Jadi dapat disimpulkan ini juga merupakan praktik manipulasi bahasa untuk menarik massa dan perhatian publik, guna mendapat dukungan dari masyarakat Jatim.



4.1.3 Leksikon
Penggunaan elemen leksikon pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya, juga dilakukan oleh komunikator. Dalam hal ini pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Dimana pemilihan kata yang dipakai tidak semata karena ketepatan. Tetapi secara ideologis menujukkan pemaknaan komunikator terhadap fakta, suatu peristiwa atau objek. Dimana menurut Albertine, setiap tulisan (teks) mengandung intelektual dari penulisnya (Munawar :78). Dapat dilihat pada wacana kampanye kandidat Pilgub, Dr. H. Soekarwo :

Pakde Karwo
Wong Cilik Makmur Barsama Pakde
·      Awal Tonggak Sebuah Perubahan Jawa Timur yang Lebih Baik
·      Pakde Bangkit Bersama Masyarakat Jawa Timur
                                                             Kode:(22/I/PJ)


Pada wacana ini pemilihan kata  Pakde” yang memilik kata lain ”paman” tidak semata karena kebetulan. Tapi komunikator secara sengaja untuk mengunakanya. Dimana pemahaman komunikator tentang kata ’’pakde’’ lebih memiliki dampak untuk menumbuhkan solidaritas, kekeluarngaan dengan khalayak dibandingkan kata ’’Paman’’. Juga pada pemilihan kata ’’makmur’’ yang memiliki kata lain ’’Bahagia’’ dan ’’Sejahtera’’. Dipilih juga karena memiliki makna kebahagian dan kesejahteraan (bersifat jamak) bagi seluruh masyarakat Jawa Timur. Begitu halnya pilihan kata ’’Bangkit’’ yang memiliki kata lain ’’Bangun’’ dan ’’Berdiri’’. Dipilih karena komunikator ingin mengambarkan semagat besar Pakde Karwo untuk membagun Jawa Timur kepada khalayak. Karena kata ’’Bangkit’’ lebih memiliki makna dan rasa, tekat besar Pakde Karwo untuk merubah dan membangun Jawa Timur.
Begitu juga pada pilihan kata ’’Bersama’’ yang memiliki kata lain ’’Dengan’’ dan ’’Bareng’’. Digunakan karena komunikator ingin mengambarkan pada khalayak. Jika  Pakde Karwo terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur, maka akan mengajak seluruh masyarakat Jatim untuk bangkit dari keterpurukan yang ada sebelumnya. Tentunya dengan tujuan untuk menarik kepercayan publik terhadap Pakde Karwo. Jadi dapat disimpulkan penggunaan kata ’’Pakde, Makmur, Bangkit, dan Bersama’’ hanya untuk memanipulasi bahasa. Untuk mendapatkan dukungan suara pada saat Pilgub pada tanggal 23 Juli 2008.


Pemilihan kata pada wacana kampanye H. Haris Sudarno. Juga tidak semata karena kebetulan tapi secara disegaja digunakan. Selain itu semua juga merupakan gambaran ideologis komunikator. Untuk menarik simpatik, massa, dan perhatian publik masyarakat Jawa Timur. Dapat dilihat pada wacana  :

H. Haris Sodarno
Jendral Santri
Memimpin Untuk Melayani
Cagub Jatim 2008-2013
                                                        Kode: (31/S/D)



Dapat dilihat pemilihan kata ’’santri’’ yang memiliki kata lain ’’muslim’’ dan ’’Islam’’ tidak hanya sebuah kebetulan. Tapi mengambarkan ideologis komunikator tentang kata ’’santri’’. Dan digunakan karena kata ’’santri’’ lebih familiar digunakan dikalangan pesantren. Untuk mengambarkan pada khalayak bahwa Haris adalah seorang jendral, pemimpin  muslim. Ini dikarenakan umat muslim mempunyai kecederungan memilih dan mendukung pemimpin muslim, apa lagi dia juga mendapat dukungan dari para ulama. Dan kenyataannya Haris sering berkujung ke pesantren untuk memintak dukungan para ulama untuk maju sebagai kandidat Pilgub di Surabaya.
Begitu halnya penggunaan kata ’’melayani’’ yang memiliki kata lain ’’mengabdi’’ dan ’’bekerja’’. Digunakan karena komunikator paham bahwa kata ’’melayani’’ lebih menyentuh perasaan. Karena kata ’’melayani’’ seakan mengambarkan seluruh waktu, tenaga, jiwa, dan raga Haris tercurahkan sepenuhnya untuk rakyat Jawa Timur meski tampa pamrih. Tentunya jika dia terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur. Kesimpulanya pemilihan kata ’’santri’’ dan ’’melayani’’ digunakan hanya untuk memanipulasi bahasa. Untuk menarik simpatik, dukungan dari masyarakat Jawa Timur khususnya umat Islam. 


Sama halnya dengan wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Manipulasi bahasa untuk menarik massa, simpatik, dan perhatian publik umat Islam, dengan mengunakan elemen leksikon. Juga dilakukan oleh komunikator, dapat dilihat pada wacana :

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa
H. Soenarjo
Wakil gubernur /Ketua Badan Amil Zakat
Bismilah hirohman nirrohim
                                                        Kode: (12/S/S)



Pemilihan kata ’’menunaikan’’ yang memiliki kata lain ’’menjalankan’’ dan ’’melaksanakan’’.  Karena komunikator memahami bahwa kata ’’menunaikan’’ sangat familier bagi umat islam, selain itu juga lebih memiliki rasa santun, sering digunakan pada sambutan bulan ramadan dan islami jika dibaca. Guna mengambarkan pada masyarakat bahwa Soenarjo adalah cagub yang sangat peduli islam dan beriman. Dengan tujuan untuk menarik massa dan perhatian publik khususnya umat Islam. Apalagi waktu penggunaanya  bertepatan pada bulan ramadan, saat umat Islam menjalankan ibadah puasa. Karena penggunaan kata ’’menunaikan’’ diikuti kalimat ’’ibadah puasa’’. Jadi dapat disimpulkan penggunaan kata ’’menunaikan’’ hanya untuk menarik massa dan dukungan suara umat Islam bagi Soenarjo.


Elemen leksikon juga dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Dimana pemilihan kata ”bela” yang memiliki kata lain ’’dukungan’’ dan ’’lindungi’’. Digunakan komunikator karena kata ’’bela’’ lebih memiliki makna heperbola yang lebih menarik perhatian publik. Karena komunikator ingin mengambarkan bahwa Soenarjo akan selalu melindungi dan medukung masyarakat Jawa Timur dengan sepenuh jiwa dan raga.
Begitu halnya pemilihan kata ’’emong’’ yang memiliki kata lain ’’mengasuh’’ dan ’’merawat’’. Digunakan karena lebih mengena pada masyarakat suku jawa. Dan tentunya hanya untuk memanipulasi bahasa, untuk mengambarkan bahwa Soenarjo akan merawat dan mengasuh seluruh rakyat Jawa Timur khususnya suku jawa. Jadi dapat disimpulkan pemilihan kata ’’bela’’ dan ’’emong’’ hanya semata untuk menarik perhatian, massa, dan dukungan dari masyarakat Jawa Timur khusunya yang bersuku jawa. Dapat dilihat pada wacana :  

Kita Bela Wong Cilik     
Kita Emong Wong Cilik
H. Soenarjo    
                                                                           Kode: (14/S/S)


Lagi-lagi pemilihan kata (leksikon) juga ditemukan pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya, tepatnya pada wacana kampanye Dr. H.Soekarwo. Dapat dilihat pada wacana:

APBD Untuk Rakyat
Dr. H. Soekarwo
Calon Gubernur Jawa Timur
2008-2013
Relawan Peduli Kemiskinan
                                                               Kode: (17/S/K2)

Pada wacana di atas, komunikator dengan segaja mengunakan kata ’’relawan’’ yang memiliki kata lain ’’penyumbang’’. Karena kata ’’relawan’’ lebih memiliki makna seorang penyumbang yang selalu penduli pada kemiskinan dan kekurangan rakyat miskin. Guna menyampaikan kepada khalayak bahwa pakde karwo adalah seorang donatur yang akan selalu peduli dan perhatian pada rakyat Jawa Timur khususnya rakyat miskin. Untuk memanipulasi bahasa agar mendapat massa, dan dukungan publik khususnya masyarakat kurang mampu.
Sedangkan pilihan kata ’’peduli’’ yang memiliki kata lain ’’perhatian’’ dan ’’simpatik’’ lebih digunakan. Karena kata ’’peduli’’ lebih memiliki rasa kuat untuk mengambarkan perhatian seorang pada kemiskinan dibandingkan kata ’’perhatian’’ dan ’’simpatik’’. Begitu halnya pemilihan ’’APBD’’ karena komunikator ingin menyampaikan pada khalayak bahwa APBD akan dikhususkan pada masyarakat Jawa Timur, guna menanggulagi kemiskinan. Tentunya jika nanti pakde karwo terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur 2008-2013.

Pada dasarnya elemen leksikon memang banyak digunakan pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Begitu halnya wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Elemen leksikon juga ditemukan pada wacana kampanye, Dr. H. Soekarwo. Dapat dilihat pada wacana :


APBD untuk Rakyat
Dr. H. Soekarwo
Pakde Karwo
Calon Gubernur Jawa Timur
2008-2013
Asosiasi kepala desa Jatim
                                               Kode: (19/S/K2)



Penggunaan elemen leksikon pada wacana di atas, tepatnya pada pemilian kata ’’asosiasi’’ yang memiliki kata lain ’’persatuan’’, ’’perkumpulan’’, dan ’’persekutuan’’. Pasti bukan semata karena ketepatan, namun secara ideologis mengambarkan arah pemikiran komunikator. Dimana kata ’’asosiasi’’ lebih memiliki rasa politis dan intelektual, guna menyampaikan pada khalayak bahwa Soekarwo akan mempersatukan dan memperhatikan nasib para kepala desa di Jawa Timur. Jadi dapat dipastikan bahwa penggunaan elemen leksikon pada wacana ini, hanya untuk memanipulasi bahasa. Guna menarik simpati, massa, dan dukungan masyarakat Jawa Timur khususnya kepala desa di Jatim. Tentunya dengan tujuan untuk memermudah pembentukan timsukses di  daerah-daerah Jawa Timur.


Elemen leksikon lagi-lagi ditemukan pada wacana kampanye, Dr. H. Soenarjo, Msi. Dimana pemilihan kata ’’wahana’’ yang memiliki kata lain ’’tempat’’, ’’alat’’, dan ’’pengangkut’’. Digunakan komunikator tentunya bukan semata karena kebetulan, tapi merupakan gambaran ideologis komunikator untuk menekankan pada khalayak. Bahwa Soenarjo hendak mengajak masyarakat Jawa Timur untuk mendidik dan merintis genarasi muda melalui pramuka. Selain itu kata ’’wahana’’ juga lebih sering digunakan pada wacana yang berhubungan dengan pramuka. Dapat dilihat pada wacana :


Pramuka sebagai
Wahana Pembagunan Generasi Muda
Dr. H. M. Soenarjo
Ketua Kwarda Jatim
Satyaku Kudarmakan Darmaku Kubaktikan
                                               Kode:(10/B/N)



Sama halnya pemakaian elemen leksikon pada wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Pemilihan kata ’’wahana’’ juga tidak terlepas dari tindak manipulasi bahasa, untuk menarik simpati, massa, perhatian publik khususnya anggota pramuka di seluruh Jawa Timur. Apa lagi saat ini Soenarjo juga bertepatan menjabat sebagai ketua Kwarda Jatim. Jadi langkah dan metode ini sangat menyakinkan dan sangat mungkin digunakan untuk meraub suara dari anggota pramuka Jatim.


Tidak berbeda dengan wacana kampanye Pilgub yang lain. Wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono juga mengunakan elemen leksikon. Dapat dilihat pada pemilihan kata ’’jujur’’ yang memiliki kata lain ’’tulus’’ dan ’’terbuka’’, serta pada pemilihan kata ’’makmur’’ yang memiliki kata lain ’’sejahtera’’ dan ’’bahagia’’. Sebab pemilihan kata ini bukan semata karena ketepatan, namun secara ideologis menujuk pemaknaan komunikator pada realitas, dalam hal ini makna sebuah kata di masyarakat. Dimana  kata ’’jujur’’ dan ’’makmur’’ lebih familiar dan lebih menarik perhatian khalayak. Sebab orang jujur pasti terbuka dan tulus, namun belum tentu orang terbuka akan jujur. Pemakaian kata ’’makmur’’  karena lebih mengambarkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat Jatim. Dapat dilihat pada wacana :

Ir. H. Sutjipto Soedjono
Calon Gubernur Jatim
Gubernur`e jujur
Rakyat’e makmur
                                                        Kode:(37/S/R)




Pemilihan kata ”jujur” dan ’’makmur’’ pada wacana di atas. Tentunya juga bukan semata-mata karena kebetulan, namun secara disegaja digunakan oleh komunikator. Dapat disimpulkan ini juga  merupakan praktik manipulasi bahasa yang dilakukan oleh komunikator. Dengan tujuan untuk menarik dukungan suara dan simpati dari masyarakat Jatim.


Praktik manipulasi bahasa melalui pemakaian elemen leksikon juga digunakan pada wacana kampanye pasangan Dr. H. Soekarwo dan Drs. H. Saifullah Yusuf. Tepatnya pada pemilihan kata ”nasionalis” yang memiliki kata lain ”patriot”, dan pemilihan kata ”religius” yang juga memiliki kata lain ”saleh”. Sebab digunakan bukan semata karena ketepatan, namun secara ideologis menujukkan bagaimana pemaknaan komunikator terhadapa realitas atau fakta. Dimana kata ”nasionalis” lebih memiliki makna bahwa Soekarwo memiliki jiwa nasionalis, dan lebih familier digunakan di masyarakat. Sedangkan pemilihan kata ”religius” karena lebih ilmiah dan lebih familier dari pada kata ”saleh”. Dapat dilihat pada wacana :

Mohon do’a restu
Pasangan nasionalis-religius
Cagub- cawagub Jatim 2008-2013
Dr. H. Soekarwo

Drs. H. Saifullah Yusuf

Pakde karwo   Gus Ipul
                                                        Kode: (46/SP/K5)


Selain itu pemakaian kata ”nasionalis”  dan ”religius” juga untuk mengambarkan pada khalayak, bahwa kualisi Soekarwo dan Saifullah adalah perpaduan antara sosok nasionalis dan religius. Dimana sagat tepat dan cocok untuk menjabat sebagai Gubernur Jatim. Guna mempengaruhi perhatian dan mental khalayak dengan tujuan untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim. Jadi dapat disimpulkan pemakaian elemen leksikon pada wacana ini juga merupakan praktik manipulasi bahasa.

4.1.4 Grafis
Elemen grafis dalam wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Juga digunakan oleh komunikator setiap kandidat pilgub. Dimana mucul lewat tulisan yang dibuat lain dari tulisan yang lain. Diantaranya lewat pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawa, foto, pemberian warna, dan huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar. Dapat dilihat pada data kampanye Dr. H. Seonarjo, Msi :


 







                                                               Kode:(1/S/S)

Dari data di atas dengan jelas penulisan kalimat ’’Bersama Rakyat Kita Membangun Jawa Timur’’ dengan dicetak huruf tebal, ukuran lebih besar. Tidak semata karena estetika saja, tapi juga untuk menojolkan kepada khalayak pentingnya bagian tersebut. Karena komunikator menginginkan khalayak menaruh perhatian yang lebih pada bagian tersebut. Guna menjelaskan program Soenarjo, akan berkerja dan membangun Jawa Timur untuk rakyat Jawa Timur. Guna memanipulasi bahasa agar mendapat massa, simpati, dan dukungan masyarakat Jawa Timur.
Begitu juga penggunaan foto anak SD, kota metropolis, petani, gunungan (wayang kulit). Digunakan untuk memperkuat dan memerjelas,  sebagai fakta-fakta dari program ”Bersama Rakyat Kita Membangun”. Bahwa jika soenarjo terpilih sebagai gubernur akan membangun dan mengembangkan kota metropolis, pertanian, perkebunan, pendidikan, dan kebudayaan. Tidak terlepas penggunaan foto Soenarjo dan penulisan nama ’’Dr. H. Seonarjo,Msi’’ yang ditulis dengan huruf besar dan diberi warna putih. Digunakan untuk memperjelas biografi Soenarjo kepada khalayak. Agar tidak terjadi kesalahan pada saat pemungutan suara nanti.
Dapat disimpulkan penggunaan elemen grafis pada wacana di atas, hanya untuk memanipulasi bahasa agar menarik perhatian publik untuk membaca. Karena elemen grafis dapat memberikan efek kongnitif, dalam artian ia dapat mengkontrol perhatian dan ketertarikan secara itensif dan menujukkan apakah suatu informasi itu dianggap penting dan menarik. Sehingga harus dipusatkan dan difokuskan (Erianto:258).  


