Minggu, 09 Januari 2011

Teori Jurnalistik

 Perbandigan Teori Jurnalistik Lippmann dan Dewey

Pada 1920, ketika jurnalisme modern baru saja mengambil bentuk, seorang penulis bernama Walter Lippmann dan seorang filsuf Amerika John Dewey berdebat mengenai peran jurnalisme. Teori jurnalistik mereka berdua masih menjadi poin utama dalam perdebatan tentang peran jurnalisme dalam masyarakat dan negara.
Lippmann memahami peran jurnalisme pada saat itu adalah untuk bertindak sebagai mediator atau penerjemah antara masyarakat dan elit pembuat kebijakan. Wartawan menjadi perantara. Ketika elit berbicara, wartawan mendengarkan dan mencatat informasi, menyaring, dan memberikannya kepada masyarakat untuk dikonsumsi.
Alasannya adalah bahwa masyarakat tidak dalam posisi untuk mendekonstruksi padatnya informasi yang terus tumbuh dan kompleks dalam masyarakat modern, dan karena itu perantara dibutuhkan untuk menyaring berita bagi masyarakat.
Lippmann mengatakanya kira-kira begini: publik tidak cukup cerdas untuk memahami rumitnya isu-isu politik. Selain itu, masyarakat sudah cukup tersibukkan dengan kehidupan sehari-hari mereka untuk peduli pada kebijakan publik yang kompleks. Karena itu, seseorang yang dibutuhkan masyarakat untuk menafsirkan keputusan atau kebijakan para elit menjadi informasi yang jelas dan sederhana. Itulah peran wartawan.
Lippmann percaya bahwa masyarakat akan mempengaruhi pengambilan keputusan dari elit dengan suara mereka. Sementara itu, para elit (politisi yaitu pembuat kebijakan, birokrat, ilmuwan, dll) akan menjaga agar kekuasaan berjalan. Dalam pemikiran Lippmann, peran wartawan adalah untuk menginformasikan publik tentang apa yang elit lakukan.
Karena wartawan juga bertindak sebagai pengawas atas elit, ketika masyarakat memilih dengan suara mereka. Inilah membuat masyarakat di rantai kekuasaan paling bawah, dapat menangkap arus informasi yang diturunkan dari para ahli/elit secara efektif.
Sedangkan Dewey percaya bahwa masyarakat tidak hanya mampu memahami masalah-masalah yang dibuat atau ditanggapi oleh elit, keputusan dibuat setelah diskusi dan perdebatan di forum publik. Jika suatu masalah telah benar-benar dijabarkan, maka ide-ide terbaik naik ke permukaan.
Dewey percaya, wartawan harus melakukan lebih dari sekadar menyampaikan informasi. Dia percaya bahwa wartawan harus mempertimbangkan konsekuensi dari kebijakan yang berlaku. Seiring waktu, gagasannya telah diimplementasikan di berbagai tingkat, dan lebih dikenal sebagai "jurnalisme komunitas".
Konsep jurnalisme komunitas merupakan perkembangan baru dalam jurnalisme. Dalam paradigma baru ini, wartawan dapat melibatkan warga dan para ahli/ elit dalam berita. Sangat penting untuk dicatat bahwa meski terlihat ada asumsi kesetaraan, Dewey masih menghargai keahlian.
Dewey percaya bahwa pengetahuan bersama jauh lebih unggul untuk pengetahuan individu. Para ahli dan sarjana tetap dipersilahkan dalam kerangka Dewey, tetapi tidak dalam struktur hierarki dalam pemahaman Lippmann mengenai jurnalistik dan masyarakat.
Filsafat jurnalistik Lippmann mungkin lebih diterima oleh para pemimpin pemerintahan. Sedang pendekatan Dewey menjadi gambaran yang lebih baik tentang bagaimana wartawan melihat peran mereka dalam masyarakat, dan, pada gilirannya, masyarakat mengharapkan fungsi jurnalistik dapat berjalan.
Banyak kritik masyarakat terhadap akibat pemberitaan dilakukan oleh wartawan, tetapi mereka tetap mengharapkan wartawan untuk menjadi pengawas pemerintah, memungkinkan orang untuk mengambil keputusan mengenai isu-isu yang sedang terjadi.