Minggu, 02 Januari 2011

Tira Sebuah Naskah Drama



Tira

(Babak Pertama)
      Sore menjelang maghrib (terdengar suara lagu ”tanah air ”) Ny Surio sedang duduk sambil menyulam, Sutopo sedang membaca koran, namun mukanya lebih kusut dari biasanya. Sebentar-bentar Ny. Surio melihat kepadanya.
Ny. Surio   : Tidakkah kau perhatikan Tira, makin lama semakin kurus saja, Topo?
Sutopo       : (Mengangkat kepala) Betul itu, bu!
Ny. Surio   : Kau mengabaikan saja rupanya.
Sutopo       : (Membaca koran) Saya kira dia sedih karena kematian anaknya, bu.
Ny Surio    : (agak menyesal) Orang lain tentunya akan salah sangka mendengar engkau bicara seperti itu, sebab sangka orang kau juga telah kematian anak, bukan?
Sutopo       : (Cepat) Aku kematian anak?
Ny. Surio   : Ya maksudku buat orang lain! Orang tidak tahu keadaan sebenarnya. (Terdiam sejenak) Setidaknya orang akan menyangka kau tidak bersedih karenanya.
Sutopo       : (Meletakkan koran dan memandang kearah ibunya) Ibu rupanya berkecil hati pada saya.............
Ny. Surio   : Bagaimana aku tidak berkecil hati, karena akupun merasa ikut bersalah dalam hal ini.........
Sutopo       : (Cepat) Bu! Kasihku pada Rilwan, anak Tira bukan sedikit, ibu sendiri tahu, tapi.......
Ny. Surio   : Tapi kau merasa gembira juga dia meninggal sekarang!
Sutopo       : Bu! Jangan ibu berbicara begitu.
Ny. Surio   : (Terdiam sambil melihat kearah Sutopo)
Sutopo       : Aku cinta pada Tira, ibu tahu itu. Dan anaknya semenjak lahir aku perlakukan seperti anakku sendiri.
Ny. Surio   : Tetapi selama ini kamu tidak menjadi suami Tira yang benar, bukan?
Sutopo       : Tidakkah cukup aku bermain komedi saja, semua ini bukankah hanya untuk orang lain saja, bukan ?
Ny. Surio   : Engkau keras Topo (Masuk Tira membawa teh dan roti)
Ny. Surio   : (Memandangi wajah Tira) Duduklah disini bersama kami nak, kau sudah lama tidak duduk dan bercakap-cakap bersama kami.
Tira            : Biarlah nanti saja bu, masih banya pekerjaan di belakang (Lalu keluar)
Ny. Surio   : (Berbicara pada Topo) Tidakah kamu kasihan melihat dia, Topo?
Sutopo       : (Tampak jengkel) Jadi menurut ibu, aku juga yang salah?atau...aku juga harus menagis?
Ny. Surio   : Aku sangka kau akan lebih kuat, Topo!
Sutopo       : Aku cuma manusia biasa, bu.........
Ny. Surio   : (Lemah) Dekatilah dia. Aku tahu Tira merasa sunyi sekarang, apalagi semenjak anaknya meninggal.
Sutopo       : Aku tidak ingin meminta-minta.
Ny. Surio   : Berapa tahun lagi sandiwara ini dapat dilanjutkan? (Kemudian dengan halus). Tidakkah kau mau jika aku yang meminta Topo?Untuk kebaikan dia, untuk kebaikana ku.........dan untuk kebaikan perusahaan kita yang sudah kau abaikan karena mabuk pikiran sendiri.
Sutopo       : (Menyangkal) Aku tidak pernah melalikan kewajibanku! Kalau mau lalai itu berarti aku lupa pada pembagunan Tanah Air kita sekarang.
Ny. Surio   : Aku lihat ku tidak gembira dalam berkerja.
Sutopo       : (Menyerah) Jadi apa yang harus aku lakukan?
Ny. Surio   : Aku panggil dia kemari, duduk bersama kamu, dan ajaklah dia berbicara.
Sutopo       : (Menyerah) Baiklah, karena ibu yang meminta.
Ny. Surio   : (Memandang Sutopo sebentar, kemudian berdiri lalu keluar) Baiklah, kau tunggu sebentar.