Sama halnya pada wacana kampanye H. Haris Sudarno. Penggunaan elemen grafis terlihat pada pemakaian kalimat ’’Memimpin Untuk Melayani’’ dengan dicetak huruf miring, huruf tebal, ukuran yang lebih besar, dan pemberian warna hijau muda. Tidak semata karena ketepatan atau hanya estetika. Tetapi komunikator ingin menojolkan kepentingan bagian itu kepada khalayak, dengan menarik perhatian publik untuk mau membaca.  Guna menyampaikan program Haris  menjadi pemimpin untuk melayani masyarakat Jawa Timur. Penulisan nama ’’H. Haris Sudarno’’ dengan dicetak huruf tebal, lebih besar dari yang lain, dan pemberian warna hitam. Digunakan untuk memerjelas kepada khalayak tentang biografi Haris. Hal ini juga didukung dengan penggunaan foto Haris yang berpeci hitam. Yang digunakan juga untuk memperkuat atas penggunaann kalimat ’’jendara santri’’ yang dicetak dengan huruf miring.
Elemen grafis pada wacana ini digunakan hanya untuk menyampaikan kepada khalayak, bahwa Haris adalah seorang pemimpin muslim yang akan mengabdi sepenuhnya pada masyarakat Jawa Timur. Ini pun didukung dengan penggunaan foto-fota Haris saat berkujung ke pesantren dan menjadi imam sholat berjamaa. Kesimpulanya pemakaian elemen grafis dalam wacana ini, hanya untuk memanipulasi bahasa untuk menarik perhatian publik agar mau membaca. Agar maksud dan tujuan komunikator dapat tersampaikan. Tentunya untuk mendapat massa, dan dukungan suara dari masyarakat Jawa Timur, khususnya umat Islam. Dapat dilihat pada data berikut:





 



                                                               Kode:(2/S/W1)

Pemakaian elemen grafis juga dilakukan komunikator, pada wacana kampanye Dr. H. Soekarwo. Dapat dilihat pada data berikut :



 





                                                               Kode:(3/S/B)

Pada wacana ini pemakaian kalimat ’’APBD Untuk Rakyat’’ yang dicetak dengan huruf tebal, lebih besar dari yang lain, dan pemberian warna hitam. Tentu bukan semata karena kebetulan, tapi komunikator mengunakannya guna memanipulasi bahasa agar menarik perhatian khalayak untuk mau membaca. Karena bagian itu tentunya dianggab paling penting dalam wacana ini. Agar pesan dan program pakde karwo, jika terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur, APBD akan diperuntukkan bagi rakyat, tersampaikan pada rakyat khususnya masyarakat miskin. Dapat dilihat pada penggunaan kalimat ’’Makmur Bersama Wong Cilik’’ dan didukung dengan pemakaian foto-foto Soekarwo saat melakukan kegiatan sosial. Sebagai fakta-fakta guna memerkuat pesan utama dan maksud yang ingin ditojolkan pada khalayak. Tentunya guna menarik perhatian publik, massa, dan dukungan masyarakat pada Soekarwo.
Begitu halnya penulisan nama ’’Dr. H. Soekarwo’’ yang dicetak dengan huruf tebal, dan pemberian warna hitam. Serta penggunan kalimat ’’pakde karwo’’ yang dicetak dengan huruf tebal, dan pemberian warna merah. Dipakai komunikator bukan karena semata kebetulan. Tetapi lebih untuk menarik khalayak untuk memahami biografi Soekarwo yang lebih dikenal dengan sebutan ’’pakde karwo’’. Agar tidak terjadi kesalahan saat pemberian suara pada saat pemilu nanti. Jadi sama halnya dengan wacana kampanye yang lain. Pemakaian grafis pada wacana ini juga merupakan upaya untuk memanipulasi bahasa.


Wacana kampanye, H. Djoko Subroto, S, Ip juga tidak terlepas dari penggunan elemen grafis, dapat dilihat pada pemakaian kalimat ’’Jatim Joss’’. Dimana kata ’’Jatim’’ dicetak dengan huruf tebal, dan pemberian warna hitam. Serta kata ’’Joss’’ yang dicetak dengan Huruf miring, huruf tebal, dan pemberian warna putih. Tentu juga tidak semata karena ketepatan, tetapi digunakan komunikator untuk memanipulasi bahasa untuk menarik perhatian publik. Agar maksud dan tujuan dari program Djoko, untuk memwujudkan Jawa Timur yang kuat, maju, dan beriman, dapat tersampaikan pada khalayak. Untuk menarik massa dan dukungan masyarakat untuk memberikan suara pada Djoko.
Pejelasan biografi Djoko juga dilakukan oleh komunikator. Dimana digunakan untuk menyampaikan pada khalayak tentang biografi Djoko, agar tidak terjadi kesalahan pada saat pilgub pada tanggal 23 juli 2008. Dapat dilihat pada penulisan ’’H. Djoko Subroto, S, Ip’’ yang dicetak dengan huruf tebal, dan pemberian warna hitam, yang didukung dengan penggunaan foto Djoko. Digunakan untuk menarik perhatian pada  khalayak untuk mau membaca, dapat dilihat pada data berikut :



 








                                                                           Kode: (4/S/D)




Pemakaian elemen grafis juga ditemukan pada wacana kampanye, H. Bagus Ali Junaidy. Sama halnya wacana kampanye kandidat pilgub yang lain, dapat dilihat pada data berikut :






 



                                                                           Kode:(5/S/J1)           
Dari wacana di atas penggunaan elemen grafis, tampak pada kalimat ’’ Bersama yang Muda Kita Bisa’’ yang dicetak dengan huruf tebal, lebih besar dari yang lain, dan pemberian warna merah pada kata ’’Bersama yang muda’’ serta pemberian warna putih pada kalimat ’’kita bisa’’ . Disini digunakan komunikator bukan semata karena ketepatan dan estetika. Tapi lebih pada mengambarkan dan penyampaian maksud bahwa dengan yang muda (Djoko) yang masih memiliki semangat dan keberanian tinggi (tersirat pada kata ’’muda’’ dengan pemberian warna merah) kita bisa membangun dan membawa Jawa Timur  lebih maju, beradab, dan beriaman (tersirat pada kalimat ’’kita bisa’’ dengan pemberian warna putih). Apalagi Djoko juga terkenal sebagai ulama muda dapat dilihat pada penggunaan kalimat ’’gus jun’’. Dengan tujuan menarik perhatian publik untuk mau membaca bagian yang paling ditojolkan oleh komunikator dengan mengunakan elemen grafis. Agar maksud dari teks di atas tersampaikan pada khalayak. Guna mendapat simpatik, massa, dan dukungan masyarakat Jawa timur untuk memberikan suara pada pilgub nanti.
Tidak terlepas penulisan nama ’’H. Bagus Ali Junaidy’’ yang dicetak dengan huruf tebal, dan peberian warna hitam. Beserta pemakaian foto Bagus, tentu sama halnya pada wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Guna menyampaikan biografi H. Bagus Ali Junaidy pada khalayak agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian dukungan suara pada pilgub nanti. Dapat dipastikan pemakaian elemen grafis pada wacana di atas juga untuk memanipulasi bahasa. Guna menarik perhatian publik untuk mau membaca agar pesan dan maksud dari teks dapat tersampaikan pada khalayak. Tentu untuk mendapat simpanti dan dukungan suara saat pilgub nanti.
Begitu juga pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo, Msi. Dimana komunikator mengunakan elemen grafis pada kalimat ’’Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba’’ dengan dicetak huruf tebal, lebih besar dari yang lain, dan pemberian warna merah pada kata ’’jangan’’ dan ’’narkoba’’. Bukan semata karena ketepatan, tetapi lebih untuk penekanan pada khalayak bahwa bagian ini yang dianggap penting untuk dipahami, agar tersampaikan maksud tesk kepada khalayak. Dengan cara mengunakan elemen grafis agar khalayak mau membaca. Guna menyampaikan maksud bahwa Soenarjo sangat melarang untuk jangan mengakhiri hidup dengan narkoba (dapat dilihat dengan pemberian warna merah pada kata ’’jangan’’ dan ’’narkoba’’) meskipun akhirnya hidup juga akan mati.
Tidak terlepas penulisan nama ’’Dr. H. M. Soenarjo’’ yang dicetak dengan huruf tebal dan pemberian warna hitam. Beserta pemakaian foto Soenarjo, tentu sama halnya pada wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Guna menyampaikan biografi Dr. H. M. Soenarjo pada khalayak agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian dukungan suara pada pilgub nanti. Dapat dilihat pada data berikut:


 







                                                                           Kode:            (6/B/J1)           

Jadi dapat disimpulkan penggunaan elemem grafis pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Begitu halnya wacana kampanye Soenarjo, digunakan hanya untuk memanipulasi bahasa untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara pada saat pilgub pada tanggal 23 juli 2008.






4.1.5 Metafora

Sama halnya elemen teks yang lain. Elemen metafora juga ditemukan pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Misalnya pada penggunaan kiasan, peribahasa, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci. Dimana kesemuanya dipakai untuk memerkuat pesan utama, karena pemakaian metafora tertentu bisa menjadi petujuk utama untuk memahami makna sebuah teks. Dapat dilihat pada wacana kampanye, Dr. H. Achmady :


Bersama Mewujudkan Masyarakat Jatim yang Adil, Makmur, Sejahtra, Beradab dan Beriman
Lurahe Mojopahit
Dr. H. Achmady, Msi

                                                        Kode:            (27/S/D)


Di wacana ini tampak komunikator mengunakan elemen metafora pada kalimat ”Lurahe Mojopahit’’. Dimana merupakan peribahasa dan kata-kata kuno, yang menggadung arti seorang pemimpin kerajaan majapahit. Kenapa komunikator mengunakanya sebab ketepatan Achmady sebelum mencalonkan sebagai Pilgub Jawa Timur, dia mejabat sebagai Bupati Mojokerto. Dengan tujuan untuk menarik massa dan dukungan dari masyarakat Kabupaten Mojokerto.
Selain itu untuk menyampaikan dan mengambarkan pada khalayak, bahwa Achmady adalah seorang pemimpin yang layaknya memimpin kerajaan majapahit, yang kebesaranya terkenal sampai keujung dunia. Dimana nantinya akan diimplementasikan jika dia menjadi Gubernur Jawa Timur, dengan membangun  Jawa Timur untuk memwujudkan masyarakata adil, makmur, dan beradab. Tentu juga sebagai ladasan berpikir komunikator mengenai pendapat atas gagasan tertentu  untuk memperkuat pesan utama, dari programa Achmady untuk mewujudkan masyarakat Jatim yang adil, Makmur, sejahtra, beradab dan beriman.  Jadi dapat disimpulkan penggunaan elemen metafora pada wacana di atas. Hanya untuk memanipulasi bahasa guna menarik massa, dan dukungan masyarakat Jatim khususnya masyarakat Kabupaten Mojokerto.


Elemen metafora juga digunakan komunikator pada wacana kampanye, Dr. H. Soenarjo, Msi. Dapat dilihat pada wacana :

H. Soenarjo bapak`e dhewe
Calon Gubernur Jawa Timur
Badan narkotika Propensi Jawa Timur
                                                                           Kode:            (8/I/PJ)


Komunikator dalam wacana ini memakai elemen metafora, tepatnya pada kalimat ’’H. Soenarjo bapak`e dhewe’’ karena merupakan ungkapan sehari-hari yang berasal dari bahasa jawa, dimana menggadung maksud ayah kita. Disini komunikator mengunakanya sebagai ornamen dan bumbu dari sebuah berita. Guna menumbuhkan rasa kekeluargaan antara Seonarjo dan masyarakat Jawa Timur. Dengan memberikan bahasa kiasan bahwa Soenarjo seakan-akan adalah ayah dari seluruh masyarakat Jawa Timur.
Penggunaan metafora dalam wacana ini juga digunakan untuk mengambarkan tujuan Soenarjo dan untuk menarik massa, simpati masyarakat Jawa Timur. Dengan cara memanipulasi bahasa dengan mengunakan elemen metafora. 


Begitu pula pada wacana kampanye Dr. H. Soekarwo. Elemen metafora juga digunakan secara menarik dan kreatif oleh komunikator, untuk menarik massa, simpati dan perhatian publik. Dapat dilihat pada wacana :

Rawe-Rewe Rantas
APBD untuk Rakyat
Dr. H. Soekarwo
Pakde Karwo
Calon Gubernur Jawa Timur
2008-2013
                                                        Kode:            (20/S/K6)



Elemen metafora pada wacana diatas, digunakan komunikator pada kalimat ’’Rawe-Rewe Rantas’’ karena merupakan peribahasa, pepatah, dan petuah leluhur, yang menggadung arti bahwa segala rintang yang menghadang harus dihadapi untuk menuai tujuan. Tentunya digunakan komunikator juga sebagai landasan berpikir, alasan pembenaran atas pendapat atau gagasannya kepada publik. Guna untuk memperkuat pesan utama APBD untuk Rakyat, tersampaikan pada khalayak.
Kesimpulanya penggunaan elemen metafora pada kalimat ’’Rawe-Rewe Rantas’’ hanya untuk memanipulasi bahasa. Untuk mengambarkan pada khalayak bahwa apa pun yang akan menghadang, APBD akan tetap untuk rakyat. Tentunya jika nanti Soekarwo terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur. Tentu guna menarik dukungan suara masyarakat pada Soekarwo saat pilgub nanti.   


Sama halnya pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Dimana elemen metafora juga digunakan komunikator, tepatnya pada kalimat ’’Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba’’. Karena merupakan peribahasa yang berarti hidup ini memang akan menuju pada kematian tapi jangan mati karena narkoba. Dari penggunan metafora ini komunikator ingin menyampaikan dan mengambarkan pada khalayak bahwa Soenarjo ketua badan narkotika Jawa Timur sangat antusias untuk memberantas kasus-kasus narkotika. Untuk mendukung pesan utama bahwa Soenarjo adalah  Cagub Jawa Timur yang perhatian, peduli pada masyarakat, dan sangat berpengalaman dalam berorganisasi. Dapat dilihat pada wacana :

Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba
Dr. H. M. Soenarjo
Wakil Gubernur/ ketua BNP Jatim
                                                        Kode: (9/B/J1)


Maka dapat disimpulkan penggunaan elemen metafora pada wacana di atas, hanya untuk memanipulasi bahasa guna menyakinkan pada khalayak bahwa Soenarjo cocok dan tepat untuk menjadi Cagub Jawa Timur 2008-2013. Guna menarik dukungan dan simpati masyarakat Jawa Timur untuk memberikan dukungan suara pada pilgub pada tanggal 23 juli 2008.


Pemakaian elemen metafora, juga dapat dilihat pada wacana kampanye H. Djoko Subroto S,Ip. Tepatnya pada pemakaian kalimat ”sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain (Hr.Imam Thamrin)”. Sebab merupakan ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci, dimana dipakai untuk memperkuat pesan utama pada khalayak. Bahwa Djoko merupakan pemimpin yang memiliki pedoman seorang manusia yang baik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Dengan tujuan untuk menyampaikan pada khalayak bahwa Djoko adalah pemimpin yang cocok untuk menjabat sebagai Gubenur Jawa Timur. Dapat di lihat pada wacana :

Mayjen TNI (Pur)
H. Djoko Subroto S,Ip
Calon Gubernur Jatim
2008-2013
sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain (Hr.Imam Thamrin)
                                                                           Kode:(39/S/N)



Sama halnya pada wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Pemakaian elemen metafora pada wacana kampanye di atas, juga merupakan praktik manipulasi bahasa dari komunikator. Dengan tujuan untuk menarik massa dan simpati dari masyarakat Jatim, khususnya masyarakat umat muslim.


