Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku
maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu
pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi
(termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka
mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi
pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya
adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi
efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak
ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil
para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah
hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa
penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan,
hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat
melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan
atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga.
Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada
pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka
mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi
konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.
- Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.
- Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.
- Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
- Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
- Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
Tahapan-tahapan diatas
merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga
masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan
konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.
Sementara Minnery
(1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya
dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat
bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional
dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik
perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai
model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik
yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi
beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau
ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi
konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya),
menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan
peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.
Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan
melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai
partisipan atau pihak ketiga.
Teori-teori Konflik
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
1. Teori hubungan masyarakat
Menganggap bahwa konflik
disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan
di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Sasaran: meningkatkan
komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta
mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman
yang ada didalamnya.
2.Teori kebutuhan manusia
Menganggap bahwa konflik
yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial)
yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan
adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasaran: mengidentifikasi
dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta
menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.
3.Teori negosiasi prinsip
Menganggap bahwa konflik
disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan
tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasaran: membantu pihak
yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan
isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan
mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses
kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
4.Teori identitas
Berasumsi bahwa konflik
disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya
sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran: melalui
fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik,
sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut
dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
5.Teori kesalahpahaman antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik
disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai
budaya yang berbeda.
Sasaran: menambah
pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi
streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan
keefektifan komunikasi antarbudaya.
6.Teori transformasi konflik
Berasumsi bahwa konflik
disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul
sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sasaran: mengubah
struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan
termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka
panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk
mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi,
pengakuan.