Prestasi atau Sekadar Prestise
SURABAYA: Tanggung jawab raihan prestasi besar dikancah keolahragaan Indonesia dan dunia pun dinantikan seluruh warga, menyusul prestise kemegahan Gelora Bung Tomo yang diresmikan Pemerintah Kota Surabaya, pekan lalu.
Mulai beroperasinya stadion kelas dunia, Surabaya Sport Center (SSC) atau Gelora Bung Tomo (GBT), di kawasan Benowo Surabaya, 6 Agustus, membuat seluruh warga Surabaya berbangga hati. Diundang atau tidak diundang, seluruh warga berbondong-bondong dengan anak istri dan saudara berusaha menyaksikan peresmian. Sedikitnya 5.000 paket undangan untuk pejabat pemerintah hingga tingkat RT lengkap dengan organisasi masyarakat (ormas) disebar beberapa hari menjelang peresmian.
Surabaya patut berbangga atas prestise kemegahan dan fasilitas GBT yang dibangun seluas 51.000 meter persegi dengan kapasitas 50.000 orang untuk stadion utama dan 16.000 meter persegi dengan kapasitas 10.000 orang untuk stadion indoor. Namun, prestise itu takkan bertahan lama, bahkan bisa berubah arah menjadi bahan olok-olokan saat stadion GBT tak mampu memperbaiki prestasi atlet asal Surabaya.
Kabarnya, stadion GBT juga mendatangkan rumputnya langsung dari negara bola, Italia. Lapangan GBT juga dilengkapi sarana lain, seperti lintasan atletik. Lintasan atletik ini dibuat delapan lintasan yang juga sekelas linatsan atletik merah empuk kelas dunia. Lintasan dibangun dengan dana sekitar Rp 17 miliar. Selain itu, fasilitas umum sepeti masjid dan lainnya pun turut dikemas mewah.
Pembangunan fisik SSC meliputi gedung olahraga indoor untuk basket, tenis, tenis meja, dan bola voli. Tribun penonton pun juga dikemas berdasarkan urutan kelas. Ekonomi yang terbuat dari beton dan VIP yang dekat dengan pemain terbuat dari plastik. Pada malam hari dibantu pencahayaan dari listrik dengan kekuatan sekitar 150.000 KVA yang dialirkan dari genset.
Saat ini, keseriusan pemerintah dalam mengurus dan meningkatkan prestasi olahraga Surabaya tengah diuji. Hitungan rasionalisasi anggaran senilai Rp400 miliar untuk GBT pun mulai dipertanyakan dan minta pertanggungjawaban. Mengapa fasilitas fisik olahraga lebih penting daripada prestasi dan kualitas pembinaan demi sebuah prestasi?
Sadar tidak sadar, pemerintah harus giat mendorong atlet untuk lebih berprestasi. Memberikan motivasi dipastikan lebih penting untuk membentu kualitas hebat seorang atlet. Bukan hanya pemberian fasilitas yang menarik dan heboh saja. Apakah Surabaya tidak malu, jika setiap pertandingan yang berlanggsung di stadion GBT, atletnya selalu menanggung malu karena kalah.
Rendahnya pembinaan atlet, yang berakibat turun atau tidak meningkatnya kualitas atlet sama halnya dengan ketika membangun sebuah rumah mewah namun dibiarkan “koson melompong”. Akibatnya, kemewahan rumah tersebut akan rusak dengan sendirinya termakan usia. Bahkan, tanpa sejarah kualitas dan prestasi.
Sementara, pada saat perhelatan akbar peresmian GBT banyak menuai ketidaknyamanan pada warga yang berusaha menonton kali pertama stadion mewahnya difungsikan. Banyak warga maupun undangan terjebak macet selama lima jam di dua lajur yang hanya selebar 3 meter di Kecamatan Pakal.
Sutini, 38 tahun, warga Kelurahan Lontar, Surabaya Barat yang datang bersama suami dan dua anaknya, terpaksa harus pulang dengan membatalkan niatnya memenuhi undangan Walikota Surabaya Bambang DH untuk menyaksikan peresmian SSC. “Macetnya hampir lima kilometer dari lokasi acara,” kata sutini saat perjalanan pulang, malam ini.
Kemacetan terjadi selain banyaknya bus-bus dan kendaraan bernotor lain juga diakibatkan karena kases jalan yang hanya selebar sekira tiga meter dan harus berbagi dengan ribuan kendaraan bermotor dari arah berlawanan. Kepadatan lalu lintas ini membuat kendaraan bermotor tidak bergerak sama sekali. Petugas kepolisian dan Dinas Perhubungan Kota Surabaya tidak bisa berbuat banyak karena tumpukan kendaraan yang terlampau membeludak.
Sementara Sukardi, 54 tahun, bersama sekitar 280 warga Karang Pilang, Kelurahan Kemlaten lainnya, yang secara resmi diundang walikota mengungkapkan kekecewaannya. “Kami tidak bisa masuk ke lokasi undangan peresmian pada sore pukul 15.30,” kata Sukardi yang mengaku berangkat dari rumah pukul 14.00.
Pemerintah, lanjut Sukardi, seharusnya harus dapat memperkirakan membanjirnya kendaraan warga menjelang peresmian. Seluruh bus berhenti sudah berhenti di jalur utama sejak pukul 14.00. “Pemerintah seharusnya tidak menyebar undangan secara massal mengingat akses masuk SSC sangat sempit dan kurang memadai,” keluh Sukardi.
Pertunjukan pembukaan acara disiapkan berdurasi 180 menit, antara lain pesta kembang api, di dalam maupun diluar stadion, atraksi pencak silat, serta aksi teatrikal melibatkan 5.000 orang.