Pemakaian elemen metafora juga dapat dilihat pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono. Tepatnya pada pemakaian kalimat ’’gubernur`e jujur rakyat`e makmur’’. Sebab merupakan sebuah kiasan dari ungkapan sehari-hari dan merupakan petuah leluhur. Digunakan dengan tujuan untuk mengambarkan pada khalayak bahwa Sutjipto adalah orang yang jujur yang tepat untuk menjabat sebagai Gubernur Jatim, yang nantinya akan membawa Jatim kepada kemakmuran. Dapat dilihat pada wacana :

Ir. H. Sutjipto Soedjono
Calon Gubernur Jatim
Gubernur`e jujur
Rakyat`e makmur
                                               Kode:(37/S/R)



Dipastikan pula pemakain elemen metafora pada wacana di atas. Digunakan komunikator guna memanipulasi bahasa untuk menarik perhatian publik. Dengan tujuan untuk mendapat massa, simpati, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim. Jadi dapat disimpulankan penggunaan elemen metafora pada wacana di atas juga merupakan praktik manipulasi bahasa. 


Pemakaian elemen metafora juga dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Soekarwo. Dimana pemakaian kalimat ”holobis kuntul baris” merupakan bahasa kiasan dari sebuah pepatah dan petuah leluhur. Digunakan dengan tujuan untuk mengambarkan pada khalayak jika nanti Soekarwo terpilih sebagai Gubernur Jatim, pemerintah akan berkerja sama mengupanyakan ABPD untuk rakyat Jatim. Dapat dilihat pada wacana :

Holobis kuntul baris
APBD untuk rakyat
Pakde karwo
Dr. H. Soekarwo
Calon gubernur Jatim
2008-2013
                                                        Kode: (21/SD)



Dipastikan pula pemakaian kalimat  holobis kuntul baris” juga merupakan upaya komunikator untuk memanipulasi bahasa. Guna menarik massa, simpati, dan perhatian publik agar memberikan dukungan suara pada Soekarwo. Sebab kebenaran dari program yang ditawarkan, belum tentu akan dijalankan jika nanti Soekarwo benar terpilih sebagai Gubernur Jatim.




Upaya komunikator untuk memanipulasi bahasa dengan mengunakan elemen metafora. Juga dapat dilihat pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono. Dimana dapat dilihat pada pemakaian kalimat ”gambaran padang”, sebab merupakan bahasa kiasan dari uangkapan sehari-hari dan merupakan peribahasa. Dengan tujuan untuk mengambarkan pada khalayak, jika Sutjipto terpilih sebagai Gubernur Jatim. Maka gambaranya Jatim pasti akan maju dan makmur, ibaratnya tidak akan ada kendala untuk membawa  Jatim lebih baik dari sekarang. Dapat dilihat pada wacana :

Gambaran padang
Ir. H. Sutjipto Soedjono
Calon Gubernur Jatim
2008-2013
                                                                           Kode: (34/S/S)

Pemakaian elemen metafora pada wacana di atas, juga strategis dijadikan landasan berpikir, alasan pembenaran pendapat mengenai Sutjipto kepada khalayak, bahwa Sujipto akan membawa Jatim lebih maju dan makmur, jika terpilih sebagai Gubernur. Dengan tujuan untuk memegaruhi kesadaran khalayak, agar nantinya dapat memberikan dukungan suara pada Sutjipto. Jadi sama halnya dengan pemakaian elemen yang lain, upaya ini juga merupakan praktik manipulasi bahasa. 


Pemakaian elemen metafora sekali lagi ditemukan pada wacana kampanye Dr. H. Soekarwo. Dapat dilihat pada kalimat ”menyongsong Jawa Timur yang cerah kuncinya hanya satu ’pakde karwo’ ”. Sebab merupakan bahasa kiasan dari ungkapan sehari-hari dan merupakan peribahasa. Selain itu juga merupakan langkah komunikator untuk menyampaikan pesan teks kepada khalayak. Bahwa hanya Soekarwo yang cocok menjadi Gubernur Jatim periode 2008-2013.  Dapat dilihat pada wacana :

Dr. H. Soekarwo. S.M.Hum
Calon Gubernur Jawa Timur 2008-2013
Menyongsong Jawa Timur yang cerah kuncinya hanya satu ’pakde karwo’
Aliansi wong cilik bersatu Jatim
                                                                           Kode: (41/P/B)

Dipastikan juga pemakaian elemen metafora pada wacana di atas. Juga merupakan upaya komunikator untuk mengambarkan pada khalayak, jika ingin mewujudkan Jatim yang adil dan makmur hanya satu kuncinya jika Soekarwo menjadi Gubernur Jatim. Sama halnya pemakaian elemen metafora pada wacana kampanye yang lain, ini merupakan upanya komunikator untuk memanipulasi bahasa. Guna menarik perhatian publik agar memberi dukungan suara pada saat Pilgub nanti. 


Praktik manipulasi bahasa dengan mengunakan elemen metafora, juga dapat dilihat pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono. Sebab pemakaian kalimat ”Calon gubernur sing disenengi rakyat” merupakan langkah komunikator untuk menyampaikan pesan pokok pada khalayak dengan mengunakan bahasa kiasan. Bahwa hanya Sutjipto Soedjono kandidat pilgub yang didukung rakyat untuk maju sebagai kandidat.  Dimana diambil dari ungkapan sehari-hari, dapat dilihat pada wacana :

Calon gubernur sing disenengi rakyat
Ir. H. Sutjipto Soedjono
Warga mendukung

Calon gubernur jatim

2008-2013
                                               Kode: (35/S/K3)


Selain itu pemakaian elemen metafora pada wacana ini. Juga upaya komunikator untuk mengambarkan bahwa Sutjipto adalah cagub yang disukai oleh masyarakat Jatim, meskipun dalam kenyataannya semua itu belum pasti. Dengan tujuan untuk memegaruhi perhatian publik, untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim. Jadi dapat disimpulkan pemakaian elemen metafora pada wacana ini, juga merupakan praktik manipulasi bahasa.


4.2 Analisis Sosial Bahasa Kampanye Pilgub di Surabaya 2008.

Wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008 adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat. Sehingga jika akan meneliti teks kampanye pilgub perlu dilakukan analisis intertektual. Dengan meneliti bagaimana wacana kampanye pilgub diproduksi dan dikontruksikan dalam masyarakat. Guna menujukkan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik dikursus dan legitimasi. Baik melalui poin kekuasaan (power) dan akses (acces), hingga akhirnya terbentuk sebuah wacana kampanye pilgub.


4.2.1 Praktik Kekuasaan
Praktik kekuasaan dalam wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008, juga kerap kali digunakan oleh komunikator. Dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Achmady, atas pemakaian kalimat ”lurae mojopahit”. Dimana merupakan parktik kekuasaan atas setatus Achmady sebagai Bupati Mojokerto. Sebab dimungkinkan komunikator tidak akan mengunakan kalimat ”lurae mojopahit” jika Achmady tidak menjabat sebagai Bupati Mojokerto, sebelum maju sebagai kandidat Pilgub Surabaya. Dapat dilihat pada wacana :

Calon Gubernur Jawa Timur
2008-2013
Bersama mewujudkan masyarakat Jatim yang adil dan makmur
Lurae Mojopahit

Dr. H. Achmady

                                                                           Kode: (25/SD)


Selain itu penggunaan kalimat  lurae mojopahit” juga merupakan praktik kekuasaan secara legitimasi dan persuasif. Sebab secara tidak langsung dapat mengkontrol perhatian khalayak dengan jalan memengaruhi kondisi mental, seperti kepercayan dan pemikiran. Karena dengan pemakain kalimat ”lurae mojopahit” seakan mengambarkan bahwa Achmady adalah pemimpin yang tanguh dan hebat seperti pemimpin dimasa kerajan Majapahit. Dimana dapat mempengaruhi kepercayan masyarakat untuk mendukung dan memberi kepercayaan pada Achmady untuk menjadi Gubernur Jatim. Jadi dapat disimpulkan praktik kekuasaan digunakan komunikator, sama halnya dengan pemakaian elemen yang lain, hanya untuk memanipulasi bahasa untuk mengkontrol kepercayaan dan sikap khalayak. Guna mendapat simpati, massa, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim, khususnya masyarakat Kabupaten Mojokerto.
Sama halnya pada wacana kampanye H. Haris Sudarno, parktik kekuasaan juga digunakan pada wacana kampanyenya. Dapat dilihat pada pemakaian kalimat ”jendral santri” dimana merupakan praktik kekuasaan atas setatus Haris sebagai Mayjen TNI. Sebab sebelum mencalonkan sebagai Cagub, Haris pernah menjabat sebagai Mayjen TNI angkatan laut. Jadi jika Haris tidak pernah menjabat sebagai Mayjen TNI, maka dimungkinkan komunikator tidak akan mengunakan kalimat ”jendral santri” pada wacana kampanye Haris.
Sedangkan pemakaian kata ”santri” merupakan parktik kekuasaan secara persuasif. Sebab Haris berusaha mencari massa dan dukungan dari kalangan umat muslim. Dengan jalan mengkontrol perhatian dan kepercayaan khalayak dengan pemakaian kata ”santri”. Karena dalam kenyataanya Haris memang sering berkujung kepesantren untuk mencari dukungan dari para ulama. Dapat dilihat pada wacana :

H. Haris Sudarno
Jendral santri
Cagub Jatim 2008-2013

Memimpin untuk rakyat

                                                        Kode: (31/S/D)



Kesimpulanya parktik kekuasaan pada wacana kampanye di atas juga dilakukan komunikator untuk memanipulasi bahasa. Untuk mengambarkan pada khalayak bahwa Haris adalah pemimpin yang berjiwa tegas dan berpengalaman menjadi pemimpin. Dimana sangat cocok untuk menjadi Gubernur Jatim. Tentunya guna menarik perhatian dan memengaruhi khalayak, agar memberi dukungan suara pada Haris saat Pilgub nanti. 
Praktik kekuasaan juga dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Dimana komunikator mengunakanya pada kalimat ”Ketua BNP Jatim”. Dapat dilihat pada wacana :


Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba
Dr. H. M. Soenarjo

Wakil Gubernur/ ketua BNP Jatim

                                                                           Kode:            (9/B/J1)


Pemakaian kalimat ”ketua BNP Jatim” di atas merupakan praktik kekuasaan untuk mengkontrol perhatian khalayak, melalui setatus Soenarjo sebagai Ketua Badan Narkotika Jatim. Sebab dimungkinkan jika Soenarjo tidak menjabat sebagai ketua BNP Jatim, komunikator tidak akan mengunakan kalimat  ” ketua BNP Jatim”. Untuk menyampaikan pesan bahwa Soenarjo adalah sosok pemimpin yang peduli dengan perkembagan generasi muda dan sangat perpengalam dalam berorganisasi. Dimana sangat tepat untuk menjabat sebagai Gubernur Jatim.
Selain itu pemakaian kalimat ”Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba” merupakan praktik kekuasaan secara persuasif. Sebab dapat mengkontrol khalayak secara tidak langsung, dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap dan pengetahuan. Sebab dimungkinkan dapat mempengaruhi kepercayaan khalayak pada Soenarjo untuk menjabat sebagai Gubernur  Jatim.
Sama halnya dengan penggunaan praktik kekuasaan pada wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Praktik kekuasaan pada wacana di atas juga merupakan manipulasi bahasa untuk menarik perhatian khalayak, simpati dan dukungan suara dari masyarakat Jatim.


Lagi-lagi praktik kekuasaan ditemukan pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Dapat dilihat pada wacana :

Pramuka sebagai
Wahana pembagun generasi muda
Dr. H. M. Soenarjo
Ketua Kwarda Jatim

Satyaku kudarmakan darmaku kubaktikan

                                                        Kode:            (10/B/N)



Pada wacana ini komunikator melakukan praktik kekuasaan tepatnya pada kalimat ”Ketua Kwarda Jatim”. Sebab dengan penggunaan kalimat ini dapat mengkontrol kesadaran khalayak. Dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan, khususnya para anggota pramuka di Jatim.
            Dimungkinkan juga komunikator secara segaja mengunakan setatus Soenarjo sebagai Ketua Kwarda Jatim, sebagai praktik kekuasaan untuk mengkontrol dan mempengaruhi khalayak. Sebab dipastikan komunikator tidak akan memakai kalimat ”Ketua Kwarda Jatim” dalam wacana kampanye Soenarjo, jika kenyataanya Soenarjo tidak menjabat sebagai Ketua Kwarda Jatim.
            Praktik kekuasaan ini pun juga didukung dengan penggunaan kalimat ” Satyaku kudarmakan darmaku kubaktikan” karena secara tidak langsung akan meligitimasi khalayak. Sebab kalimat di atas seakan mengambarkan Soenarjo adalah sosok pemimpin yang sangat peduli dan perhatian terhadap masa depan bangsa. Jadi dapat disimpulkan praktik kekuasaan di atas digunakan hanya untuk memanipulasi bahasa. Guna mempengaruhi kondisi mental khalayak untuk mendapat dukungan dan massa dari masyarakat Jatim, khususnya dari anggota pramuka di Jatim.


Sama halnya pada wacana kampanye Drs. H. Saifullah Yusuf, praktik kekuasaan juga ditemukan digunakan oleh komunikator. Dapat dilihat pada pemakaian kalimat ’’Ketua Umum GP ANSOR’’,  sebab merupakan praktik kekuasaan untuk mengkontrol kesadaran khalayak, baik secara langsung maupun persuasif. Dengan mengunakan jabatan Saifullah sebagai ketua Umum GP ANSOR. Tentunya dengan tujuan untuk menarik perhatian kepercayaan masyarakat Jatim khususnya dari kalangan Ansor. Dapat dilihat pada wacana :

Gus ipul
Mohon do`a restu
Untuk mendapingi
Pakde karwo
Drs. H. Saifullah Yusuf
Ketua Umum GP ANSOR
                                                        Kode:            (32/K/JP)


Kesimpulanya dimungkinkan komunikator dengan segaja mengunakan kalimat ’’Ketua Umum GP ANSOR’’. Hanya untuk memanipulasi bahasa bahwa Saifullah Yusuf adalah dukungan PAN untuk menjadi kandidat Cawagub Jatim. Guna mengkontrol kesadaran khalayak. Untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara khususnya dari kalangan Ansor Jatim. 


4.2.2        Akses Mempengaruhi Wacana
Dalam hal ini van Dijk, menekankan pada akses yang dimiliki oleh kelompok atau seseorang baik terhadap media atau intansi tertentu. Sebab kelompok elit memiliki akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang lebih berkuasa mempuyai kesempatan yang lebih besar untuk mempuyai akses pada media dan kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Begitu halnya pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Akses yang dimiliki oleh para kandidat pilgub juga sangat mempengaruhi pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya. Dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo, Msi :

Paguyuban bejak Wonocolo
WWW. Soenarjo. Com
Persatuan pendalang Indonesia
Komistariat Propensi Jawa Timur
Dr. H. Soenarjo, Msi

Gubernur piliane rakyat Jawa Timur

                                                        Kode: (15/S/W1)



Pengaruh akses pada wacana di atas, dapat dilihat pada penggunaan kalimat ”Persatuan pendalang Indonesia”. Sebab dipastikan seseorang atau kelompok yang tidak memiliki akses dengan intansi Persatuan pendalang Indonesia, tidak akan memakai kalimat ”Persatuan pendalang Indonesia” dalam wacana kampanye pilgubnya. Oleh karenanya, Soenarjo merupakan pendalang wayang kulit yang dipastikan termasuk anggota dari PPI, maka komunikator berani mengunakan kalimat ”Persatuan pendalang Indonesia” pada wacana kampanye pilgub Soenarjo.
            Pemakaian kalimat ”Persatuan pendalang Indonesia” juga merupakan langkah komunikator untuk mengkontrol kesadaran khalayak, khususnya para pecinta kebudayaan wayang kulit di Jatim. Sebab pemakain kalimat ini memiliki implikasi terhadap penumbuhan rasa kedekatan antara pencinta kebudayaan (wayang kulit). Dengan tujuan untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara pada Soenarjo untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Jatim. Jadi dapat disimpulkan penggunaan kalimat ”Persatuan pendalang Indonesia” merupakan praktik manipulasi bahasa.


