Kamis, 19 Mei 2011

No Feminisme, No Maskulinisme

Entah mengapa beberapa hari terakhir sepertinya mendapat beberapa input input pemikiran mengenai peran dan posisi pria dan wanita. bahkan ketika asik-asiknya ngetweet, selalu saja muncul pembahasan terkait dengan pria dan wanita..ada apakah gerangan yang coba ditunjukkan pada diriku. Hal-hal terkait multitasking lah, terkait perasaan dan logika lah, terkait penindasan dan kedzaliman antar gender lah...jadi berpikir ulang mengapa semua orang terlalu mempermasalahkan perbedaan antar gender.

paham feminisme itu kita tahu bahwa sebuah paham yang menuntut adanya kesamaan antara pria dan wanita dalam beberapa aspek. jika dulu katanya wanita sangatlah tertindas dan selalu dipinggirkan, maka paham ini seharusnya adalah memberikan sebuah pencerahan bahwasanya posisi wanita tidak seperti itu. namun ada hak hak yang juga harus dihargai dan dilindungi. jadi awalnya bisa dikatakan bahwa paham feminisme itu sama halnya dengan hak asasi manusia dimana setiap manusia sesungguhnya diperlakukan secara sama tidak dibeda-bedakan, apalagi perbedaan antara gender..

Lihatlah beberapa fenomena sekarang, opini-opini yang muncul bahwa paham feminisme bukanlah lagi sebuah paham yang akhirnya menyamaratakan hak-hak pria dan wanita untuk dijadikan satu kesamaan dan keadilan setiap manusia. tapi justru malah muncul kecenderungan-kecenderungan untuk saling mengangkat nilai-nilai perbedaan yang ada di antara keduanya. yang diharapkan mampu saling mengerti, namun muncullah anggapan terkait multitaskinglah, terkait sensitivitas dan perasaan seseorang lah, permainan logika lah dan sebagainya hingga menapak kepada isu isu kepemimpinan.

sempat memunculkan sebuah quick note terkait kelebihan wanita yang katanya bisa multitasking, namun beberapa komen mengatakan tidak adanya perbedaan antara pria dan wanita, dan justru komen komen itu muncul dari kaum hawa itu sendiri. sehingga membuat penulis sedikit yakin bahwasanya hal-hal itu tidak dominan ditentukan oleh aspek gender. jadi jika ada pihak pihak yang selalu meninggikan gendernya masing-masing, maka sebetulnya itu lebih ke arah egoisme pemikirannya sendiri atau bahkan jatuhnya kepada harga dirinya sendiri sebagai pihak gender yang dia miliki.

Jika kita menilik, memang ada perbedaan lebih detail yang telah disebutkan antara wanita dan pria, yakni tentang sel-sel otak yang dimiliki, tentang proporsi hati yang dipunyai yang akhirnya membuat ini semua sebagai pembeda antara pihak satu dan pihak yang lain. tapi akhirnya kita tidak pernah ingin melihat lebih detail dan jelas terkait latar belakang tiap tiap individu. kita tidak melihat bagaimana ketika kecil dia dibentuk pikirannya dan hatinya. kita tidak pernah memikirkan bagaimana intelegensi ataupun emosional yang dimiliki oleh tiap tiap orang. namun yang kita perhatikan hanyalah hasil yang telah terbentuk sekarang, bukanlah sebuah proses yang telah membentuknya sekarang.

bayangkan saja ketika ada sebuah penelitian di inggris yang melibatkan 54 orang dimana 21 pria dan 33 wanita untuk dilakukan riset dan diambil sebuah kesimpulan. namun tidak menjadi sebuah perhatian bagaimana latar belakang dan tingkat intelegensi tiap individunya. karena ingatlah, manusia itu sangatlah kompleks struktur tubuhnya, dan belum semua bagian dalam diri kita telah terjamah dengan ilmu sekarang. masih banyak hal-hal lain yang belum bisa kita analisa, terkait kemampuan menelaah, terkait kenapa wanita lebih perasa dan sebagainya. itu secara ilmiah belum ditemukan. jadi janganlah akhirnya berdalih atau memakai egoisme kita untuk lebih dibandingkan gender yang lain

jadi, sebuah pemahaman tentang feminisme ataupun maskulinisme memang awalnya adalah baik, namun cukup menjadi perhatian dari penulis bahwa semakin lama semakin bergeser paham ini. karena akhirnya berujung dengan rantai keinginan yang takkan pernah usai. tuntutan akan mulai bermunculan diringi dengan tanggung jawab yang mulai ditinggalkan. mungkin paham ini tidak akan menyerang orang-orang yang telah paham, namun akan mengincar orang-orang yang masih jauh dari pemahaman sejatinya.

mungkin tanpa sadar kaum pria akan semakin termarginalkan oleh kaum wanita. memang tidak bisa dipungkiri jika jumlah wanita jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pria. sehingga tuntutan di lapangan memaksa peran wanita untuk lebih muncul dibandingkan pria. tapi memang yang butuh menjadi perhatian adalah, dimanakah posisi terhormat seorang wanita itu ditempatkan. sesuai komen di tulisan episode pertama, bahwasanya pria dan wanita itu mempunyai posisi dan kedudukan yang terhormat di masing-masing tempatnya. ketika seorang pria mempunyai posisi terhormat ketika harus menjadi seorang pemimpin, maka seorang wanita mempunyai posisi terhormat ketika harus mencetak dan mendidik seorang pemimpin.

tapi beberapa kasus yang terjadi sekarang adalah, masing-masing bukannya menempati posisi terhormat sesuai fitrahnya, melainkan tempat terhormat di tempatnya yang lain yang bukan seharusnya. mulai banyak bermunculan misalnya ketika seorang wanita yang harus muncul menjadi seorang pemimpin publik, ternyata ada aspek-aspek keluarganya yang mulai tertinggalkan. cukup banyak kasus kasus ketika keluarga-keluarga yang sudah "paham" ternyata anak-anaknya jauh dari ke-"pemahaman"-nya seperti orang tuanya. bahkan bisa dikatakan bertentangan.