(Babak Kedua)
      Tampak Sutopo tinggal sendirian terpekur, tampak berjuang menahan kesabaranya. Kemudian Ny. Surio dan Tira masuk
Ny. Surio   : (Bicara pada Tira) Sutopo ingin berbicara dengan kamu, nak. Duduklah disini, biar ibu menyelesaikan pekerjaan mu..... di dalam.
Tira            : (Diam, tampak lesu duduk dikursi)
Ny. Surio   : (Meletakkan tanganya dibahu Sutopo, lalu keluar. Sedangkan Sutopo dan Tira hanya terdiam, hingga kemudian).
Sutopo       : Engkau sakit Tira?
Tira            : Ah....tidak mas!
Sutopo       : Tapi kamu tampak kurus dan pucat.
Tira            : (Tidak menjawab)
Sutopo       : (Mendesak) Masihkah kau menyedihkan Rilwan?
Tira            : Kukira anakku sadah sampai waktunya, mas.
Sutopo       : Lalu apa lagi yang kau pikirkan?
Tira            : (Diam)
Sutopo       : Harsono barangkali?
Tira            : Satu tahun terlalu lama untuk mengingat oarang yang tidak mengingat kita lagi, mas.
Sutopo       : (Mendesak) kamu masih cinta padanya?
Tira            : (Dingin) Tidak!
Sutopo       : (Agak kesal) lalu apa lagi?
Tira            : (Berlahan-lahan) Aku merasa sepi di dunia ini. Rasanya aku hidup sebatang kara.........
Sutopo       : Tak baik kamu berbicara begitu! Bukankah ibu dan aku ada? (Kemudian masuk Tukang Pos (P. Samun) mengantarkan surat kepada  Sutopo).
P.Samun    : Selamat sore tuan Sutopo, ini ada surat............
Sutopo       : (Menerima surat) Terima kasih pak Samun. Ada yang lain lagi?
P. Samun   : Itu saja tuan! Mari tuan.....(Lalu keluar).
Sutopo       : Surat ini dari Harsono (Memandang Tira dengan tajam) rupanya dia masih ingat pada kita.
Tira            : Aku tidak ingin mendenarnya. Simpan saja buat ibu dan mas sendiri.
Sutopo       : Tetapi...ini penting buat kamu.......(Terdiam sejenak) Istri Harsono sudah meninggal.
Tira            : (Kaget) Mas Harsono kematian Istri?
Sutopo       : Tidakkah terpikir olehmu, ini kesempatan yang telah kita tunggu-tunggu bersama.
Tira            : Apa maksud mas?
Sutopo       : Kamu tentu mengerti keadaan ini, tidak mungkin akan dapat kita lakukan hingga akhir zaman, bukan?
Tira            : Ya....aku tahu mas sudah bosan.............
Sutopo       : (Seperti tidak mendegar) Kalau kamu mau akan ku paksa dia datang kesini.
Tira            : (Kaget) Tetapi kenapa mas?
Sutopo       : Ya.....akan ku seret kesini, untuk menebus dosanya.
Tira            : (Putus asa) Mas!
Sutopo       : Yang pasti Harsono harus memperbaiki apa yang telah dirusaknya.
Tira            : Jangan mas, jangan!
Sutopo       : Kenapa tidak (Tampak kesal, lalu diam seperti terbawah oleh pikiranya sendiri).
Tira            : Jangan mas (Sambil mengoyah-goyahkan tubuh Sutopo, namun dia hanya terdiam kemudian keluar)