            Sama halnya pada wacana kampanye Dr. H. Achmady, pengaruh akses dapat dilihat pada pemakaian kalimat ”Lurae Mojopahit”. Sebab dipastikan para kandidat pilgub yang lain tidak akan mengunakan kalimat ”Lurae Mojopahit” dalam wacana kampanyenya. Karena para kandidat pilgub yang lain tidak memiliki akses di Kabupaten Mojokerto sebesar akses Achmady. Sebab Achmady telah menjabat sebagai Bupati Mojokerto, sebelum maju sebagai kandidit Pilgub Surabaya. Oleh karenanya, komunikator mengunakan kalimat ”Lurae Mojopahit” pada wacana kampanye Achmady. Dapat dilihat pada wacana :


Calon Gubernur Jatim
2008-2013
Bersama memwujudkan masyarakat Jatim yang adil dan makmur
Luirae Mojopahit
Dr. H. Achmady

                                                        Kode: (25/S/D)


Selain itu pengarug akses pada wacana kampanye Achmady, atas pemakaian kalimat ”Lurae Mojopahit”. Dapat mempengaruhi kesadaran khalayak untuk memberi kepercayaan dan menarik simpati, dan dukungan suara khususnya dari masyarakat Kabupaten Mojokerto. Jadi dapat disimpulkan pengaruh akses pada wacana kampanye di atas juga merupakan praktik manipulasi bahasa .


            Pengaruh akses pada wacana kampanye pilgub juga dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Tepatnya pada pemakaian kalimat ”Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba”. Sebab Soenarjo lebih memiliki akses pada Badan Narkotika  Jatim, dibandingkan para kandidat Pilgub yang lain. Karena dalam kenyataanya Soenarjo menjabat sebagai Ketua Badan Narkotika Propensi Jatim. Maka komunikator mempunyai kesempatan untuk mempengaruhi kesadaran khalayak  dengan mengunakan kalimat ”Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba”. Dapat dilihat pada wacana :

 
Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba
Dr. H. M. Soenarjo

Wakil Gubernur/ ketua BNP Jatim

                                                                           Kode: (9/B/J1)


            Sama halnya dengan wacana kampanye pilgub yang lain. Pegaruh akses pada wacana kampanye di atas, juga merupakan praktik manipulasi bahasa, dengan jalan mempengaruhi kesadaran khalayak. Bahwa Seonarjo adalah pemimpin yang berpengalaman dan peduli pada masyarakat Jatim. Dengan tujuan untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim.


Pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono, pengaruh akses juga ditemukan. Tepatnya pada kalimat ”saatnya pejuang memimpin”, sebab dalam kenyataanya Sutjipto mencalonkan sebagai Cagub Jatim melalui PDIP. Maka komunikator dengan segaja mengunakan kalimat ”saatnya pejuang memimpin”, dengan tujuan untuk menyampaikan pada khalayak, bahwa saatnya PDIP regenerasi dari sang ploklamator Ir Soekarno, untuk kembali memimpin ditatanan pemerintahan khususnya di Jatim. Sebab dipastikan jika Sutjipto tidak mencalonkan sebagai Cagub Jatim melalui PDIP, maka komunikator tidak akan mengunakanya pada wacana kampanye Sutjipto. Dapat dilihat pada wacana :

Saatnya
pejuang memimpin
Ir. H. Sutjipto Soedjono

Calon Gubernur Jatim

2008-2013
                                                        Kode: (36/S/B)

Selain itu pemakaian kalimat ”saatnya pejuang memimpin” juga dapat mengkontrol kesadaran khalayak, degan jalan memegaruhi mental dan opini mengenai Sutjipto. Bahwa Sutjipto adalah sosok yang sangat didukung oleh pembesar PDIP. Dimana nantinya dapat menarik massa dan simpati masyarakat Jatim, khususnya dari pendukung PDIP. Jadi dapat disimpulkan pemakaian kalimat ”saatnya pejuang memimpin” juga merupakan praktik manipulasi bahasa.


Praktik manipulasi bahasa melalui pengarug akses juga dilakukan komunikator wacana kampanye pasangan Dr. H. Soekarwo dan Drs. H. Saifullah Yusuf. Dimana dapat dilihat pada pemakaian kalimat ”Ketua umum PAN Soetrisno Bachir” sebab jika Soekarwo tidak berkualisi dengan Saifullah yang mecalonkan sebagai cawagub dari PAN. Maka sangat dimungkinkan komunikator tidak akan mengunakanya dalam wacana kampanye ini. Dapat dilihat pada wacana :

Selamat dan sukses

Calon gubernur dan wakil gubernur kita!!!

Pakde karwo  Gus Ipul
Ketua umum PAN Soetrisno Bachir
                                                                           Kode: (45/SP/S)

Pemakaian kalimat ”Ketua umum PAN Soetrisno Bachir” juga secara tidak langsung dapat memengaruhi kesadaran khalayak, tentang opini dan pemikiran mengenai Soekarwo dan Saifullah. Dengan tujuan untuk menarik perhatian khalayak dan dukungan suara, khususnya dari pendukung PAN. Jadi dapat dipastikan pemakaian kalimat  ”Ketua umum PAN Soetrisno Bachir”, juga merupakan upanya komunikator untuk memanipulasi bahasa.


   


          




 

 


 

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN DATA
BAHASA KAMPANYE PILGUB DI SURABAYA 2008



Pada bab ini akan disajikan hasil dari analisis data-data di lapangan. Analisis dilakukan terhadap topik-topik yang telah diklasifikasikan. Kemudian melakukan penafsiran sesuai dengan elemen-elemen  analisis wacana Teun. A. van. Dijk. Terutama pada elemen yang koheren pada penelitian ini, yaitu mengenai manipulasi bahasa kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Diantaranya mengenai dimensi atau bagunan wacana : teks dan analisis sosial.

4.1 Manipulasi Teks Bahasa Kampanye Pilgub di Surabaya 2008.
4.1.1 Tematik
Wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008, tepatnya pada internet, seteriker, spanduk, koran, dan panflet. Dalam segi tematik memiliki koheren global (global coherence) yang sangat kuat. Karena jika dirunut, maka setiap subtopik yang ada di dalam wacana saling mendukung antara satu sama lain. Untuk mengambarkan sebuah topik utama yang koheren. Tentunya juga memiliki tujuan dan maksut tertentu. Dapat dilihat pada wacana kandidat Pilgub, Dr. H. Soekarwo :


APBD UNTUK RAKYAT
Makmur bersama wong cilik
Dr. H. Soekarwo

Pakde karwo

Calon gubernur Jatim 2008-2013

·           Makmur bersama petani
·           Melanjutkan program pendidikan murah dan bermutu
·           Meneruskan bebas biaya kesehatan
·           Mengembangkan modal pemberdayaan usaha wong cilik
·           Makmur bersama wong cilik
·           Menghormati orang yang lebih tua
·           Peduli akan kesehatan anak-anak
Sukseskan pemilihan gubernur Jawa Timur
23 Juli 2008
                                               Kode:(1/S/W3)


Data di atas menjelaskan topik utama ”APBD untuk rakyat” didukung dengan subtopik ” makmur bersama wong cilik”. Untuk menjelaskan maksud jika pakde karwo (Soekarwo) terpilih menjadi Gubernur Jatim 2008, maka APBD dikhususkan untuk masyarakat kecil demi mewujudkan kemakmuran masyarakat. Hal ini juga diperkuat oleh faktor-faktor yang mengambarkan subtopik, seperti : ”makmur bersama petani”, ”meneruskan bebas biaya kesehatan” dll. Dengan tujuan untuk mewujudkan topik utama yang koheren dan dapat dipercaya kebenaranya. Guna menarik masa, perhatian publik, dan dukungan suara masyarakat Jatim.
Jadi dapat disimpulkan dari wacana di atas. Komunikator (tim sukses pakde karwo) memanipulasi bahasa untuk menarik massa dari masyarakat kecil,  dengan mengunakan kalimat ”APBD untuk rakyat” sebagai topik utama. Dan diperkuat subtopik beserta fakta-fakta yang mengambarkan subtopik. Dimana kebenaran fakta tersebut belum dapat dipasti karena masih dalam sebuah wacana.
Elemen tematik juga dapat dilihat pada wacana kampanye kandidat Pilgub, Dr. H. Soenarjo,Msi :


Dr. H. Soenarjo, Msi
Perjuagan Untuk Rakyat Jawa Timur
·      Pendidikan dan kesehatan murah yang berkualitas
·      Lapangan perkerjaan yang luas
·      Modal usaha bergulir bagi usaha kecil
Gerakan pembagunan Jawa Timur
                                               Kode:(2/P/W4)
                                                           

Wacana ini menjelaskan bahwa topik utama yang disampaikan ”perjuagan untuk Rakyat Jawa Timur” dan didukung subtopik ”gerakan pembagunan Jawa Timur”. Untuk menyampaikan pada khalayak jika Soenarjo terpilih sebagai  gubernur maka akan memperjuangkan hak-hak rakyat Jatim misal : pendidikan, lapangan pekerjaan, dan modal usaha. Hal ini juga diperkuat oleh fakta yang mengambarkan subtopik, semisal : ”lapangan pekerjaan yang luas”, ”modal bergulir bagi usaha kecil” dll. Dengan tujuan untuk mewujudkan topik utama yang koheren dan terpercaya.
Dalam hal ini komunikator mengunakan kalimat ”perjuangan untuk rakyat Jawa Timur” sebagai topik utama dan didukung subtopik beserta fakta yang mengambarkan subtopik. Hanya untuk memanipulasi bahasa agar mendapat massa dari masyarakat Jatim khususnya kaum pekerja (buruh) dan pengusaha kecil. Agar memberi dukungan suara pada saat pilgub nanti.

Begitu halnya pada wacana kampanye kandidat Pilgub, H. Haris Sudarno. Elemen tematik juga cukup koheren. Dimana topik utama yang disampaikan adalah ”memimpin untuk melayani” dan didukung subtopik ”jendral santri”. Hanya untuk menyampaikan pada khalayak bahwa Haris adalah seorang yang akan melayani (mengabdi) masyarakat. Ada pun fakta-fakta yang mengambarkan subtopik ”terkenal sebagai jendral santri  dan sering datang ke pesantren”, ”peduli lingkungan, saat jadi pangdam V/Brawijaya menanam sejuta pohon” dll. Digunakan dengan tujuan untuk memwujudkan topik yang koheren dan terpercaya. Guna menarik perhatian publik dan kepercayaan masyarakat Jatim. Dapat dilihat pada wacana :

Jendral Santri
H. Haris Sudarno
Calon gubernur Jawa Timur 2008-2013
Memimpin untuk melayani
·      Menerima ucapan selamat dari Jendral Try Sutresno
·      Terkenal sebgai jendral santri dan sering berkunjung ke pesantren
·      Menjadi imam sholat berjamaa
·      Peduli lingkungan, saat jadi pangdam V/ Brawijaya, menanam sejuta pohon
                                                                           Kode:(3/S/W1)


Penggunaan kalimat ”memimpin untuk melayani” beserta subtopik ”jendral santri” dan fakta-fakta yang mengambarkan subtobik yang kebenaranya masih diragukan. Hanya untuk memanipulasi bahasa untuk menarik massa dari masyarakat khususnya umat muslim. Karena sebagian umat muslim memiliki kecederungan lebih mempercayai dan memilih pemimpin yang berkatagori ulama atau yang didukung oleh para ulama. Kesimpulanya pemakaian elemen tematik pada wacana ini, sama halnya pada wacana kampanye yang lain. Hanya sebuah  upaya memanipulasi bahasa.

Elemen tematik juga digunakan pada wacana kampanye pasangan Cagub dan Cawagu, Dr. H. Soekarwo dan Drs. Saifullah Yusuf. Dimana ditemukan topik dan subtopiknya sangat releven. Serta juga didukung oleh fakta-fakta yang mendukung subtopik. Dalam wacana kampanye ini topik utama yang hendak disampaikan adalah ”program kerja KARSA” sedangkan subtopik yang dijelaskan adalah ”alokasi anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) untuk kepentingan langsung masyarakat diberbagai bidang meliputi pendidikan, kesehatan, penyedian lapangan kerja, rekontruksi lingkungan hidup.dll”. Begitu juga fakta-fakta yang mengambarkan subtopik juga digambarkan, dapat dilihat pada penggunaan foto-foto ”pendidikan di SD”, ”para petani di ladang” dll. Dimana digunakan untuk menyampaikan pada masyarakat, jika Soekarwo dan Saifullah  terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur Jatim. Maka akan melakukan program-program kerja sesuai dengan kehendak rakyat yang diispirasikan melalui komunikasi KARSA. Dapat dilihat pada wacana :

Program kerja KARSA
Program kerja KARSA adalah program kerja tahun 2008-2013 jika karsa diberi amanah rakyat Jatim. Program kerja ini semata-mata kami sampaikan kerena ini adalah hak masyarakat untuk mengetahui apa yang akan menjadi kewajiban kami jika amanat itu diberikan ke kami. Dari berbagai sumber baik masukan langsung melalui surat, sms, ataupun survai lapangan. Kami mendapat mendapat berbagai masalah di Jawa Timur, yang sangat komplek, yang harus diselesaikan dalam masa pemerintahan daerah yang akan datang. Program kerja ini hanya kesimpulan atau resume dari persoalan utama di Jawa Timur. Yang kami sampaikan dalam forum yang terbatas ini, tentu saja untuk detailnya kami akan sampaikan pada kesempatan lain yang lebih memungkinkan.
Program kerja KARSA
1.      alokasi anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) untuk kepentingan langsung masyarakat diberbagai bidang meliputi pendidikan, kesehatan, penyedian lapangan kerja, rekontruksi lingkungan hidup.
2.      Pengamanan demokrasi partisipatoris dengan meningkatakan partisipasi masyarakat dalam berbagai isu pembangunan.
3.      Harmonisasi kehidupan masyarakat yang pluralis baik dari segi agama, budaya, ekonimi, ataupun politik.
4.      Pembenahan layanan publik dengan mengedepankan aparat atau birokrasi yang kapabel, bersih, dan berwibwa.

Pakde Karwo (Dr. H. Soekarwo) dan Gus Ipul ( Drs. Saifullah Yusuf)
Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim Periode 2008-2013.
                                                                           Kode:(49/K/JP)


            Kesimpulanya dari penggunaan kalimat ” Program kerja KARSA” sebagai tobik utama. Kalimat ”alokasi anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) untuk kepentingan langsung masyarakat diberbagai bidang meliputi pendidikan, kesehatan, penyedian lapangan kerja, rekontruksi lingkungan hidup, dll” sebagai subtopik. Serta pemakaian gambar ”pendidikan di SD”, ”para petani di ladang” dll, sebagai fakta-fakta untuk mendukung subtobik. Untuk mengambarkan topik berita yang sangat relevan dan dapat dipercaya kebenaranya. Tentunya dengan tujuan untuk menarik keyakinan dan kepercayaan masyarakat, atas pencalonan Pakde Karwo dan Gus Ipul. Guna menarik masa dan dukungan suara masyarakat Jatim. Jadi sama halnya dengan wacana kampanye yang lain. Pemakaian elemen tematik pada wacana ini hanya untuk memanipulasi bahasa.


4.1.2 Kata Ganti
Pada dasarnya wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Memiliki elemen kata ganti yang imajinatif untuk menciptakan komunitas dan aliansi, dengan memanipulasi bahasa. Pilihan kata yang digunakan juga sertategis dan dapat menarik massa secara terselubung. Satu diantaranya dapat dilihat pada wacana kampanye kandidat Pilgub, H. Bagus Ali Junaidy :

Bersama yang Muda Kita Bisa
Cagub Jatim 2008 -2013
H. Bagus Ali Junaidy
(gus jun)
                                                        Kode:(4/S/J1)

Wacana ini tampak komunikator dengan sengaja mengunakan kata ganti ”kita” untuk menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta untuk menggurangi kritik, dan oposisi kepada diri sendiri. Berbeda jika komunikator mengunakan kata ganti ”kami’’ maka akan memberikan jarak antara komunikator dan khalayak, serta akan memutuskan hubungan dengan masyarakat. Dapat disimpulkan penggunaan kata ganti ”kita” hanya untuk memanipulasi bahasa. Untuk mendapatkan dukungan massa dari masyarakat Jawa Timur secara terselubung. Karena pemakaian kalimat ”Bersama yang Muda Kita Bisa” memiliki implikasi menumbuhkan rasa saling  memiliki.

