Jumat, 27 Mei 2011

Definisi Pajak

Pengertian Pajak

Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri.
Penghasilan Negara berasal dari rakyat melalui pungutan pajak, dan/atau dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam Negara. Penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan masyarakat, pendidikan, kesejahteraan. Dll. Jadi, dimana ada kepentingan masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum.
Pungutan pajak mengurangi penghasilan/ kekayaan individu tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang akhirnya kembali lagi kepada seluruh masyarakat yang bermanfaat bagi rakyat, baik bagi yang membayar pajak maupun tidak.

Definisi Pajak
 
Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja, dalam disertasinya yang berjudul "Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” :
"Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hokum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
Dengan mencantumkan istilah iuran wajib, ia mengharapkan terpenuhinya ciri , bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerja sama dengan Wajib Pajak, sehingga perlu pula dihindari penggunaan istilah paksaan.

Ciri-Ciri Yang Melekat Pada Pengertian Pajak
 
Ciri-ciri pajak yang lain dalam berbagai definisi :
1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah
2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah
4. Pajak dipungut oleh Negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai investasi public.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung

Dibawah ini dijelaskan berbagai penafsiran (interpretasi) hukum yang juga digunakan dalam lapangan hukum pajak sebagai alat untuk mencoba memahami undang-undang yang berlaku :
 
Penafsiran Historis
Penafsiran ini melihat pada sejarah dibuatnya suatu undang-undang. Dengan penafsiran historis dapat diketahui maksud dari pembuat undang-undang atas isi dari suatu undang-undang.
Penafsiran Sosiologis
Penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang yang disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Kehidupan suatu bersifat dinamis, oleh karena itu perlu adanya penyesuaian antara undang-undang yang sifatnya tertulis dengan perkembangan kehidupan masyarakat.
Penafsiran Sistematik
Penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang dengan mengaitkannya dengan ketentuan pasal-pasal lain dari undang-undang dimaksud atau dengan mengaitkannya dengan ketentuan pasal-pasal lain dari undang-undang yang lainnya.
Penafsiran Otentik
Penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang dengan melihat pada apa yang telah dijelaskan dalam undang-undang tersebut. Biasanya dalam suatu undang-undang terdapat sebuah pasal mengenai ketentuan umum yang isinya menjelaskan arti dari ketentuan yang sudah diatur. Ketentuan umum demikian disebut dengan terminologi. Terminologi inilah yang dimaksudkan dengan penafsiran otentik.
Penafsiran Tata Bahasa
Penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang yang mendasarkan pada bunyi kata-kata secara keseluruhan dalam kalimat-kalimat yang disusun oleh pembuat undang-undang.
Penafsiran Analogis
Penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang dengan cara member kiasan (analogi) pada kata-kata yang tercantum dalam undang-undang, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk dalam suatu ketentuan menjadi termasuk berdasarkan analog yang dibuat. Penafsiran analogis ini tidak boleh dipakai dalam undang-undang pajak karena dapat merugikan Wajib Pajak dan tidak adanya kepastian hukum terhadap suatu peristiwa yang terjadi.
Penafsiran A Contrario
Penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara suatu peristiwa yang terjadi dengan peristiwa yang sudah diatur dalam ketentuan undang-undang. Penafsiran a contrario ini juga tidak diperbolehkan dalam lapangan hukum pajak karena merugikan Wajib Pajak dan menimbulkan ketidakpastian dalam hukum yang sudah jelas mengaturnya.

Falsafah Pajak
 
Pajak diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945, yaitu “ Segala pajak untuk kegunaan kas Negara berdasarkan undang-undang”
Di Inggris, dalil pajaknya adalah : “ No taxation without representation “
di USA, dalil pajaknya adalah : “ Taxation without representation is robbery “
Fungsi Pajak
Fungsi Budgetair / Finansial
Fungsi ini yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas Negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Penerimaan dari sektor pajak dewasa ini menjadi tulang punggung penerimaan Negara dalam APBN.
Fungsi Regulerend / Fungsi Mengatur
Fungsi ini yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat di bidang ekonomi, social, maupun politik dengan tujuan tertentu. Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, dapat dilihat pada contoh berikut :
1. Pemberian insentif pajak (misalnya tax holiday, penyusutan dipercepat) dalam rangka meningkatkan investasi baik dalam negeri maupun investasi asing.
2. Pengenaan pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri.
3. Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk produk-produk impor tertentu dalam rangka melindungi produk-produk dalam negeri.
selain itu , pajak juga sebagai redistribusi pendapatan atau menanggulangi inflasi.