SURABAYA: Tanggung jawab raihan prestasi besar dikancah keolahragaan Indonesia dan dunia pun dinantikan seluruh warga, menyusul prestise kemegahan Gelora Bung Tomo yang diresmikan Pemerintah Kota Surabaya, pekan lalu.
Mulai beroperasinya stadion kelas dunia, Surabaya Sport Center (SSC) atau Gelora Bung Tomo (GBT), di kawasan Benowo Surabaya, 6 Agustus, membuat seluruh warga Surabaya berbangga hati. Diundang atau tidak diundang, seluruh warga berbondong-bondong dengan anak istri dan saudara berusaha menyaksikan peresmian. Sedikitnya 5.000 paket undangan untuk pejabat pemerintah hingga tingkat RT lengkap dengan organisasi masyarakat (ormas) disebar beberapa hari menjelang peresmian.
Surabaya patut berbangga atas prestise kemegahan dan fasilitas GBT yang dibangun seluas 51.000 meter persegi dengan kapasitas 50.000 orang untuk stadion utama dan 16.000 meter persegi dengan kapasitas 10.000 orang untuk stadion indoor. Namun, prestise itu takkan bertahan lama, bahkan bisa berubah arah menjadi bahan olok-olokan saat stadion GBT tak mampu memperbaiki prestasi atlet asal Surabaya.
Kabarnya, stadion GBT juga mendatangkan rumputnya langsung dari negara bola, Italia. Lapangan GBT juga dilengkapi sarana lain, seperti lintasan atletik. Lintasan atletik ini dibuat delapan lintasan yang juga sekelas linatsan atletik merah empuk kelas dunia. Lintasan dibangun dengan dana sekitar Rp 17 miliar. Selain itu, fasilitas umum sepeti masjid dan lainnya pun turut dikemas mewah.
Pembangunan fisik SSC meliputi gedung olahraga indoor untuk basket, tenis, tenis meja, dan bola voli. Tribun penonton pun juga dikemas berdasarkan urutan kelas. Ekonomi yang terbuat dari beton dan VIP yang dekat dengan pemain terbuat dari plastik. Pada malam hari dibantu pencahayaan dari listrik dengan kekuatan sekitar 150.000 KVA yang dialirkan dari genset.
Saat ini, keseriusan pemerintah dalam mengurus dan meningkatkan prestasi olahraga Surabaya tengah diuji. Hitungan rasionalisasi anggaran senilai Rp400 miliar untuk GBT pun mulai dipertanyakan dan minta pertanggungjawaban. Mengapa fasilitas fisik olahraga lebih penting daripada prestasi dan kualitas pembinaan demi sebuah prestasi?
Sadar tidak sadar, pemerintah harus giat mendorong atlet untuk lebih berprestasi. Memberikan motivasi dipastikan lebih penting untuk membentu kualitas hebat seorang atlet. Bukan hanya pemberian fasilitas yang menarik dan heboh saja. Apakah Surabaya tidak malu, jika setiap pertandingan yang berlanggsung di stadion GBT, atletnya selalu menanggung malu karena kalah.
Rendahnya pembinaan atlet, yang berakibat turun atau tidak meningkatnya kualitas atlet sama halnya dengan ketika membangun sebuah rumah mewah namun dibiarkan “koson melompong”. Akibatnya, kemewahan rumah tersebut akan rusak dengan sendirinya termakan usia. Bahkan, tanpa sejarah kualitas dan prestasi.
Sementara, pada saat perhelatan akbar peresmian GBT banyak menuai ketidaknyamanan pada warga yang berusaha menonton kali pertama stadion mewahnya difungsikan. Banyak warga maupun undangan terjebak macet selama lima jam di dua lajur yang hanya selebar 3 meter di Kecamatan Pakal.
Sutini, 38 tahun, warga Kelurahan Lontar, Surabaya Barat yang datang bersama suami dan dua anaknya, terpaksa harus pulang dengan membatalkan niatnya memenuhi undangan Walikota Surabaya Bambang DH untuk menyaksikan peresmian SSC. “Macetnya hampir lima kilometer dari lokasi acara,” kata sutini saat perjalanan pulang, malam ini.
Kemacetan terjadi selain banyaknya bus-bus dan kendaraan bernotor lain juga diakibatkan karena kases jalan yang hanya selebar sekira tiga meter dan harus berbagi dengan ribuan kendaraan bermotor dari arah berlawanan. Kepadatan lalu lintas ini membuat kendaraan bermotor tidak bergerak sama sekali. Petugas kepolisian dan Dinas Perhubungan Kota Surabaya tidak bisa berbuat banyak karena tumpukan kendaraan yang terlampau membeludak.
Sementara Sukardi, 54 tahun, bersama sekitar 280 warga Karang Pilang, Kelurahan Kemlaten lainnya, yang secara resmi diundang walikota mengungkapkan kekecewaannya. “Kami tidak bisa masuk ke lokasi undangan peresmian pada sore pukul 15.30,” kata Sukardi yang mengaku berangkat dari rumah pukul 14.00.
Pemerintah, lanjut Sukardi, seharusnya harus dapat memperkirakan membanjirnya kendaraan warga menjelang peresmian. Seluruh bus berhenti sudah berhenti di jalur utama sejak pukul 14.00. “Pemerintah seharusnya tidak menyebar undangan secara massal mengingat akses masuk SSC sangat sempit dan kurang memadai,” keluh Sukardi.
Pertunjukan pembukaan acara disiapkan berdurasi 180 menit, antara lain pesta kembang api, di dalam maupun diluar stadion, atraksi pencak silat, serta aksi teatrikal melibatkan 5.000 orang.