Pemakaian kata ”kita” juga dapat menguragi kritik, karena dengan pemakaian kata ”kita” pada  kalimat  ”Bersama yang Muda Kita Bisa”. Seakan mengambarkan bahwa keputusan untuk mencalonkan kandidat muda, juga merupakan aspirasi masyarakat. Jadi jika nanti Gus Jun terpilih sebagai Gubernur Jatim, dan tidak berhasil menjalankan tugas-tugasnya. Maka akan mengurangi kritik, karena dengan pemakaian kata ”kita” seakan mengambarkan tugas Gus Ipul juga menjadi tanggung jawab masyarakat Jatim. Jadi dapat disimpulkan upanya ini merupakan praktik manipulasi bahasa. Guna menumbuhkan simpati dan menarik dukungan suara dari masyarakat Jatim.


Elemen kata ganti ”kita” juga digunakan pada wacana kampanye kandidat Pilgub, Dr. H. Soenarjo. Msi :


Dr. H. Soenarjo.Msi
Wakil Gubernur Jawa Timur
Berkerja Demi Rakyat Kita Membangun Jawa Timur

                                                        Kode:(5/S/K4)


Dalam hal ini komunikator mengunakan kata ganti ”kita” pada kalimat ”Berkerja Demi Rakyat Kita Membangun Jawa Timur”. Juga untuk memanipulasi bahasa guna menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta untuk menggurangi kritik, dan oposisi kepada diri sendiri. Karena kata ganti ’’kita’’ digunakan jika pembicara ingin mengikutsertakan orang (khalayak) yang diajak berbicara (Soekono:174). Dengan tujuan jika nanti Soenarjo terpilih sebagai Gubernur Jatim. Jika tidak berhasil mewujudkan programnya untuk membagun Jawa Timur. Dia akan terlepas dari kritik karena kalimat ”Berkerja Demi Rakyat Kita Membangun Jawa Timur” mengandung makna terselubung. Bahwa program yang direncanakan pada masa kampanye bukan semata tugas Soenarjo. Namun secara tidak langsung juga tugas seluruh masyarakat Jawa Timur.
Selain itu juga untuk menumbuhkan solidaritas antara masyarakat dan Soenarjo. Sebab dengan pemakaian kata ”kita” secara tidak langsung memiliki implikasi menumbuhkan rasa kebersaman dan saling memiliki. Dimana seakan-akan apa yang dikatakan komunikator juga menjadi kenyakinan publik. Jadi dapat disimpulkan pemakaian elemen kata ganti pada wacana di atas. Merupakan upaya komunikator untuk memanipulasi bahasa, guna menarik massa, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim.


Komunikator dalam wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008.  Memang cukup kreatif dalam mengunakan kata ganti. Penggunaan elemen kata ganti bentuk jamak ”kita” cukup diminati. Untuk mejaring massa agar memilih kandidat yang dicalonkan dalam wacana kampanye tersebut. Dapat dilihat pada wacana kampanye kandidat Pilgub, Dr. H. Soenarjo, Msi :
           
Kita Bela Wong Cilik
Kita Emong Wong Cilik
H. Soenarjo
                                                                           Kode:(15/S/S)          


Elemen kata ganti ’’kita’’memang secara disengaja digunakan untuk memanipulasi bahasa. Untuk menarik massa, simpati, dan perhatian publik khusunya rakyat kecil (miskin). Terbukti dalam wacana di atas diikuti kalimat ”Bela Wong Cilik ” dan  Emong Wong Cilik ” dimana tujuan diarahkan lebih merujuk pada rakyat kecil. Karena dengan pemakaian kata ganti ”kita” dapat menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik. Dimana seakan mengambarkan apa yang menjadi pikiran komunikator juga menjadi pikiran khalayak, yang memiliki implikasi menumbuhkan rasa kekeluargaan dan saling memiliki diantara khalayak dengan Soenarjo.
Dimana kata ganti ”kita” dipakai untuk mengambarkan pada masyarakat, jika Seonarjo terpilih sebagai Gubernur Jatim, maka akan melindungi dan membahagiakan rakyat. Jadi dapat disimpulkan pemakaian elemen kata ganti pada wacana ini juga merupakan praktik manipulasi.  


Elemen kata ganti kiranya sangat produktif digunakan oleh komunikator wacana kampanye Soenarjo. Dimana dalam wacana kampanye pilgubnya, elemen kata ganti sering kali digunakan. Dapat dilihat pada wacana :


Dr. H. Soenarjo, M. Si
Wakil gubernur/ ketua BNP Jatim
Kami sepakat bahwa narkoba mencelakakan jiwa untuk itu kami wajib memberantasnya
                                                                           Kode:(42/KJP)        

Dari hal ini penggunan elemen kata ”kita” pada wacana di atas, tentunya bukan semata karena kebetulan. Namun secara disegaja digunakan komunikator untuk menarik perhatian publik, aliansi, solidaritas, serta untuk mengurangi kritik. Sebab pemakaian kata ganti ”kita”  pada wacana di atas mempunyai implikasi menumbuhkan rasa saling memiliki dan kekeluargaan antara Soenarjo dengan masyarakat.  Untuk memberantas kasus narkoba, dan jika pun nanti Soenarjo tidak dapat menjalankan program tersebut dia tidak akan menuai kritik. Karena dengan pemakaian kata ”kita” mengambarkan program tersebut juga tanggung jawab masyarakat. Kiranya dapat disimpulkan pemakaian kata ”kita” pada wacana ini, juga merupakan praktik manipulasi bahasa. Untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim.  


Dalam wacana kampanye pasangan Soekarwo dengan Saifullah,  ditemukan komunikator juga mengunakan elemen kata ganti. Tepatnya pada kalimat ”Calon gubernur dan wakil gubernur kita !!!”.  Sebab dengan pemakaian kata ganti ”kita” dapat menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta mengurangi kritik dan oposisi (hanya) diri-sendiri. Karena dengan pemakaian kata ganti ”kita” dapat menumbuhkan solidaritas antara khalayak dengan komunikator, mengenai pemikiran bahwa Soekarwo dan Saifullah merupakan dukungan bersama. Dimana seolah-olah pemikiran komunikator juga merupakan pikiran khalayak. Meskipun ada kemungkinan tidak semua khalayak memiliki pendapat dan sikap seperti yang ditujukkan komunikator. Dapat dilihat pada wacana :

Selamat dan sukses
Calon gubernur dan wakil gubernur kita !!!
Pakde karwo dan Gus ipul
Ketua umum PAN Soetrisno Bachir
                                               Kode:(45/SP/S)



Selain itu pemakaian kata ”kita” juga dapat mengurangi kritik. Sebab jika nanti Soekarwo dan Saifullah gagal dalam menjalankan tugas dan program-program sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim, maka dapat mengurangi kritik. Sebab dengan pemakaian kata ”kita” seakan mengambarkan bahwa pencalonan mereka juga merupakan inspirasi dari masyarakat Jatim. Bukan semata kemauan mereka, jadi masyarakat secara tidak langsung juga mempunyai tanggung jawab jika mereka gagal menjalankan tugas sebagai Gubernur Jatim. Maka dapat dipastikan pemakaian elemen kata ganti pada wacana ini juga merupakan praktik manipulasi bahasa.  Tentunya guna menumbuhkan dukungan suara dan simpati dari masyarakat Jatim khususnya dari pendukung PAN.


Elemen kata ganti juga ditemukan pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono. Tepatnya pada pemakaian kata ”Gubernurku”, sebab merupakan praktik manipulasi bahasa. Guna menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta mengurangi kritik dan oposisi (hanya) kepada diri-sendiri. karena dengan pemakaian kata ”Gubernurku” dapat menumbuhkan aliansi dan solidaritas antara khalayak dengan Sutjipto. Serta dapat mengurangi kritik, jika nanti Sutjipto gagal dalam menjalankan tugas sebagai Gubernur Jatim. Dimana dengan pemakaian kata ”Gubernurku” seakan mengambarkan yang memilih Sutjipto adalah rakyat Jatim, bukan semata kehendak Sutjipto. Dapat dilihat pada wacana :

Ir. H. Sutjipto Soedjono

Calon gubernurku
                                                                           Kode:            (38/S/B)


Pemakaian kata ”Gubernurku” juga merupakan upaya komunikator untuk menghilangkan batasan antara komunikator dengan khalayak. Dengan tujuan menubuhkan komunitas antara komunikator dengan khalayak. Karena dengan pemakaian kata ganti ”kita”, apa yang menjadi sikap komunikator seolah-olah juga menjadi sikap khalayak. Jadi dapat disimpulkan pemakaian elemen kata ganti pada wacana ini, juga merupakan praktik manipulasi bahasa. Tentunya guna menumbuhkan massa, simpati, dan dukungan dari masyarakat Jatim.


Praktik manipulasi bahasa dengan pemakaian elemen kata ganti juga dilakukan komunikator pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono. Dapat dilihat pada pemakaian kata ”warga” pada kalimat ”warga mendukung”, sebab dapat menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta mengurangi kritik, dan oposisi (hanya) kepada diri-sendiri. Karena dengan pemakaian kata ”warga” dapat menumbuhkan solidaritas  dan aliansi antara Sutjipto dengan masyarakat Jatim. Dimana pemakaian kata ”warga” seakan-akan mengambarkan masyarakat sangat mendukung pencalonan Sutjipto sebagai Gubernur Jatim. Dapat dilihat pada wacana :

Calon gubernur sing disenengi rakyat
Ir. H. Sutjipto Soedjono
Warga mendukung

Calon gubernur jatim

2008-2013
                                                        Kode:            (35/S/K3)


Selain itu pemakaian elemen kata ganti pada wacana ini, juga merupakan upaya komunikator untuk menghilangkan oposisi. Sebab dapat mengambarkan bahwa Sutjipto merupakan panutan, tokoh yang diidolakan, dan didukung oleh masyarakat Jatim. Jadi dapat disimpulkan ini juga merupakan praktik manipulasi bahasa untuk menarik massa dan perhatian publik, guna mendapat dukungan dari masyarakat Jatim.



4.1.3 Leksikon
Penggunaan elemen leksikon pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya, juga dilakukan oleh komunikator. Dalam hal ini pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Dimana pemilihan kata yang dipakai tidak semata karena ketepatan. Tetapi secara ideologis menujukkan pemaknaan komunikator terhadap fakta, suatu peristiwa atau objek. Dimana menurut Albertine, setiap tulisan (teks) mengandung intelektual dari penulisnya (Munawar :78). Dapat dilihat pada wacana kampanye kandidat Pilgub, Dr. H. Soekarwo :

Pakde Karwo
Wong Cilik Makmur Barsama Pakde
·      Awal Tonggak Sebuah Perubahan Jawa Timur yang Lebih Baik
·      Pakde Bangkit Bersama Masyarakat Jawa Timur
                                                             Kode:(22/I/PJ)


Pada wacana ini pemilihan kata  Pakde” yang memilik kata lain ”paman” tidak semata karena kebetulan. Tapi komunikator secara sengaja untuk mengunakanya. Dimana pemahaman komunikator tentang kata ’’pakde’’ lebih memiliki dampak untuk menumbuhkan solidaritas, kekeluarngaan dengan khalayak dibandingkan kata ’’Paman’’. Juga pada pemilihan kata ’’makmur’’ yang memiliki kata lain ’’Bahagia’’ dan ’’Sejahtera’’. Dipilih juga karena memiliki makna kebahagian dan kesejahteraan (bersifat jamak) bagi seluruh masyarakat Jawa Timur. Begitu halnya pilihan kata ’’Bangkit’’ yang memiliki kata lain ’’Bangun’’ dan ’’Berdiri’’. Dipilih karena komunikator ingin mengambarkan semagat besar Pakde Karwo untuk membagun Jawa Timur kepada khalayak. Karena kata ’’Bangkit’’ lebih memiliki makna dan rasa, tekat besar Pakde Karwo untuk merubah dan membangun Jawa Timur.
Begitu juga pada pilihan kata ’’Bersama’’ yang memiliki kata lain ’’Dengan’’ dan ’’Bareng’’. Digunakan karena komunikator ingin mengambarkan pada khalayak. Jika  Pakde Karwo terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur, maka akan mengajak seluruh masyarakat Jatim untuk bangkit dari keterpurukan yang ada sebelumnya. Tentunya dengan tujuan untuk menarik kepercayan publik terhadap Pakde Karwo. Jadi dapat disimpulkan penggunaan kata ’’Pakde, Makmur, Bangkit, dan Bersama’’ hanya untuk memanipulasi bahasa. Untuk mendapatkan dukungan suara pada saat Pilgub pada tanggal 23 Juli 2008.


Pemilihan kata pada wacana kampanye H. Haris Sudarno. Juga tidak semata karena kebetulan tapi secara disegaja digunakan. Selain itu semua juga merupakan gambaran ideologis komunikator. Untuk menarik simpatik, massa, dan perhatian publik masyarakat Jawa Timur. Dapat dilihat pada wacana  :

H. Haris Sodarno
Jendral Santri
Memimpin Untuk Melayani
Cagub Jatim 2008-2013
                                                        Kode: (31/S/D)



Dapat dilihat pemilihan kata ’’santri’’ yang memiliki kata lain ’’muslim’’ dan ’’Islam’’ tidak hanya sebuah kebetulan. Tapi mengambarkan ideologis komunikator tentang kata ’’santri’’. Dan digunakan karena kata ’’santri’’ lebih familiar digunakan dikalangan pesantren. Untuk mengambarkan pada khalayak bahwa Haris adalah seorang jendral, pemimpin  muslim. Ini dikarenakan umat muslim mempunyai kecederungan memilih dan mendukung pemimpin muslim, apa lagi dia juga mendapat dukungan dari para ulama. Dan kenyataannya Haris sering berkujung ke pesantren untuk memintak dukungan para ulama untuk maju sebagai kandidat Pilgub di Surabaya.
Begitu halnya penggunaan kata ’’melayani’’ yang memiliki kata lain ’’mengabdi’’ dan ’’bekerja’’. Digunakan karena komunikator paham bahwa kata ’’melayani’’ lebih menyentuh perasaan. Karena kata ’’melayani’’ seakan mengambarkan seluruh waktu, tenaga, jiwa, dan raga Haris tercurahkan sepenuhnya untuk rakyat Jawa Timur meski tampa pamrih. Tentunya jika dia terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur. Kesimpulanya pemilihan kata ’’santri’’ dan ’’melayani’’ digunakan hanya untuk memanipulasi bahasa. Untuk menarik simpatik, dukungan dari masyarakat Jawa Timur khususnya umat Islam. 


Sama halnya dengan wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Manipulasi bahasa untuk menarik massa, simpatik, dan perhatian publik umat Islam, dengan mengunakan elemen leksikon. Juga dilakukan oleh komunikator, dapat dilihat pada wacana :

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa
H. Soenarjo
Wakil gubernur /Ketua Badan Amil Zakat
Bismilah hirohman nirrohim
                                                        Kode: (12/S/S)



Pemilihan kata ’’menunaikan’’ yang memiliki kata lain ’’menjalankan’’ dan ’’melaksanakan’’.  Karena komunikator memahami bahwa kata ’’menunaikan’’ sangat familier bagi umat islam, selain itu juga lebih memiliki rasa santun, sering digunakan pada sambutan bulan ramadan dan islami jika dibaca. Guna mengambarkan pada masyarakat bahwa Soenarjo adalah cagub yang sangat peduli islam dan beriman. Dengan tujuan untuk menarik massa dan perhatian publik khususnya umat Islam. Apalagi waktu penggunaanya  bertepatan pada bulan ramadan, saat umat Islam menjalankan ibadah puasa. Karena penggunaan kata ’’menunaikan’’ diikuti kalimat ’’ibadah puasa’’. Jadi dapat disimpulkan penggunaan kata ’’menunaikan’’ hanya untuk menarik massa dan dukungan suara umat Islam bagi Soenarjo.