Kebijakan Fiskal
 
Tujuan kebijakan fiscal sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan laju inflasi
2. Untuk mendorong investasi yang optimal secara social
3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja
4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidakstabilan internasional
5. Sebagai upaya untuk menanggulangi inflasi
6. Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Dalam perekonomian kontemporer, komponen pendapatan pajak sebagai bagian dari kebijakan fiscal dipandang sebagai kebijakan yang memiliki peranan dan pengaruh yang sangat signifikan dalam pembangunan ekonomi, terutama karena :
1. Adanya pajak merupakan alat penting guna mengekang permintaan yang semakin meningkat terhadap barang-barang konsumsi.
2. Perpajakan tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan penerimaan yang lebih besar, namun juga berperan sebagai perangsang untuk menabung dan melakukan investasi.
3. Untuk mentransfer sumber daya manusia kepada pemerintah agar digunakan lebih produktif.
4. Perpajakan harus memperbaiki pola investasi di dalam perekonomian.
5. Salah satu tujuan perpajakan adalah untuk mengurangi jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin.
6. Perpajakan harus memobilisasikan surplus ekonomi untuk pembangunan secara berkesinambungan.

Pendekatan Pajak
 
Segi Ekonomi
Pajak akan dinilai dalam fungsinya dan dikaji dampaknya terhadap masyarakat, penghasilan seseorang, pola konsumsi, harga pokok, permintaan, dan penawaran.
Segi Pembangunan
Pajak akan dinilai dalam fungsinya dan dikaji dampaknya terhadap pembangunan. Pajak baru bermanfaat terhadap pembangunan jika jumlah pajak lebih besar dari pengeluaran rutin sehingga terdapat public saving yang dapat digunakan untuk pembangunan. Dari segi pembangunan, pajak dapat ditinjau sebagai sebagai alat kebijakak fiscal. Dalam kebijakan fiscal, kedua fungsi pajak dikombinasikan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi pembangunan.
Segi Penerapan Praktis
Dalam pendekatan ini yang diutamakan adalah penerapannya, siapa yang dikenakan, apa yang dikenakan, berapa besarnya, bagaimana cara menghitungnya, tanpa banyak menghiraukan segi hukumnya, termasuk kepastian hukumnya.
Segi Hukum
Pendekatan ini menitikberatkan pada perikatan, hak dan kewajiban Wajib Pajak, subjek pajak dalam hubungannya sengan subjek hukum. Hak penguasa untuk mengenakan pajak. Timbulnya utang pajak, hapusnya utang pajak, penagihan pajak dengan paksa, sanksi administrative maupun sanksi pidana, penyidikan, pembukuan, soal keberatan, soal minta banding, ordonansi kepatutan, hingga kadaluwarsa.
Peraturan-peraturan yang menjadi dasar hal-hal tersebut diatas, dinilai dan dikaji sejauh mana peraturan itu mempunyai kekuatan hukum. Perikatan dalam hukum perdata adalah perikatan yang sempurna, karena hak selalu berhadapan dengan kewajiban. Ada dua pemikiran dalam pajak :
1. Ajaran Material : ajaran ini mengatakan bahwa utang pajak (perikatan pajak) timbul karena undang-undang pada saat dipenuhi tatbestand (Kejadian, Keadaan, Peristiwa). Jadi menurut teori ini apabila tatbestand itu sudah dipenuhi, maka dengan sendirinya timbul utang pajak, walaupun belum ada Surat Ketentuan Pajak.
2. Ajaran Formal : ajaran ini mengatakan bahwa utang pajak baru timbul pada saat dikeluarkan Surat Ketentuan Pajak, dengan kata lain , SKP dalam ajaran formal merupakan ketetapan yang konstitutif (menimbulkan hak dan kewajiban).