Dekonstrusi pada awalnya merupakan suatu cara atau metode
untuk membaca teks. Namun kemudian dalam perkembanganya Derrida mengenalkan
dekonstruksi, yang secara kerjanya memiliki cara khas yang sangat bermuatan
filosofis. Sebab yang dicoba dilacak atau dibicarakan dalam dekonstrusi ini,
pertama-tama bukanlah inkonsistensi logis, argumen yang lemah, ataupun premis
yang tidak akurat dalam teks, sebagaimana yang dilakukan pemikiran modernisme,
melainkan bagian yang secara filosofis menjadi penentu atau unsur yang
memungkinkan teks tersebut menjadi folosofis, lebih jelasnya justru filsafat
itu yang dipersoalkan oleh Derrida[1]. Terlihat dari kritiknya
atas oposisi biner linguistik, mengenai oposisi
penanda/petanda, tuturan/tulisan, langue/parole. Dimana oposisi biner
ini mempengaruhi tradisi berfilsafat barat : atas oposisi makna/bentuk,
jiwa/badan, baik/buruk, transcendental/imanen, benar/salah dan sebagainya.
Dalam oposisi biner ini, menurut tradisi filsafat barat, istilah-istilah yang
pertama lebih superior dari yang kedua. Derrida menilai tulisan lebih memiliki
nilai istimewa dari tuturan. Tulisan adalah jejak--bekas-bekas tapak kaki yang
harus kita telusuri terus menerus jika ingin tahu siapa empu pemilik kakinya. Lebih
jelasnya dekonstruksi mencoba melawan kebiasaan pola berpikir yang dipengarugi
oleh filsafat barat, seperti konsep silogisme-Aristoteles, yang beberapa dekade
mempengaruhi cara berpikir para filsuf dalam menentukan sebuah kebenar.
Maka dari itu, dekonstruksi Derrida tidak bisa diklarifikasikan
dengan metode-metode yang telah ada dan mapan pada waktu itu, seperti
strukturalisme. Dekonstruksi pada akhirnya dikatakan sebagai ”tulisan
filsafat”, sebab teks-teks Derrida sangat berbeda dengan tulisan-tulisan
filsafat moderen pada umumnya, bahkan dia berusaha menentang seluruh tradisi
pemikiran dan pemahaman disiplin filsafat, khususnya kaitanya dengan opisisi
biner[2]. Derrida mengatakan,
selama ini para filsuf bisa mengatakan beberapa sistem pemikiran hanya dengan
cara mengabaikan, merepresi dampak-dampak bahasa yang dirasa mengganggu. Oleh
karena itu Derrida dalam dekonstruksinya bertujuan untuk melihatkan
dampak-dampak ini dengan melakukan pembacaan kritis yang akan memahami, dan
sedapat mungkin menggali, elemen-elemen metafor dan hal-hal figuratif yang lain
yang terdapat dalam teks-teks filosofis. Disinilah letak keberadaan
Dekonstruksi-Derrida[3].
Filsafat didalam metode dekonstrusi diartikan selayaknya tulisan,
oleh sebab itu filsafat tidak pernah berupa ungkapan transparan pemikiran
secara langsung, sebab setiap pemikiran filosofis tentu disampaikan melalui
sistem tanda yang berkarakter material, baik secara grafis maupun fonetis.
Sistem tanda tersebut sudah pasti tidak hanya digunakan untuk kepentingan
filosifis saja. Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa kemampuan filsafat untuk
membuat klaim-klaim partikularitas bahasa sangat tidak diragukan, yaitu klaim
tentang konteks dan kepentingan yang murni folosofis. Misalnya mengenai konsep
oposisi yang menjadi bahan baku wacana filosofis seperti alam dan budaya, fakta
dan nilai, ideal dan material dimana diterima begitu saja tampa mempertanyakan
bagaimana oposisi itu sendiri, apa dasarnya, dan apa dampakanya. Dekonstrusi
ini melakukan pertanyaan dan penelusuran atas dasar dan dampak oposisi benir
tersebut.
Tokoh Utama
JACQUES DERRIDA
Derrida
terlacak dalam beberapa buku referensi, lahir pada tahun 1930 di El Biar, Aljazair, dan
datang ke Prancis untuk melaksanakan tugas militernya, sambil
bekerja di Ecole Normale di Paris bersama Hegel,
Jean Hyppolite. Dia menghabiskan waktu satu tahun di Harvard untuk
menyelesaikan kesarjanaannya, dari tahun 1956-1957. Dari
tahun 1960-1964, Derrida mengajar di Sorbonne,
dan sejak tahun 1965, Derrida mengajar sejarah filsafat di Ecole Normale
Superieure.Setiap tahun Derrida mengajar juga untuk beberapa waktu
sebagai dosen tamu di Yale University, Amerika serikat[4].
Sedangakan
pada masa mudanya, Derrida juga pernah menjadi anggota Partai komunis Prancis.
Sejak tahun 1974 Derrida ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan himpunan dosen
filsafat yang memperjuangkan tempat yang wajar untuk filsafat pada taraf
sekolah menengah. Kelompok ini yang disebut ”Kelompok Penelitian Tentang
Pengajaran Filsafat” didirikan ketika dalam rangka rencana pembaharuan
pendidikan peranan filsafat pada sekolah menengah mulai dipersoalkan. Pada
tahun 1962, Derrida memenangkan hadiah Prix Cavilles atas karya perdananya,
dengan menerbitkan terjemahan karangan Husserl -Asal-Usul
Ilmu Ukur[5].
Relevansi
Logika
Dekonstruksi-Derrida
dalam perkembangannya mampu memberi pencerahan kepada bidang ilmu pengetahuan,
semisal antropologi, sastra,dan bahasa. Memberikan sebuah penmikiran bahwa
kebebasan sesorang peneliti untuk memberikan sebuah tesis atas kebenaran, dan
berani membongkar makna-makna dibalik kebenaran universal. Dalam kesusastraan,
misalnya, dekonstruksi ditujukan sebagai metode pembacaan kritis yang bebas,
guna mencari celah, kontradiksi dalam teks yang berkonflik dengan maksud pengarang.
Dalam hal ini, membaca teks bukan lagi dimaksudkan untuk menangkap makna yang
dimaksudkan pengarang, melainkan justru untuk memproduksi makna-makna baru yang
plural, tanpa klaim absolut atau universal.
Dalam perkambanganya dalam budaya kontemporer, dekonstruksi kini
banyak dijadikan sebagai metode untuk membaca teks secara kritis. Dalam dunia
sastra digunakan untuk metode kritik sastra untuk memahami makna-makna yang
lebih bebas tidak terkukung oleh makna yang dipaksakan oleh pengarang ataupun universal.
Dalam kajian sejarah juga ada dekonstruksi antropologi, yang sama-sama
digunakan untuk membongkar makna-makna yang ada dibalik teks yang cenderung
bersifat literal atau bersifat inferior.