Elemen leksikon juga dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Dimana pemilihan kata ”bela” yang memiliki kata lain ’’dukungan’’ dan ’’lindungi’’. Digunakan komunikator karena kata ’’bela’’ lebih memiliki makna heperbola yang lebih menarik perhatian publik. Karena komunikator ingin mengambarkan bahwa Soenarjo akan selalu melindungi dan medukung masyarakat Jawa Timur dengan sepenuh jiwa dan raga.
Begitu halnya pemilihan kata ’’emong’’ yang memiliki kata lain ’’mengasuh’’ dan ’’merawat’’. Digunakan karena lebih mengena pada masyarakat suku jawa. Dan tentunya hanya untuk memanipulasi bahasa, untuk mengambarkan bahwa Soenarjo akan merawat dan mengasuh seluruh rakyat Jawa Timur khususnya suku jawa. Jadi dapat disimpulkan pemilihan kata ’’bela’’ dan ’’emong’’ hanya semata untuk menarik perhatian, massa, dan dukungan dari masyarakat Jawa Timur khusunya yang bersuku jawa. Dapat dilihat pada wacana :  

Kita Bela Wong Cilik     
Kita Emong Wong Cilik
H. Soenarjo    
                                                                           Kode: (14/S/S)


Lagi-lagi pemilihan kata (leksikon) juga ditemukan pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya, tepatnya pada wacana kampanye Dr. H.Soekarwo. Dapat dilihat pada wacana:

APBD Untuk Rakyat
Dr. H. Soekarwo
Calon Gubernur Jawa Timur
2008-2013
Relawan Peduli Kemiskinan
                                                               Kode: (17/S/K2)

Pada wacana di atas, komunikator dengan segaja mengunakan kata ’’relawan’’ yang memiliki kata lain ’’penyumbang’’. Karena kata ’’relawan’’ lebih memiliki makna seorang penyumbang yang selalu penduli pada kemiskinan dan kekurangan rakyat miskin. Guna menyampaikan kepada khalayak bahwa pakde karwo adalah seorang donatur yang akan selalu peduli dan perhatian pada rakyat Jawa Timur khususnya rakyat miskin. Untuk memanipulasi bahasa agar mendapat massa, dan dukungan publik khususnya masyarakat kurang mampu.
Sedangkan pilihan kata ’’peduli’’ yang memiliki kata lain ’’perhatian’’ dan ’’simpatik’’ lebih digunakan. Karena kata ’’peduli’’ lebih memiliki rasa kuat untuk mengambarkan perhatian seorang pada kemiskinan dibandingkan kata ’’perhatian’’ dan ’’simpatik’’. Begitu halnya pemilihan ’’APBD’’ karena komunikator ingin menyampaikan pada khalayak bahwa APBD akan dikhususkan pada masyarakat Jawa Timur, guna menanggulagi kemiskinan. Tentunya jika nanti pakde karwo terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur 2008-2013.

Pada dasarnya elemen leksikon memang banyak digunakan pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Begitu halnya wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Elemen leksikon juga ditemukan pada wacana kampanye, Dr. H. Soekarwo. Dapat dilihat pada wacana :


APBD untuk Rakyat
Dr. H. Soekarwo
Pakde Karwo
Calon Gubernur Jawa Timur
2008-2013
Asosiasi kepala desa Jatim
                                               Kode: (19/S/K2)



Penggunaan elemen leksikon pada wacana di atas, tepatnya pada pemilian kata ’’asosiasi’’ yang memiliki kata lain ’’persatuan’’, ’’perkumpulan’’, dan ’’persekutuan’’. Pasti bukan semata karena ketepatan, namun secara ideologis mengambarkan arah pemikiran komunikator. Dimana kata ’’asosiasi’’ lebih memiliki rasa politis dan intelektual, guna menyampaikan pada khalayak bahwa Soekarwo akan mempersatukan dan memperhatikan nasib para kepala desa di Jawa Timur. Jadi dapat dipastikan bahwa penggunaan elemen leksikon pada wacana ini, hanya untuk memanipulasi bahasa. Guna menarik simpati, massa, dan dukungan masyarakat Jawa Timur khususnya kepala desa di Jatim. Tentunya dengan tujuan untuk memermudah pembentukan timsukses di  daerah-daerah Jawa Timur.


Elemen leksikon lagi-lagi ditemukan pada wacana kampanye, Dr. H. Soenarjo, Msi. Dimana pemilihan kata ’’wahana’’ yang memiliki kata lain ’’tempat’’, ’’alat’’, dan ’’pengangkut’’. Digunakan komunikator tentunya bukan semata karena kebetulan, tapi merupakan gambaran ideologis komunikator untuk menekankan pada khalayak. Bahwa Soenarjo hendak mengajak masyarakat Jawa Timur untuk mendidik dan merintis genarasi muda melalui pramuka. Selain itu kata ’’wahana’’ juga lebih sering digunakan pada wacana yang berhubungan dengan pramuka. Dapat dilihat pada wacana :


Pramuka sebagai
Wahana Pembagunan Generasi Muda
Dr. H. M. Soenarjo
Ketua Kwarda Jatim
Satyaku Kudarmakan Darmaku Kubaktikan
                                               Kode:(10/B/N)



Sama halnya pemakaian elemen leksikon pada wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Pemilihan kata ’’wahana’’ juga tidak terlepas dari tindak manipulasi bahasa, untuk menarik simpati, massa, perhatian publik khususnya anggota pramuka di seluruh Jawa Timur. Apa lagi saat ini Soenarjo juga bertepatan menjabat sebagai ketua Kwarda Jatim. Jadi langkah dan metode ini sangat menyakinkan dan sangat mungkin digunakan untuk meraub suara dari anggota pramuka Jatim.


Tidak berbeda dengan wacana kampanye Pilgub yang lain. Wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono juga mengunakan elemen leksikon. Dapat dilihat pada pemilihan kata ’’jujur’’ yang memiliki kata lain ’’tulus’’ dan ’’terbuka’’, serta pada pemilihan kata ’’makmur’’ yang memiliki kata lain ’’sejahtera’’ dan ’’bahagia’’. Sebab pemilihan kata ini bukan semata karena ketepatan, namun secara ideologis menujuk pemaknaan komunikator pada realitas, dalam hal ini makna sebuah kata di masyarakat. Dimana  kata ’’jujur’’ dan ’’makmur’’ lebih familiar dan lebih menarik perhatian khalayak. Sebab orang jujur pasti terbuka dan tulus, namun belum tentu orang terbuka akan jujur. Pemakaian kata ’’makmur’’  karena lebih mengambarkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat Jatim. Dapat dilihat pada wacana :

Ir. H. Sutjipto Soedjono
Calon Gubernur Jatim
Gubernur`e jujur
Rakyat’e makmur
                                                        Kode:(37/S/R)




Pemilihan kata ”jujur” dan ’’makmur’’ pada wacana di atas. Tentunya juga bukan semata-mata karena kebetulan, namun secara disegaja digunakan oleh komunikator. Dapat disimpulkan ini juga  merupakan praktik manipulasi bahasa yang dilakukan oleh komunikator. Dengan tujuan untuk menarik dukungan suara dan simpati dari masyarakat Jatim.


Praktik manipulasi bahasa melalui pemakaian elemen leksikon juga digunakan pada wacana kampanye pasangan Dr. H. Soekarwo dan Drs. H. Saifullah Yusuf. Tepatnya pada pemilihan kata ”nasionalis” yang memiliki kata lain ”patriot”, dan pemilihan kata ”religius” yang juga memiliki kata lain ”saleh”. Sebab digunakan bukan semata karena ketepatan, namun secara ideologis menujukkan bagaimana pemaknaan komunikator terhadapa realitas atau fakta. Dimana kata ”nasionalis” lebih memiliki makna bahwa Soekarwo memiliki jiwa nasionalis, dan lebih familier digunakan di masyarakat. Sedangkan pemilihan kata ”religius” karena lebih ilmiah dan lebih familier dari pada kata ”saleh”. Dapat dilihat pada wacana :

Mohon do’a restu
Pasangan nasionalis-religius
Cagub- cawagub Jatim 2008-2013
Dr. H. Soekarwo

Drs. H. Saifullah Yusuf

Pakde karwo   Gus Ipul
                                                        Kode: (46/SP/K5)


Selain itu pemakaian kata ”nasionalis”  dan ”religius” juga untuk mengambarkan pada khalayak, bahwa kualisi Soekarwo dan Saifullah adalah perpaduan antara sosok nasionalis dan religius. Dimana sagat tepat dan cocok untuk menjabat sebagai Gubernur Jatim. Guna mempengaruhi perhatian dan mental khalayak dengan tujuan untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim. Jadi dapat disimpulkan pemakaian elemen leksikon pada wacana ini juga merupakan praktik manipulasi bahasa.

4.1.4 Grafis
Elemen grafis dalam wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Juga digunakan oleh komunikator setiap kandidat pilgub. Dimana mucul lewat tulisan yang dibuat lain dari tulisan yang lain. Diantaranya lewat pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawa, foto, pemberian warna, dan huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar. Dapat dilihat pada data kampanye Dr. H. Seonarjo, Msi :


 







                                                               Kode:(1/S/S)

Dari data di atas dengan jelas penulisan kalimat ’’Bersama Rakyat Kita Membangun Jawa Timur’’ dengan dicetak huruf tebal, ukuran lebih besar. Tidak semata karena estetika saja, tapi juga untuk menojolkan kepada khalayak pentingnya bagian tersebut. Karena komunikator menginginkan khalayak menaruh perhatian yang lebih pada bagian tersebut. Guna menjelaskan program Soenarjo, akan berkerja dan membangun Jawa Timur untuk rakyat Jawa Timur. Guna memanipulasi bahasa agar mendapat massa, simpati, dan dukungan masyarakat Jawa Timur.
Begitu juga penggunaan foto anak SD, kota metropolis, petani, gunungan (wayang kulit). Digunakan untuk memperkuat dan memerjelas,  sebagai fakta-fakta dari program ”Bersama Rakyat Kita Membangun”. Bahwa jika soenarjo terpilih sebagai gubernur akan membangun dan mengembangkan kota metropolis, pertanian, perkebunan, pendidikan, dan kebudayaan. Tidak terlepas penggunaan foto Soenarjo dan penulisan nama ’’Dr. H. Seonarjo,Msi’’ yang ditulis dengan huruf besar dan diberi warna putih. Digunakan untuk memperjelas biografi Soenarjo kepada khalayak. Agar tidak terjadi kesalahan pada saat pemungutan suara nanti.
Dapat disimpulkan penggunaan elemen grafis pada wacana di atas, hanya untuk memanipulasi bahasa agar menarik perhatian publik untuk membaca. Karena elemen grafis dapat memberikan efek kongnitif, dalam artian ia dapat mengkontrol perhatian dan ketertarikan secara itensif dan menujukkan apakah suatu informasi itu dianggap penting dan menarik. Sehingga harus dipusatkan dan difokuskan (Erianto:258).  


Sama halnya pada wacana kampanye H. Haris Sudarno. Penggunaan elemen grafis terlihat pada pemakaian kalimat ’’Memimpin Untuk Melayani’’ dengan dicetak huruf miring, huruf tebal, ukuran yang lebih besar, dan pemberian warna hijau muda. Tidak semata karena ketepatan atau hanya estetika. Tetapi komunikator ingin menojolkan kepentingan bagian itu kepada khalayak, dengan menarik perhatian publik untuk mau membaca.  Guna menyampaikan program Haris  menjadi pemimpin untuk melayani masyarakat Jawa Timur. Penulisan nama ’’H. Haris Sudarno’’ dengan dicetak huruf tebal, lebih besar dari yang lain, dan pemberian warna hitam. Digunakan untuk memerjelas kepada khalayak tentang biografi Haris. Hal ini juga didukung dengan penggunaan foto Haris yang berpeci hitam. Yang digunakan juga untuk memperkuat atas penggunaann kalimat ’’jendara santri’’ yang dicetak dengan huruf miring.
Elemen grafis pada wacana ini digunakan hanya untuk menyampaikan kepada khalayak, bahwa Haris adalah seorang pemimpin muslim yang akan mengabdi sepenuhnya pada masyarakat Jawa Timur. Ini pun didukung dengan penggunaan foto-fota Haris saat berkujung ke pesantren dan menjadi imam sholat berjamaa. Kesimpulanya pemakaian elemen grafis dalam wacana ini, hanya untuk memanipulasi bahasa untuk menarik perhatian publik agar mau membaca. Agar maksud dan tujuan komunikator dapat tersampaikan. Tentunya untuk mendapat massa, dan dukungan suara dari masyarakat Jawa Timur, khususnya umat Islam. Dapat dilihat pada data berikut:





 



                                                               Kode:(2/S/W1)

Pemakaian elemen grafis juga dilakukan komunikator, pada wacana kampanye Dr. H. Soekarwo. Dapat dilihat pada data berikut :



 





                                                               Kode:(3/S/B)

Pada wacana ini pemakaian kalimat ’’APBD Untuk Rakyat’’ yang dicetak dengan huruf tebal, lebih besar dari yang lain, dan pemberian warna hitam. Tentu bukan semata karena kebetulan, tapi komunikator mengunakannya guna memanipulasi bahasa agar menarik perhatian khalayak untuk mau membaca. Karena bagian itu tentunya dianggab paling penting dalam wacana ini. Agar pesan dan program pakde karwo, jika terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur, APBD akan diperuntukkan bagi rakyat, tersampaikan pada rakyat khususnya masyarakat miskin. Dapat dilihat pada penggunaan kalimat ’’Makmur Bersama Wong Cilik’’ dan didukung dengan pemakaian foto-foto Soekarwo saat melakukan kegiatan sosial. Sebagai fakta-fakta guna memerkuat pesan utama dan maksud yang ingin ditojolkan pada khalayak. Tentunya guna menarik perhatian publik, massa, dan dukungan masyarakat pada Soekarwo.
Begitu halnya penulisan nama ’’Dr. H. Soekarwo’’ yang dicetak dengan huruf tebal, dan pemberian warna hitam. Serta penggunan kalimat ’’pakde karwo’’ yang dicetak dengan huruf tebal, dan pemberian warna merah. Dipakai komunikator bukan karena semata kebetulan. Tetapi lebih untuk menarik khalayak untuk memahami biografi Soekarwo yang lebih dikenal dengan sebutan ’’pakde karwo’’. Agar tidak terjadi kesalahan saat pemberian suara pada saat pemilu nanti. Jadi sama halnya dengan wacana kampanye yang lain. Pemakaian grafis pada wacana ini juga merupakan upaya untuk memanipulasi bahasa.


