Kamis, 09 Juni 2011

Dampak Perjanjian Ekstradisi Indonesia Singapura


Dengan seringnya para koruptor Indonesia kabur (mengumpat) di negara tentanga (Singapura), semisal : Eko Edi putranto, Toni suherman, Lesman basuki, Bambang Sutrisno, Gayus, Nazaruddi dll, membuktikan lemahnya pemerintah Indonesia terhadap tindakan diplomasi dengan Singapura. ironisnya sebenarnya antara Indonesia-Singapura sudah memiliki perjanjian Ekstradisi, sejak 27 april 2007, namun kenapa hingga sampai detik ini negara singa laut itu masih menjadi tempat favorit para koruptor Indonesia untuk MENGUMPAT........!!!!!!


Pendahuluan

Belakangan ini sering kita dengar istilah ekstradisi. Tidak lain dan tak bukan kata tersebut mengacu pada perjanjian ekstradisi yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia dan Singapura. Dalam sejarahnya, perjanjian ini sudah dirintis sejak tahun 1972. Pemerintah Indonesia sangat memerlukan realisasi dari perjanjian ini. Sebab disinyalir banyak koruptor dari Indonesia yang bermukim dengan tentram dan sejahtera di negeri Singa itu. Tapi mengapa penandatanganan perjanjian ini baru terwujud pada tanggal 27 April 2007 lalu? Hal ini dikarenakan hubungan bilateral antara Indonesia dan Singapura yang pasang surut. Pernah pada tahun 2003, Indonesia melarang ekspor pasir ke Singapura. Pada saat itu hubungan mulai mendingin. Tapi dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hubungan itu mulai normal kembali. Perjanjian ekstradisi bisa ditandatangani walaupun dengan kompensasi yang tidak kecil. Selain perjanjian ekstradisi, kedua negara juga menandatangani Perjanjian Kerjasama Pertahanan yang dinamakan Defence Cooperation Agreement (DCA) yang kemudian menjadi pro kontra publik di Indonesia.

Isi Perjanjian Ekstradisi Indonesia Singapura

Sebelum kita membahas dampak positif dan negatif dari perjanjian ekstradisi ini, alangkah baiknya jika kita mengetahui definisi dari ekstradisi itu sendiri. Menurut pasal 1 UU 1/1979, ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu Negara kepada Negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu tindak pidana di luar wilayah yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah Negara yang meminta penyerahan tersebut.

Dari definisi di atas, kita bisa mengetahui bahwa tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk meminta buronan dari suatu negara yang lari ke negara lain untuk dikembalikan ke negara asalnya. Hal ini sangat penting karena Singapura adalah negara yang letaknya sangat dekat dengan Indonesia. Sehingga merupakan tempat yang sangat cocok untuk pelarian orang-orang bermasalah termasuk koruptor dari Indonesia. Tapi apa yang terjadi? Perjanjian ekstradisi baru ditandatangani pada tahun 2007, padahal sudah digagas sejak tahun 1972.

Jika dilihat dari maksud perjanjian tersebut, memang kedengaran sangat baik bagi Indonesia. Singapura kini tidak lagi menjadi surga bagi para koruptor. Tapi perjanjian ini bisa menjadi sia-sia karena baru dilakukan sekarang. Karena yang kita tahu, setiap perjanjian bilateral harus mendapat ratifikasi dari lembaga legislatif. Sedangkan hal tersebut membutuhkan proses yang cukup lama. Belum lagi pro dan kontra publik dalam isi perjanjian yang dinilai tidak transparan. Sehingga, para koruptor bisa bersiap angkat kaki dari Singapura untuk mengamankan aset-aset mereka. Tapi paling tidak, koruptor-koruptor berikutnya tidak bisa menjadikan Singapura sebagai tempat yang aman lagi.

Sebenarnya, apa yang membuat publik kontra terhadap perjanjian yang sangat bagus itu? Jawabannya ada pada perjanjian lain yang mengiringinya. Defence Cooperation Agreement (DCA), dinilai telah sangat merugikan pihak Indonesia. Dalam perjanjian itu, tiap negara boleh memanfaatkan fasilitas dan wilayah bersama untuk latihan militer. Keuntungan yang diperoleh Indonesia yaitu bisa meminjam peralatan perang Singapura yang sudah 30 tahun lebih canggih dari Indonesia. Sehingga tentara Indonesia bisa mendapatkan teknologi yang canggih. Tapi yang merugikan, untuk wilayah pasti yang digunakan adalah kawasan Indonesia. Sebab mana mungkin menggunakan wilayah Singapura yang hanya seperseratus dari Indonesia itu? Hal ini berarti tentara Singapura dengan bebas memakai suatu lokasi di Indonesia untuk latihan militer. Bahkan mereka boleh mengajak pihak ketiga walaupun atas seizin Indonesia. Ini berarti kedaulatan Indonesia sudah terganggu karena ada militer negara lain di wilayah Indonesia sendiri. Sistem pertahanan Indonesia bisa diketahui sehingga tidak ada lagi wilayah yang tertutup untuk kekuatan asing.

Lalu kerugian lainnya adalah pengizinan kembali ekspor pasir dan granit ke Singapura. Reklamasi perluasan wilayah Singapura sudah pasti akan mengambil wilayah laut dari Indonesia, bukannya ke arah Malaysia. Karena mereka menganggap Indonesia adalah negara yang lemah, tidak tegas, dan berwibawa. Kelemahan diplomasi Indonesia di mata internasional sudah terbukti saat kehilangan plau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia. Kemudian yang benar-benar nyata di mata Singapura yaitu bersedianya Indonesia menandatangani perjanjian pertahanan tersebut yang jelas merugikan pihak Indonesia.

Penutup

Perjanjian ekstradisi antara Pemerintah Indonesia dan Singapura diharapkan  menguntungkan bagi pemberantasan korupsi. Aparat hukum yang berwenang di Indonesia bisa leluasa menciduk koruptor-koruptor warga negara Indonesia yang menetap di Singapura, namun kenyataanya Nol BESAR. 

Tapi terdapat pula efek negatif dari ikut ditandatanganinya perjanjian kerjasama pertahanan antara dua negara. Kedaulatan Indonesia terancam karenanya. Hal yang kita butuhkan saat ini adalah sosok pemimpin yang tegas, berwibawa, dan bisa cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. Sehingga negara kita yang besar ini tidak terus diremehkan bahkan oleh negara pulau seperti Singapura, ini juga tidak mungkin karena kini pemerintah Indonesia sangatlah lemah.

Kesimpulan

Melihat, mulai perjanjian Ekstradisi Indonesia Singapura di sepakati 27 April 2007 hingga detik ini, pemerintah Indonesia masih belum bisa leluasa dapat menciduk para koruptor yang kabur ke Singapura (jadi selama ini hanya perjanjian fiktif).

Pemerintah Indonesia sangat dilecekan karena telah dipercundangi Singapura, terbukti Pemerintah tidak berani bersifat tegas atas perjanjian Ekstradisi yang telah dilangar oleh Singapura.Terbukti Singapura hanya memanfaatka perjanjian Ekstradisi, dengan medapat kemudaan impor pasir dari Indonesia dan dapat akses latihan militer di indonesia, sedangkan hak Indonesia atas perjanjian ekstradisi diabaikan begitu saja, ironisnya pemerintah Indonesia hanya tinggal diam. akhirnya yang terjadi hingga sampai saat ini Singapura masih menjadi tempat favorit para koruptor untuk mengumpat.