(Babak Ketiga)
      Tampak Tira sedang kebingugan dan hendak menyusul Sutopo, sangat pilu tampaknya, lalu terdengar lagu ”tanah air” kemudian Tira berlari keluar sambil menangis. Masuk Ny. Surio mencari Tira namun tidak ada.
Ny. Surio   : (Memangil Tira) Tira! Nak Tira! Aneh baru saja terdengar suaranya disini...........kemana anak itu (Masuk Sutopo).
Sutopo       : (Berkata tegas) Ibu tahu bukan? Ini berarti suatu kepedihan bagi hatiku, tetapi tidak ada jalan lain, bu. Harsono harus aku bangil kemari.
Ny. Surio   : Sudahkah keputusanmu matap dihatimu Topo, tidakkah kau menyesal nanti?
Sutopo       : Tidak ada jalan lain, bu.
Ny. Surio   : (Memandang anaknya dengan tajam) Dan engkau sendiri bagaimana Topo?
Sutopo       : Aku sudah biasa sendiri, aku masih ada pekerja yang memintah perhatianku,dan lagi juga masih ada ibu.
Ny. Surio   : Dan kalau ternyata Harsono sudah tidak cinta lagi pada Tira.
Sutopo       : Akan akau paksa dia (Tampak menahan sedih)!
Ny. Surio   : Kamu kersa Topo! (Masuk P. Gondo sambil menuntun Tira yang menahan tangis).
Ny. Surio   : Tira! (Kaget) Ada apa ini Pak Gondo.
P. Gondo   : Ini anak bodoh ini (Sambil menujuk kearah Tira) dia kira dengan menceburkan diri ke dalam sungai dapat menyelesaikan masalah.
Sutopo       : (Terkejut) Apa melompat ke kali (Menyetuh Tira) mengapa kamu lakukan ini, dik?
Tira            : (Hanya terdiam sambil menahan tangis)
Ny. Surio   : (Menuntun Tira) Kenapa nak? Kau tidak senang tinggal disini.
Tira            : (Menahan tagis) Tidak.....tidak bu..........
Sutopo       : (Terdiam, berpikir sambil memalingkan muka)
Ny. Surio   :   Marilah ke dalam dulu, nak. Kau harus beristirahat dulu! (Mereka keluar meninggalkan Sotopo dan P. Gondo)
P. Gondo   : Barang kali tuan muda tahu, sebab dia berputus asa begitu?
Sutopo       : (Termenung) Ia......barangkali aku yang salah.
P. Gondo   :  Kenapa ?
Sutopo       : Aku katakan pada Tira, aku akan memaksa Harsono mengambil dia.
P. Gondo   : Dan tuan sangka itu jalan yang terbaik, jalan yang diinginkan anak itu, untuk hidup dengan Tuan Harsono?
Sutopo       : Ya....saya kira seperti itu.
P. Gondo   : Dan sekarang ?
Sutopo       : (Mengelak) Aku tidak tahu pak, kepala saya pusing.
P. Gondo   : Baiklah kalau gitu Tuan coba untuk memikirkanya dulu. Saya permisi dulu...(Lalu melangkah pergi meninggalkan Sutopo).