Wacana kampanye, H. Djoko Subroto, S, Ip juga tidak terlepas dari penggunan elemen grafis, dapat dilihat pada pemakaian kalimat ’’Jatim Joss’’. Dimana kata ’’Jatim’’ dicetak dengan huruf tebal, dan pemberian warna hitam. Serta kata ’’Joss’’ yang dicetak dengan Huruf miring, huruf tebal, dan pemberian warna putih. Tentu juga tidak semata karena ketepatan, tetapi digunakan komunikator untuk memanipulasi bahasa untuk menarik perhatian publik. Agar maksud dan tujuan dari program Djoko, untuk memwujudkan Jawa Timur yang kuat, maju, dan beriman, dapat tersampaikan pada khalayak. Untuk menarik massa dan dukungan masyarakat untuk memberikan suara pada Djoko.
Pejelasan biografi Djoko juga dilakukan oleh komunikator. Dimana digunakan untuk menyampaikan pada khalayak tentang biografi Djoko, agar tidak terjadi kesalahan pada saat pilgub pada tanggal 23 juli 2008. Dapat dilihat pada penulisan ’’H. Djoko Subroto, S, Ip’’ yang dicetak dengan huruf tebal, dan pemberian warna hitam, yang didukung dengan penggunaan foto Djoko. Digunakan untuk menarik perhatian pada  khalayak untuk mau membaca, dapat dilihat pada data berikut :



 








                                                                           Kode: (4/S/D)




Pemakaian elemen grafis juga ditemukan pada wacana kampanye, H. Bagus Ali Junaidy. Sama halnya wacana kampanye kandidat pilgub yang lain, dapat dilihat pada data berikut :






 



                                                                           Kode:(5/S/J1)           
Dari wacana di atas penggunaan elemen grafis, tampak pada kalimat ’’ Bersama yang Muda Kita Bisa’’ yang dicetak dengan huruf tebal, lebih besar dari yang lain, dan pemberian warna merah pada kata ’’Bersama yang muda’’ serta pemberian warna putih pada kalimat ’’kita bisa’’ . Disini digunakan komunikator bukan semata karena ketepatan dan estetika. Tapi lebih pada mengambarkan dan penyampaian maksud bahwa dengan yang muda (Djoko) yang masih memiliki semangat dan keberanian tinggi (tersirat pada kata ’’muda’’ dengan pemberian warna merah) kita bisa membangun dan membawa Jawa Timur  lebih maju, beradab, dan beriaman (tersirat pada kalimat ’’kita bisa’’ dengan pemberian warna putih). Apalagi Djoko juga terkenal sebagai ulama muda dapat dilihat pada penggunaan kalimat ’’gus jun’’. Dengan tujuan menarik perhatian publik untuk mau membaca bagian yang paling ditojolkan oleh komunikator dengan mengunakan elemen grafis. Agar maksud dari teks di atas tersampaikan pada khalayak. Guna mendapat simpatik, massa, dan dukungan masyarakat Jawa timur untuk memberikan suara pada pilgub nanti.
Tidak terlepas penulisan nama ’’H. Bagus Ali Junaidy’’ yang dicetak dengan huruf tebal, dan peberian warna hitam. Beserta pemakaian foto Bagus, tentu sama halnya pada wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Guna menyampaikan biografi H. Bagus Ali Junaidy pada khalayak agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian dukungan suara pada pilgub nanti. Dapat dipastikan pemakaian elemen grafis pada wacana di atas juga untuk memanipulasi bahasa. Guna menarik perhatian publik untuk mau membaca agar pesan dan maksud dari teks dapat tersampaikan pada khalayak. Tentu untuk mendapat simpanti dan dukungan suara saat pilgub nanti.
Begitu juga pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo, Msi. Dimana komunikator mengunakan elemen grafis pada kalimat ’’Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba’’ dengan dicetak huruf tebal, lebih besar dari yang lain, dan pemberian warna merah pada kata ’’jangan’’ dan ’’narkoba’’. Bukan semata karena ketepatan, tetapi lebih untuk penekanan pada khalayak bahwa bagian ini yang dianggap penting untuk dipahami, agar tersampaikan maksud tesk kepada khalayak. Dengan cara mengunakan elemen grafis agar khalayak mau membaca. Guna menyampaikan maksud bahwa Soenarjo sangat melarang untuk jangan mengakhiri hidup dengan narkoba (dapat dilihat dengan pemberian warna merah pada kata ’’jangan’’ dan ’’narkoba’’) meskipun akhirnya hidup juga akan mati.
Tidak terlepas penulisan nama ’’Dr. H. M. Soenarjo’’ yang dicetak dengan huruf tebal dan pemberian warna hitam. Beserta pemakaian foto Soenarjo, tentu sama halnya pada wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Guna menyampaikan biografi Dr. H. M. Soenarjo pada khalayak agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian dukungan suara pada pilgub nanti. Dapat dilihat pada data berikut:


 







                                                                           Kode:            (6/B/J1)           

Jadi dapat disimpulkan penggunaan elemem grafis pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Begitu halnya wacana kampanye Soenarjo, digunakan hanya untuk memanipulasi bahasa untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara pada saat pilgub pada tanggal 23 juli 2008.






4.1.5 Metafora

Sama halnya elemen teks yang lain. Elemen metafora juga ditemukan pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Misalnya pada penggunaan kiasan, peribahasa, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci. Dimana kesemuanya dipakai untuk memerkuat pesan utama, karena pemakaian metafora tertentu bisa menjadi petujuk utama untuk memahami makna sebuah teks. Dapat dilihat pada wacana kampanye, Dr. H. Achmady :


Bersama Mewujudkan Masyarakat Jatim yang Adil, Makmur, Sejahtra, Beradab dan Beriman
Lurahe Mojopahit
Dr. H. Achmady, Msi

                                                        Kode:            (27/S/D)


Di wacana ini tampak komunikator mengunakan elemen metafora pada kalimat ”Lurahe Mojopahit’’. Dimana merupakan peribahasa dan kata-kata kuno, yang menggadung arti seorang pemimpin kerajaan majapahit. Kenapa komunikator mengunakanya sebab ketepatan Achmady sebelum mencalonkan sebagai Pilgub Jawa Timur, dia mejabat sebagai Bupati Mojokerto. Dengan tujuan untuk menarik massa dan dukungan dari masyarakat Kabupaten Mojokerto.
Selain itu untuk menyampaikan dan mengambarkan pada khalayak, bahwa Achmady adalah seorang pemimpin yang layaknya memimpin kerajaan majapahit, yang kebesaranya terkenal sampai keujung dunia. Dimana nantinya akan diimplementasikan jika dia menjadi Gubernur Jawa Timur, dengan membangun  Jawa Timur untuk memwujudkan masyarakata adil, makmur, dan beradab. Tentu juga sebagai ladasan berpikir komunikator mengenai pendapat atas gagasan tertentu  untuk memperkuat pesan utama, dari programa Achmady untuk mewujudkan masyarakat Jatim yang adil, Makmur, sejahtra, beradab dan beriman.  Jadi dapat disimpulkan penggunaan elemen metafora pada wacana di atas. Hanya untuk memanipulasi bahasa guna menarik massa, dan dukungan masyarakat Jatim khususnya masyarakat Kabupaten Mojokerto.


Elemen metafora juga digunakan komunikator pada wacana kampanye, Dr. H. Soenarjo, Msi. Dapat dilihat pada wacana :

H. Soenarjo bapak`e dhewe
Calon Gubernur Jawa Timur
Badan narkotika Propensi Jawa Timur
                                                                           Kode:            (8/I/PJ)


Komunikator dalam wacana ini memakai elemen metafora, tepatnya pada kalimat ’’H. Soenarjo bapak`e dhewe’’ karena merupakan ungkapan sehari-hari yang berasal dari bahasa jawa, dimana menggadung maksud ayah kita. Disini komunikator mengunakanya sebagai ornamen dan bumbu dari sebuah berita. Guna menumbuhkan rasa kekeluargaan antara Seonarjo dan masyarakat Jawa Timur. Dengan memberikan bahasa kiasan bahwa Soenarjo seakan-akan adalah ayah dari seluruh masyarakat Jawa Timur.
Penggunaan metafora dalam wacana ini juga digunakan untuk mengambarkan tujuan Soenarjo dan untuk menarik massa, simpati masyarakat Jawa Timur. Dengan cara memanipulasi bahasa dengan mengunakan elemen metafora. 


Begitu pula pada wacana kampanye Dr. H. Soekarwo. Elemen metafora juga digunakan secara menarik dan kreatif oleh komunikator, untuk menarik massa, simpati dan perhatian publik. Dapat dilihat pada wacana :

Rawe-Rewe Rantas
APBD untuk Rakyat
Dr. H. Soekarwo
Pakde Karwo
Calon Gubernur Jawa Timur
2008-2013
                                                        Kode:            (20/S/K6)



Elemen metafora pada wacana diatas, digunakan komunikator pada kalimat ’’Rawe-Rewe Rantas’’ karena merupakan peribahasa, pepatah, dan petuah leluhur, yang menggadung arti bahwa segala rintang yang menghadang harus dihadapi untuk menuai tujuan. Tentunya digunakan komunikator juga sebagai landasan berpikir, alasan pembenaran atas pendapat atau gagasannya kepada publik. Guna untuk memperkuat pesan utama APBD untuk Rakyat, tersampaikan pada khalayak.
Kesimpulanya penggunaan elemen metafora pada kalimat ’’Rawe-Rewe Rantas’’ hanya untuk memanipulasi bahasa. Untuk mengambarkan pada khalayak bahwa apa pun yang akan menghadang, APBD akan tetap untuk rakyat. Tentunya jika nanti Soekarwo terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur. Tentu guna menarik dukungan suara masyarakat pada Soekarwo saat pilgub nanti.   


Sama halnya pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Dimana elemen metafora juga digunakan komunikator, tepatnya pada kalimat ’’Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba’’. Karena merupakan peribahasa yang berarti hidup ini memang akan menuju pada kematian tapi jangan mati karena narkoba. Dari penggunan metafora ini komunikator ingin menyampaikan dan mengambarkan pada khalayak bahwa Soenarjo ketua badan narkotika Jawa Timur sangat antusias untuk memberantas kasus-kasus narkotika. Untuk mendukung pesan utama bahwa Soenarjo adalah  Cagub Jawa Timur yang perhatian, peduli pada masyarakat, dan sangat berpengalaman dalam berorganisasi. Dapat dilihat pada wacana :

Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba
Dr. H. M. Soenarjo
Wakil Gubernur/ ketua BNP Jatim
                                                        Kode: (9/B/J1)


Maka dapat disimpulkan penggunaan elemen metafora pada wacana di atas, hanya untuk memanipulasi bahasa guna menyakinkan pada khalayak bahwa Soenarjo cocok dan tepat untuk menjadi Cagub Jawa Timur 2008-2013. Guna menarik dukungan dan simpati masyarakat Jawa Timur untuk memberikan dukungan suara pada pilgub pada tanggal 23 juli 2008.


Pemakaian elemen metafora, juga dapat dilihat pada wacana kampanye H. Djoko Subroto S,Ip. Tepatnya pada pemakaian kalimat ”sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain (Hr.Imam Thamrin)”. Sebab merupakan ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci, dimana dipakai untuk memperkuat pesan utama pada khalayak. Bahwa Djoko merupakan pemimpin yang memiliki pedoman seorang manusia yang baik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Dengan tujuan untuk menyampaikan pada khalayak bahwa Djoko adalah pemimpin yang cocok untuk menjabat sebagai Gubenur Jawa Timur. Dapat di lihat pada wacana :

Mayjen TNI (Pur)
H. Djoko Subroto S,Ip
Calon Gubernur Jatim
2008-2013
sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain (Hr.Imam Thamrin)
                                                                           Kode:(39/S/N)



Sama halnya pada wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Pemakaian elemen metafora pada wacana kampanye di atas, juga merupakan praktik manipulasi bahasa dari komunikator. Dengan tujuan untuk menarik massa dan simpati dari masyarakat Jatim, khususnya masyarakat umat muslim.


Pemakaian elemen metafora juga dapat dilihat pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono. Tepatnya pada pemakaian kalimat ’’gubernur`e jujur rakyat`e makmur’’. Sebab merupakan sebuah kiasan dari ungkapan sehari-hari dan merupakan petuah leluhur. Digunakan dengan tujuan untuk mengambarkan pada khalayak bahwa Sutjipto adalah orang yang jujur yang tepat untuk menjabat sebagai Gubernur Jatim, yang nantinya akan membawa Jatim kepada kemakmuran. Dapat dilihat pada wacana :

Ir. H. Sutjipto Soedjono
Calon Gubernur Jatim
Gubernur`e jujur
Rakyat`e makmur
                                               Kode:(37/S/R)



Dipastikan pula pemakain elemen metafora pada wacana di atas. Digunakan komunikator guna memanipulasi bahasa untuk menarik perhatian publik. Dengan tujuan untuk mendapat massa, simpati, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim. Jadi dapat disimpulankan penggunaan elemen metafora pada wacana di atas juga merupakan praktik manipulasi bahasa. 


Pemakaian elemen metafora juga dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Soekarwo. Dimana pemakaian kalimat ”holobis kuntul baris” merupakan bahasa kiasan dari sebuah pepatah dan petuah leluhur. Digunakan dengan tujuan untuk mengambarkan pada khalayak jika nanti Soekarwo terpilih sebagai Gubernur Jatim, pemerintah akan berkerja sama mengupanyakan ABPD untuk rakyat Jatim. Dapat dilihat pada wacana :

Holobis kuntul baris
APBD untuk rakyat
Pakde karwo
Dr. H. Soekarwo
Calon gubernur Jatim
2008-2013
                                                        Kode: (21/SD)



Dipastikan pula pemakaian kalimat  holobis kuntul baris” juga merupakan upaya komunikator untuk memanipulasi bahasa. Guna menarik massa, simpati, dan perhatian publik agar memberikan dukungan suara pada Soekarwo. Sebab kebenaran dari program yang ditawarkan, belum tentu akan dijalankan jika nanti Soekarwo benar terpilih sebagai Gubernur Jatim.




Upaya komunikator untuk memanipulasi bahasa dengan mengunakan elemen metafora. Juga dapat dilihat pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono. Dimana dapat dilihat pada pemakaian kalimat ”gambaran padang”, sebab merupakan bahasa kiasan dari uangkapan sehari-hari dan merupakan peribahasa. Dengan tujuan untuk mengambarkan pada khalayak, jika Sutjipto terpilih sebagai Gubernur Jatim. Maka gambaranya Jatim pasti akan maju dan makmur, ibaratnya tidak akan ada kendala untuk membawa  Jatim lebih baik dari sekarang. Dapat dilihat pada wacana :

Gambaran padang
Ir. H. Sutjipto Soedjono
Calon Gubernur Jatim
2008-2013
                                                                           Kode: (34/S/S)

Pemakaian elemen metafora pada wacana di atas, juga strategis dijadikan landasan berpikir, alasan pembenaran pendapat mengenai Sutjipto kepada khalayak, bahwa Sujipto akan membawa Jatim lebih maju dan makmur, jika terpilih sebagai Gubernur. Dengan tujuan untuk memegaruhi kesadaran khalayak, agar nantinya dapat memberikan dukungan suara pada Sutjipto. Jadi sama halnya dengan pemakaian elemen yang lain, upaya ini juga merupakan praktik manipulasi bahasa. 


Pemakaian elemen metafora sekali lagi ditemukan pada wacana kampanye Dr. H. Soekarwo. Dapat dilihat pada kalimat ”menyongsong Jawa Timur yang cerah kuncinya hanya satu ’pakde karwo’ ”. Sebab merupakan bahasa kiasan dari ungkapan sehari-hari dan merupakan peribahasa. Selain itu juga merupakan langkah komunikator untuk menyampaikan pesan teks kepada khalayak. Bahwa hanya Soekarwo yang cocok menjadi Gubernur Jatim periode 2008-2013.  Dapat dilihat pada wacana :

Dr. H. Soekarwo. S.M.Hum
Calon Gubernur Jawa Timur 2008-2013
Menyongsong Jawa Timur yang cerah kuncinya hanya satu ’pakde karwo’
Aliansi wong cilik bersatu Jatim
                                                                           Kode: (41/P/B)

Dipastikan juga pemakaian elemen metafora pada wacana di atas. Juga merupakan upaya komunikator untuk mengambarkan pada khalayak, jika ingin mewujudkan Jatim yang adil dan makmur hanya satu kuncinya jika Soekarwo menjadi Gubernur Jatim. Sama halnya pemakaian elemen metafora pada wacana kampanye yang lain, ini merupakan upanya komunikator untuk memanipulasi bahasa. Guna menarik perhatian publik agar memberi dukungan suara pada saat Pilgub nanti. 


Praktik manipulasi bahasa dengan mengunakan elemen metafora, juga dapat dilihat pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono. Sebab pemakaian kalimat ”Calon gubernur sing disenengi rakyat” merupakan langkah komunikator untuk menyampaikan pesan pokok pada khalayak dengan mengunakan bahasa kiasan. Bahwa hanya Sutjipto Soedjono kandidat pilgub yang didukung rakyat untuk maju sebagai kandidat.  Dimana diambil dari ungkapan sehari-hari, dapat dilihat pada wacana :

Calon gubernur sing disenengi rakyat
Ir. H. Sutjipto Soedjono
Warga mendukung

Calon gubernur jatim

2008-2013
                                               Kode: (35/S/K3)


Selain itu pemakaian elemen metafora pada wacana ini. Juga upaya komunikator untuk mengambarkan bahwa Sutjipto adalah cagub yang disukai oleh masyarakat Jatim, meskipun dalam kenyataannya semua itu belum pasti. Dengan tujuan untuk memegaruhi perhatian publik, untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim. Jadi dapat disimpulkan pemakaian elemen metafora pada wacana ini, juga merupakan praktik manipulasi bahasa.


