Sabtu, 16 Juli 2011

Lingkaran Setan Dunia Pendidikan


Lingkaran Setan Kemiskinan dan Pendidikan 

Pendidikan sebagai pemutus rantai kemiskinan ternyata hanya isapan jempol belaka. Yang terjadi justru pendidikan dijadikan sebagai jembatan menuju kemiskinan. Lihat saja yang terjadi, pendidikan hanya dapat dijamah oleh mereka yang memiliki modal. Maka, bukan hal yang mustahil jika pendidikan hanya akan menjadi khayalan bagi sebagian warga negara Indonesia, mengingat orang miskin tumbuh subur di negeri ini. Akibatnya, persentasi rakyat yang bodoh dan miskin semakin tinggi.

Padahal, salah satu rencana pemerintah adalah ingin menekan angka kemiskinan. Namun, strategi yang dilakukan pemerintah justru menambah angka kemiskinan. Pemerintah menyadari, salah satu penyebab kemiskinan adalah kebodohan. Kebodohan disebabkan oleh mutu pendidikan yang rendah. Pendidikan yang mutunya rendah dan ditambah lagi dengan sulitnya akses untuk mengenyam pendidikan menjadikan permasalahan kemiskinan semakin pelik dan sulit dipecahkan. Subsidi silang berupa pemberian beasiswa bagi kalangan kelas menengah bawah yang di ambil dari biaya pendidikan kalangan atas tampaknya tidak akan efektif, karena masyarakat yang menengah atas jumlahnya tidak banyak.

Keterbatasan memperoleh akses pendidikan akan semakin menjerumuskan Si Miskin ke dalam jurang kebodohan. Perjuangan untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan hanya menjadi sesuatu yang utopis. Akhrinya, Si Miskin akan selamanya menjadi bodoh dan tidak mempunyai keterampilan. Karena tidak mempunyai keterampilan mereka tidak mempunyai pekerjaan, apalagi menciptakan lapangan pekerjaan. Jika menjadi pengangguran, mereka akan tetap menjadi miskin dan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat dan juga pemerintah.

Solusi Sebagai Upaya Pemerataan 

Upaya-upaya peningkatan pemerataan pendidikan bagi masyarakat miskin dan masyarakat terpencil yang disarankan oleh penulis adalah pendidikan tidak harus dibangun dengan biaya yang mahal, tetapi sekolah bisa membuat badan amal usaha sehingga siswa tidak dikenakan biaya. Kalaupun siswa dikenai biaya itu pun harus disesuaikan dengan tingkat pendapatan orang tua.

 
Kebijakan BOS telah ditelurkan oleh pemerintah, namun pada kenyatannya di lapangan masih banyak sekolah-sekolah yang mencari lahan untuk menarik pungutan kepada siswa (orang tua) dengan embel-embel program tertentu. Dalam hal ini, pemerintah perlu memperketat pengawasan di lapangan dan menerima serta menanggapi pengaduan-pengaduan dari masyarakat.

Memprioritaskan sekolah negeri untuk masyarakat kalangan bawah. Untuk itu, pemerintah harus mengubah sistem penerimaan peserta didik yang selama ini membuat Si Miskin tersingkirkan dari sekolah-sekolah negeri. Dalam penerimaan peserta didik pun harus didasarkan pada kemampuan sosial dan ekonomi peserta didik, tidak semata mengutamakan nilai. Namun, kita tidak dapat sepenuhnya menyalahkan pemerintah. Tampaknya, masyarakat juga harus berpartisipasi dalam membangun pendidikan yang adil. Untuk orang-orang yang berkecukupan seharusnya mau membiayai sekolah orang-orang yang tidak mampu. Selain itu, mahasiswa yang disebut sebagai ‘agen perubahan’ diharapakan bisa mengorganisir bantuan-bantuan pendidikan bagi kaum miskin. Sehingga dapat terwujud pendidikan yang adil.