Sabtu, 01 Januari 2011

Sampah dan Gadai Nyawa


Sampah dan Gadai Nyawa

Seingat saya, sepanjang 25 tahun hidup, mungkin sudah seribu orang bilang 'Jangan buang sampah sembarangan'. Seribuan lebih pula tulisan, 'buanglah sampah pada tempatnya' terlihat setiap hari.

Sudah berulang kali, saya mencoba membuang sampah tidak di sembarang tempat. Semata untuk 'menebus kesalahan' telah membuang sampah sembarangan. Selebihnya, dengan malas, sampah tetap terbuang tidak pada tempatnya.

Mulanya di selokan sebelah pekarangan terus ke sungai. Sekarang, sampah sudah sampai laut. Materi sisa ini menumpuk di hilir sungai tanpa sekali dicoba dipungut. Barangkali mungkin, untuk dijadikan materi lain yang lebih berguna.

Per November 2010, data Kementrian Lingkungan Hidup merinci, sampah sudah mencapai 250.000 ton setiap harinya. Sayangnya, volume sampah itu belum tertangani secara baik karena berbagai alasan keterbatasan.

Terbukti, budaya buang sampah sembarangan bukan sekali dan satu orang. Budaya malas ini sudah mencemari kebiasaan lebih dari ratusan juta orang dewasa di Indonesia. Mereka pun juga tak segan mencontohkan pada generasi kecilnya.

Malas mencari tempat sampah telah mengakar. Budaya bersih sudah dicerai sejak lama. Sampah sudah menjelma jadi masalah lain yang lebih mengerikan. Yakni, banjir lengkap dengan ribuan jenis virus penyakit.

Seorang yang saya hormati pernah bilang, biaya hidup orang malas itu tinggi. Benar memang, saat kotor terus menghalangi bersih, kesehatan sudah pasti tergadai di apotek. Tergadai karena nyawa harus ditebus dengan membeli obat. Hanya masalah malas dan sampah, biaya hidup terus membubung.