4.2 Analisis Sosial Bahasa Kampanye Pilgub di Surabaya 2008.

Wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008 adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat. Sehingga jika akan meneliti teks kampanye pilgub perlu dilakukan analisis intertektual. Dengan meneliti bagaimana wacana kampanye pilgub diproduksi dan dikontruksikan dalam masyarakat. Guna menujukkan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik dikursus dan legitimasi. Baik melalui poin kekuasaan (power) dan akses (acces), hingga akhirnya terbentuk sebuah wacana kampanye pilgub.


4.2.1 Praktik Kekuasaan
Praktik kekuasaan dalam wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008, juga kerap kali digunakan oleh komunikator. Dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Achmady, atas pemakaian kalimat ”lurae mojopahit”. Dimana merupakan parktik kekuasaan atas setatus Achmady sebagai Bupati Mojokerto. Sebab dimungkinkan komunikator tidak akan mengunakan kalimat ”lurae mojopahit” jika Achmady tidak menjabat sebagai Bupati Mojokerto, sebelum maju sebagai kandidat Pilgub Surabaya. Dapat dilihat pada wacana :

Calon Gubernur Jawa Timur
2008-2013
Bersama mewujudkan masyarakat Jatim yang adil dan makmur
                            Lurae Mojopahit

Dr. H. Achmady

                                                                           Kode: (25/SD)


Selain itu penggunaan kalimat  lurae mojopahit” juga merupakan praktik kekuasaan secara legitimasi dan persuasif. Sebab secara tidak langsung dapat mengkontrol perhatian khalayak dengan jalan memengaruhi kondisi mental, seperti kepercayan dan pemikiran. Karena dengan pemakain kalimat ”lurae mojopahit” seakan mengambarkan bahwa Achmady adalah pemimpin yang tanguh dan hebat seperti pemimpin dimasa kerajan Majapahit. Dimana dapat mempengaruhi kepercayan masyarakat untuk mendukung dan memberi kepercayaan pada Achmady untuk menjadi Gubernur Jatim. Jadi dapat disimpulkan praktik kekuasaan digunakan komunikator, sama halnya dengan pemakaian elemen yang lain, hanya untuk memanipulasi bahasa untuk mengkontrol kepercayaan dan sikap khalayak. Guna mendapat simpati, massa, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim, khususnya masyarakat Kabupaten Mojokerto.
Sama halnya pada wacana kampanye H. Haris Sudarno, parktik kekuasaan juga digunakan pada wacana kampanyenya. Dapat dilihat pada pemakaian kalimat ”jendral santri” dimana merupakan praktik kekuasaan atas setatus Haris sebagai Mayjen TNI. Sebab sebelum mencalonkan sebagai Cagub, Haris pernah menjabat sebagai Mayjen TNI angkatan laut. Jadi jika Haris tidak pernah menjabat sebagai Mayjen TNI, maka dimungkinkan komunikator tidak akan mengunakan kalimat ”jendral santri” pada wacana kampanye Haris.
Sedangkan pemakaian kata ”santri” merupakan parktik kekuasaan secara persuasif. Sebab Haris berusaha mencari massa dan dukungan dari kalangan umat muslim. Dengan jalan mengkontrol perhatian dan kepercayaan khalayak dengan pemakaian kata ”santri”. Karena dalam kenyataanya Haris memang sering berkujung kepesantren untuk mencari dukungan dari para ulama. Dapat dilihat pada wacana :

H. Haris Sudarno
Jendral santri
Cagub Jatim 2008-2013

Memimpin untuk rakyat

                                                        Kode: (31/S/D)



Kesimpulanya parktik kekuasaan pada wacana kampanye di atas juga dilakukan komunikator untuk memanipulasi bahasa. Untuk mengambarkan pada khalayak bahwa Haris adalah pemimpin yang berjiwa tegas dan berpengalaman menjadi pemimpin. Dimana sangat cocok untuk menjadi Gubernur Jatim. Tentunya guna menarik perhatian dan memengaruhi khalayak, agar memberi dukungan suara pada Haris saat Pilgub nanti. 
Praktik kekuasaan juga dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Dimana komunikator mengunakanya pada kalimat ”Ketua BNP Jatim”. Dapat dilihat pada wacana :


Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba
Dr. H. M. Soenarjo

Wakil Gubernur/ ketua BNP Jatim

                                                                           Kode:            (9/B/J1)


Pemakaian kalimat ”ketua BNP Jatim” di atas merupakan praktik kekuasaan untuk mengkontrol perhatian khalayak, melalui setatus Soenarjo sebagai Ketua Badan Narkotika Jatim. Sebab dimungkinkan jika Soenarjo tidak menjabat sebagai ketua BNP Jatim, komunikator tidak akan mengunakan kalimat  ” ketua BNP Jatim”. Untuk menyampaikan pesan bahwa Soenarjo adalah sosok pemimpin yang peduli dengan perkembagan generasi muda dan sangat perpengalam dalam berorganisasi. Dimana sangat tepat untuk menjabat sebagai Gubernur Jatim.
Selain itu pemakaian kalimat ”Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba” merupakan praktik kekuasaan secara persuasif. Sebab dapat mengkontrol khalayak secara tidak langsung, dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap dan pengetahuan. Sebab dimungkinkan dapat mempengaruhi kepercayaan khalayak pada Soenarjo untuk menjabat sebagai Gubernur  Jatim.
Sama halnya dengan penggunaan praktik kekuasaan pada wacana kampanye kandidat pilgub yang lain. Praktik kekuasaan pada wacana di atas juga merupakan manipulasi bahasa untuk menarik perhatian khalayak, simpati dan dukungan suara dari masyarakat Jatim.


Lagi-lagi praktik kekuasaan ditemukan pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Dapat dilihat pada wacana :

Pramuka sebagai
Wahana pembagun generasi muda
Dr. H. M. Soenarjo
Ketua Kwarda Jatim

Satyaku kudarmakan darmaku kubaktikan

                                                        Kode:            (10/B/N)



Pada wacana ini komunikator melakukan praktik kekuasaan tepatnya pada kalimat ”Ketua Kwarda Jatim”. Sebab dengan penggunaan kalimat ini dapat mengkontrol kesadaran khalayak. Dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan, khususnya para anggota pramuka di Jatim.
            Dimungkinkan juga komunikator secara segaja mengunakan setatus Soenarjo sebagai Ketua Kwarda Jatim, sebagai praktik kekuasaan untuk mengkontrol dan mempengaruhi khalayak. Sebab dipastikan komunikator tidak akan memakai kalimat ”Ketua Kwarda Jatim” dalam wacana kampanye Soenarjo, jika kenyataanya Soenarjo tidak menjabat sebagai Ketua Kwarda Jatim.
            Praktik kekuasaan ini pun juga didukung dengan penggunaan kalimat ” Satyaku kudarmakan darmaku kubaktikan” karena secara tidak langsung akan meligitimasi khalayak. Sebab kalimat di atas seakan mengambarkan Soenarjo adalah sosok pemimpin yang sangat peduli dan perhatian terhadap masa depan bangsa. Jadi dapat disimpulkan praktik kekuasaan di atas digunakan hanya untuk memanipulasi bahasa. Guna mempengaruhi kondisi mental khalayak untuk mendapat dukungan dan massa dari masyarakat Jatim, khususnya dari anggota pramuka di Jatim.


Sama halnya pada wacana kampanye Drs. H. Saifullah Yusuf, praktik kekuasaan juga ditemukan digunakan oleh komunikator. Dapat dilihat pada pemakaian kalimat ’’Ketua Umum GP ANSOR’’,  sebab merupakan praktik kekuasaan untuk mengkontrol kesadaran khalayak, baik secara langsung maupun persuasif. Dengan mengunakan jabatan Saifullah sebagai ketua Umum GP ANSOR. Tentunya dengan tujuan untuk menarik perhatian kepercayaan masyarakat Jatim khususnya dari kalangan Ansor. Dapat dilihat pada wacana :

Gus ipul
Mohon do`a restu
Untuk mendapingi
Pakde karwo
Drs. H. Saifullah Yusuf
Ketua Umum GP ANSOR
                                                        Kode:            (32/K/JP)


Kesimpulanya dimungkinkan komunikator dengan segaja mengunakan kalimat ’’Ketua Umum GP ANSOR’’. Hanya untuk memanipulasi bahasa bahwa Saifullah Yusuf adalah dukungan PAN untuk menjadi kandidat Cawagub Jatim. Guna mengkontrol kesadaran khalayak. Untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara khususnya dari kalangan Ansor Jatim. 


4.2.2        Akses Mempengaruhi Wacana
Dalam hal ini van Dijk, menekankan pada akses yang dimiliki oleh kelompok atau seseorang baik terhadap media atau intansi tertentu. Sebab kelompok elit memiliki akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang lebih berkuasa mempuyai kesempatan yang lebih besar untuk mempuyai akses pada media dan kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Begitu halnya pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya 2008. Akses yang dimiliki oleh para kandidat pilgub juga sangat mempengaruhi pada wacana kampanye Pilgub di Surabaya. Dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo, Msi :

Paguyuban bejak Wonocolo
WWW. Soenarjo. Com
Persatuan pendalang Indonesia
Komistariat Propensi Jawa Timur
Dr. H. Soenarjo, Msi

Gubernur piliane rakyat Jawa Timur

                                                        Kode: (15/S/W1)



Pengaruh akses pada wacana di atas, dapat dilihat pada penggunaan kalimat ”Persatuan pendalang Indonesia”. Sebab dipastikan seseorang atau kelompok yang tidak memiliki akses dengan intansi Persatuan pendalang Indonesia, tidak akan memakai kalimat ”Persatuan pendalang Indonesia” dalam wacana kampanye pilgubnya. Oleh karenanya, Soenarjo merupakan pendalang wayang kulit yang dipastikan termasuk anggota dari PPI, maka komunikator berani mengunakan kalimat ”Persatuan pendalang Indonesia” pada wacana kampanye pilgub Soenarjo.
            Pemakaian kalimat ”Persatuan pendalang Indonesia” juga merupakan langkah komunikator untuk mengkontrol kesadaran khalayak, khususnya para pecinta kebudayaan wayang kulit di Jatim. Sebab pemakain kalimat ini memiliki implikasi terhadap penumbuhan rasa kedekatan antara pencinta kebudayaan (wayang kulit). Dengan tujuan untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara pada Soenarjo untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Jatim. Jadi dapat disimpulkan penggunaan kalimat ”Persatuan pendalang Indonesia” merupakan praktik manipulasi bahasa.


            Sama halnya pada wacana kampanye Dr. H. Achmady, pengaruh akses dapat dilihat pada pemakaian kalimat ”Lurae Mojopahit”. Sebab dipastikan para kandidat pilgub yang lain tidak akan mengunakan kalimat ”Lurae Mojopahit” dalam wacana kampanyenya. Karena para kandidat pilgub yang lain tidak memiliki akses di Kabupaten Mojokerto sebesar akses Achmady. Sebab Achmady telah menjabat sebagai Bupati Mojokerto, sebelum maju sebagai kandidit Pilgub Surabaya. Oleh karenanya, komunikator mengunakan kalimat ”Lurae Mojopahit” pada wacana kampanye Achmady. Dapat dilihat pada wacana :


Calon Gubernur Jatim
2008-2013
Bersama memwujudkan masyarakat Jatim yang adil dan makmur
Luirae Mojopahit
Dr. H. Achmady

                                                        Kode: (25/S/D)


Selain itu pengarug akses pada wacana kampanye Achmady, atas pemakaian kalimat ”Lurae Mojopahit”. Dapat mempengaruhi kesadaran khalayak untuk memberi kepercayaan dan menarik simpati, dan dukungan suara khususnya dari masyarakat Kabupaten Mojokerto. Jadi dapat disimpulkan pengaruh akses pada wacana kampanye di atas juga merupakan praktik manipulasi bahasa .


            Pengaruh akses pada wacana kampanye pilgub juga dapat dilihat pada wacana kampanye Dr. H. Soenarjo. Tepatnya pada pemakaian kalimat ”Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba”. Sebab Soenarjo lebih memiliki akses pada Badan Narkotika  Jatim, dibandingkan para kandidat Pilgub yang lain. Karena dalam kenyataanya Soenarjo menjabat sebagai Ketua Badan Narkotika Propensi Jatim. Maka komunikator mempunyai kesempatan untuk mempengaruhi kesadaran khalayak  dengan mengunakan kalimat ”Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba”. Dapat dilihat pada wacana :

 
Hidup ini Akan Berakhir Tapi Jangan Akhiri Hidupmu Dengan Narkoba
Dr. H. M. Soenarjo

Wakil Gubernur/ ketua BNP Jatim

                                                                           Kode: (9/B/J1)


            Sama halnya dengan wacana kampanye pilgub yang lain. Pegaruh akses pada wacana kampanye di atas, juga merupakan praktik manipulasi bahasa, dengan jalan mempengaruhi kesadaran khalayak. Bahwa Seonarjo adalah pemimpin yang berpengalaman dan peduli pada masyarakat Jatim. Dengan tujuan untuk menarik massa, simpati, dan dukungan suara dari masyarakat Jatim.


Pada wacana kampanye Ir. H. Sutjipto Soedjono, pengaruh akses juga ditemukan. Tepatnya pada kalimat ”saatnya pejuang memimpin”, sebab dalam kenyataanya Sutjipto mencalonkan sebagai Cagub Jatim melalui PDIP. Maka komunikator dengan segaja mengunakan kalimat ”saatnya pejuang memimpin”, dengan tujuan untuk menyampaikan pada khalayak, bahwa saatnya PDIP regenerasi dari sang ploklamator Ir Soekarno, untuk kembali memimpin ditatanan pemerintahan khususnya di Jatim. Sebab dipastikan jika Sutjipto tidak mencalonkan sebagai Cagub Jatim melalui PDIP, maka komunikator tidak akan mengunakanya pada wacana kampanye Sutjipto. Dapat dilihat pada wacana :

Saatnya
pejuang memimpin
Ir. H. Sutjipto Soedjono

Calon Gubernur Jatim

2008-2013
                                                        Kode: (36/S/B)

Selain itu pemakaian kalimat ”saatnya pejuang memimpin” juga dapat mengkontrol kesadaran khalayak, degan jalan memegaruhi mental dan opini mengenai Sutjipto. Bahwa Sutjipto adalah sosok yang sangat didukung oleh pembesar PDIP. Dimana nantinya dapat menarik massa dan simpati masyarakat Jatim, khususnya dari pendukung PDIP. Jadi dapat disimpulkan pemakaian kalimat ”saatnya pejuang memimpin” juga merupakan praktik manipulasi bahasa.


Praktik manipulasi bahasa melalui pengarug akses juga dilakukan komunikator wacana kampanye pasangan Dr. H. Soekarwo dan Drs. H. Saifullah Yusuf. Dimana dapat dilihat pada pemakaian kalimat ”Ketua umum PAN Soetrisno Bachir” sebab jika Soekarwo tidak berkualisi dengan Saifullah yang mecalonkan sebagai cawagub dari PAN. Maka sangat dimungkinkan komunikator tidak akan mengunakanya dalam wacana kampanye ini. Dapat dilihat pada wacana :

Selamat dan sukses

Calon gubernur dan wakil gubernur kita!!!

Pakde karwo  Gus Ipul
Ketua umum PAN Soetrisno Bachir
                                                                           Kode: (45/SP/S)

Pemakaian kalimat ”Ketua umum PAN Soetrisno Bachir” juga secara tidak langsung dapat memengaruhi kesadaran khalayak, tentang opini dan pemikiran mengenai Soekarwo dan Saifullah. Dengan tujuan untuk menarik perhatian khalayak dan dukungan suara, khususnya dari pendukung PAN. Jadi dapat dipastikan pemakaian kalimat  ”Ketua umum PAN Soetrisno Bachir”, juga merupakan upanya komunikator untuk memanipulasi bahasa.