Peran seorang wanita memang mempunyai potensi yang luar biasa berpengaruhnya bagi masyarakat kelak, tapi memang yang butuh dipahami, pengaruh seperti apa yang kira-kira bisa kuat berperan dalam membentuk masyarakat yang ideal. di beberapa negara, wanita mulai banyak berperan keluar dari rumahnya dan mempunyai porsi sedikit di rumah. alhasil, siapakah yang mendidik dan membentuk anak-anak mereka...tak lain dan tak bukan adalah pengasuh..dan ternyata survey yang ada sekarang, jumlah pengasuh pria hampir tidak jauh beda dengan jumlah wanita. wow...dan itulah yang terjadi sekarang. dan ini semua juga bukan menyimpulkan kalo wanita tidak boleh beraktivitas tentunya. karena ada juga wanita wanita yang sukses dengan kehidupan luarnya dan juga kehidupan rumah tangganya. jika boleh mengingatkan, seperti yang telah disebutkan, "seorang wanita lebih baik shalat di rumah dibandingkan shalat di masjid. dan lebih baik shalat di kamarnya dibandingkan di rumahnya."

Namun yang juga butuh dipahamkan adalah seorang pria yang semakin jauh dari fitrah-fitrah asasinya. tuntutan-tuntutan yang seharusnya diemban, justru kini tengah mengalami degradasi moral, atau lebih saya menyebutnya degradasi fitrah. karena memang tuntutan seorang pria itu lebih ke arah proaktif menyelesaikan beban amal. dan beban-beban itu bukanlah sesuatu yang nyaman dan indah, secara pragmatis, dirasakan. maka alhasil, demi meraih ketenangan dan kenyamanan bagi para pria yang belum memiliki orientasi dirinya jangka panjang, maka menghindar dan melepaslah dia dari tuntutan kewajibannya.

semakin lama jadi semakin bingung menuliskan kelanjutannya nih...nanti malah menjadi menyudutkan salah satu pihak....tapi intinya hanya mengingatkan bahwa kedudukan terhormat seorang wanita itu patut untuk dipahamkan. kedudukan seperti apakah yang membuatnya menjadi terhormat. apakah kedudukannya dengan bekerja layaknya pria, ataukah dengan mengerjakan apa-apa yang dikerjakan oleh pria...itulah yang patut untuk dipahamkan...bisa jadi ketika mulai merambah kepada tanggung jawab tempat lain, maka kekuatan yang dimilikinya menjadi semakin besar...namun teringat kata pamannya spiderman kalo ga salah, "di balik kekuatan yang besar, ada tanggung jawab yang besar"...maka lihatlah dimana sesungguhnya kekuatan seorang wanita itu, dan penuhilah tanggung jawab itu..karena yang disebutkan dalam Al Quran itu bagaimana kemuliaan seorang wanita itu bukanlah sesuatu yang tertancap dalam diri seorang wanita, namun menjadi sesuatu yang harus dikerjakan dan dituntaskan tanggung jawabnya. seperti komen beberapa orang

"sebenernya bagi wanita untuk memperoleh syurga itu bukanlah hal sulit..
tapi sayang, banyak yang tidak mensyukuri apa uang sudah dilakukan suami..
itu yang menyebabkan 2/3 penduduk neraka adalah wanita.."

"yg perlu dipahamkan disini mengenai 'wanita bekerja' jgn ada pergeseran makna dan persempitan makna. maksudnya, bkn berarti semua wanita bekerja peran dirumahnya mempunyai porsi yg sedikit. yg penting bgaimana memberi pemahaman yg baik, mempersiapkan wanita muslimah menjadi daiyah dan mengambil peran2 itu.
di jaman Rosulullah kn ada sohabiyah mengambil peran dlm kegiatan sosial (ummu usaid), yg jadi dokter (Ummul 'Ala'), pelaku aktif dlm kegiatan ekonomi (Khodijah, Zainab,) termasuk didalamnya wanita-dlm hal ini akhwat muslimah-sebagai pelaku dakwah, terlibat dlm kehidupan politik pemerintahan.
itulah peran2 sesungguhnya yg harus dimainkan para sahabiyah dimasa itu."

"Peran mentarbiyah anak, tetaplah menjadi prioritas utama untuk seorang akhwat muslimah. apapun profesinya, bagaimanapun perannya diluar dan didalam rumah, ia punya kewajiban untuk ikut terlibat mentarbiyah anak-anaknya.
tiap peran ada konsekusensi yg kita terima. Wallahu'alam"

dan terakhir adalah wanita dan pria itu sama mengenai hak-haknya, jika ada sebuah perbedaan, maka lihatlah, bahwa perbedaan itu bukanlah sesuatu yang sifatnya saklek. karena yakinlah bahwa lingkunganlah yang telah membentuk diri-diri kita menjadi orang-orang yang mempunyai perasaan lebih sehingga sensitif, membentuk orang-orang yang berpikiran logika dan keras sehingga wajar dalam mengambil keputusan dan lain lain. karena, semua manusia lahir dalam keadaan yang sama, namun orang tua lah yang telah menjadikan mereka yahudi, nasrani atau majusi. bisa jadi kita telah terframe dalam pikiran kita selama ini sehingga mendidik anak-anak berdasarkan apa yang sudah kita pahami sekarang..so, sekali lagi semangat yaa...