(Babak Keempat)
      Tampak Sutopo termenung  duduk di kursi, namun tidak terlalu lama berlahan-lahan masuk laki-laki. Banjunya kusut, dan rambutnya tak tertata, mukanya pucat mendekati Sutopo.
Harsono     : Mas Topo!
Sutopo       : (Kanget lalu mengangkat kepalanya) Siapa kamu?Mengapa?
Harsono     : Tidakkah mas ingat aku!
Sutopo       : (Terperangah) Harsono!kamu?
Harsono     : Ya....mas aku Harsono,tidakkah kau ingat pada ku.
Sutopo       : Aku dengar kau.......tapi kenapa....?
Harsono     : Kekayaan istriku telah aku bagi-bagikan pada fakir miskin! Mas tentu sudah membaca surat dari ku?
Sutopo       : Ya....baru saja aku terima.
Harsono     : Ya...bagaimanapun mas sekarang sudah tahu istriku sudah meninggal.
Sutopo       : (Menentang) Lalu?
Harsono     : Aku sudah berbuat dosa. Aku berniat untuk menemui anakku, karena aku dengar Tira telah melahirkan anakku.
Sutopo       : (Tampak geram) Kau berani betul menyebut nama istriku.
Harsono     : (Kaget) Apa? Tira jadi istri mas?
Sutopo       : Ya......tidak ku tahu itu. Kenapa Harsono? Toh.....mesti ada orang yang mau mengakui anak Tira, seorang laki-laki......(Dengan nada keras).
Harsono     : (Terpekur) Tapi dia anakku, mas!
Sutopo       : Sekarang kau berani mengatakan begitu......dan lagi dia sudah meninggal.
Harsono     : (Semakin terpekur) Meninggal......anakku!
Sutopo       : Ya.......sekarang dia tidak perlu menagung malu karena bapaknya seorang pengecut!
Harsono     : (Hanya terdiam)
Sotopo       : Barangkali sekarang kau ingin menangih hak mu?
Harsono     : (Kebingungan) Apa maksud mas?
Sutopo       : Barangkali kamu mau mengambil Tira?
Harsono     : Adahkah aku akan menambah dosa dengan menceraikan dua suami istri.
Sutopo       : Dia tidak pernah jadi istriku sebenarnya! Dia.....tidak pernah, tidak pernah
Harsono     : (Hanya terdiam, tampak bimbang)
Sutopo       : (Dengan nada kersa) Baiklah, kalian berdua saja yang memutuskan, aku panggilkan dia sebentar...... (Hendak pergi).
Harsono     : Jangan mas.......jangan.......
Sutopo       : (Seperti tidak mendengarkan lalu pergi memangil Tira)
Sementara Harsono tampak bingu, lalu hendak pergi, kemudia Tira datang dan Harsono menoleh.
Harsono     : Tira!
Tira            : (Terdiam kaku)
Harsono     : Tira jangan kau bersifat seperti itu pada ku (Sambil hendak memegang tangan Tira).
Tira            : Jangan sentuh aku.
Harsono     : (Menarik tanganya kembali) Kau tidak seperti dulu lagi Tira!
Tira            : (Singkat) Memang tidak! Sekarang aku sudah bersuami dan memiliki anak.
Harsono     : Anakku.........
Tira            : Berani.....beraninya mas mengakuinya.
Harsono     : Tira kau jagan berbicara seperti itu. Aku mau menebus dosa, apa yang harus kulakukan bagimu?
Tira            : Ya....Pergilah dari sini.
Harsono     : Rupanya sekarang kau sudah tidak cinta lagi padaku.
Tira            : Aku tidak pernah cinta sama mas.
Terdengar suara Sutopo sedang menyayikan lagu.
Harsono     : Rupanya mas Topo sangat cinta pada kamu.
Tira            : (Tegas) Ya.
Harsono     : (Terdiam, tampak seakan berpikir diantara keresahan hatinya) Tira tolong pangilkan mas topo aku mau bicara.
Tira            : Mas Topo? (Terdiam) baiklah kalau begitu (Lalu keluar)
Sutopo       : (Keluar dari dalam rumah) Engkau mau bicara dengan aku?
Harsono     : (Memadang ke arah Sutopo) Dengar mas aku sekarang hendak pergi. Aku tak akan menggangu kalian lagi.
Sutopo       : (Terdiam)
Harsono     :  Mas rupanya tidak tahu kemana aku akan pergi. Aku ikut barisan Jibaku, mas!
Sutopo       : (Tertawa) Jangan kau membuat aku tertawa,Harsono.
Harsono     : Aku tahu mas tidak akan percaya, tapi aku berkata apa adanya, mas.
Sutopo       : Kau pengecut, kau hendak lari dari masalah (Berkata dengan keras).
Harsono     : Tidak mas, aku tidak lari.........
Sutopo       : Kau kira kau akan menyelesaikan masalah disini dengan ikut Jibaku.
Harsono     : Cukup mas. Dulu aku memang telah lari dari masalah.
Sutopo       : Dan sekarang kau mau mencemarkan Jibaku, juga.
Harsono     : Mas janganlah kau berkata begitu padaku (Lalu terdiam). Baiklah sekarang aku harus berangkat.
Sutopo       : Lalu bagaimana dengan Tira.
Harsono     : Mas, tidakkah kau tahu, Tira sangat cinta kepada mu.
Sutopo       : (Tidak percaya) Sekarang rupa kau mau menyakiti hatiku juga.
Harsono     : Rupanya mas juga belum percaya pada ku. Jadikanlah Tira istri mas yang benar, sekarang mas masuklah kedalam temui dia. Sekarang aku harus pergi, sudah saatnya aku kembali pada Tanah Airku yang telah lama aku lupakan.(Serayak mengulurkan tangan  ke Sutopo, namun tidak diterima).
Harsono     : Betul pula, tanganku juga telah ternoda (lalu melangkah pergi, dan terdengar Tira sedang menyanyi).
Sutopo       : (Merasa terbagun) Harsono!Harsono! kembali!
Harsono     : (Berpaling, sambil mendengarkan lagu) Sudahkah tadi aku katakan.
Sutopo       : Ya......aku berdosa telah tidak percaya padamu.
Harsono     : (Girang) Sudah selesai tugas ku disini. Sekarang aku harus pergi.
Sutopo       : Sebentar, aku pangilkan ibu dulu.
      Harsono     : Jangan mas, aku akan kembali lagi. Apabila aku sudah menjadi anak yang tahu membalas budi.
Sutopo       : Ya...berjunglah kau buat Indonesia yang telah lama kau lupakan.
Harsono     : Dan kau pula, buat Tanah Air yang telah lama aku lupakan. Dengarlah Tira (Sambil melepaskan diri dari Sutopo).
Sutopo       : Tetapi kini semua akan kita bersihkan secara bersama.
Harsono     : Tira.
Sutopo       : Tanah Air.
Harsono     : Ya....dia yang tak berasal-usul, pungutan dari bumi pusaka, yang telah ternoda. Tapi sekarang noda itu akan kukikis dengan jiwaku.
Sutopo       : Benar katamu adikku. Dialah yang tak bernama, tak berasal-usul tetapi bersemayam dihati kita berdua. Lambang Tanah Air........(Mereka berdua tampak berbahagi, lalu tampak Harsono melangkah pergi). Sampai bertemu lagi Adikku.......! haa.........haa........hidup Tira, Tanah Airku (Kemudian terdengar lagu ”tanah air”).






sekian