Kamis, 13 Desember 2012

Dekonstruksi Sebuah Paradigma Kritis


Dekonstruksi
Dekonstrusi pada awalnya merupakan suatu cara atau metode untuk membaca teks. Namun kemudian dalam perkembanganya Derrida mengenalkan dekonstruksi, yang secara kerjanya memiliki cara khas yang sangat bermuatan filosofis. Sebab yang dicoba dilacak atau dibicarakan dalam dekonstrusi ini, pertama-tama bukanlah inkonsistensi logis, argumen yang lemah, ataupun premis yang tidak akurat dalam teks, sebagaimana yang dilakukan pemikiran modernisme, melainkan bagian yang secara filosofis menjadi penentu atau unsur yang memungkinkan teks tersebut menjadi folosofis, lebih jelasnya justru filsafat itu yang dipersoalkan oleh Derrida[1]. Terlihat dari kritiknya atas oposisi biner linguistik, mengenai oposisi  penanda/petanda, tuturan/tulisan, langue/parole. Dimana oposisi biner ini mempengaruhi tradisi berfilsafat barat : atas oposisi makna/bentuk, jiwa/badan, baik/buruk, transcendental/imanen, benar/salah dan sebagainya. Dalam oposisi biner ini, menurut tradisi filsafat barat, istilah-istilah yang pertama lebih superior dari yang kedua. Derrida menilai tulisan lebih memiliki nilai istimewa dari tuturan. Tulisan adalah jejak--bekas-bekas tapak kaki yang harus kita telusuri terus menerus jika ingin tahu siapa empu pemilik kakinya. Lebih jelasnya dekonstruksi mencoba melawan kebiasaan pola berpikir yang dipengarugi oleh filsafat barat, seperti konsep silogisme-Aristoteles, yang beberapa dekade mempengaruhi cara berpikir para filsuf dalam menentukan sebuah kebenar.
Maka dari itu, dekonstruksi Derrida tidak bisa diklarifikasikan dengan metode-metode yang telah ada dan mapan pada waktu itu, seperti strukturalisme. Dekonstruksi pada akhirnya dikatakan sebagai ”tulisan filsafat”, sebab teks-teks Derrida sangat berbeda dengan tulisan-tulisan filsafat moderen pada umumnya, bahkan dia berusaha menentang seluruh tradisi pemikiran dan pemahaman disiplin filsafat, khususnya kaitanya dengan opisisi biner[2]. Derrida mengatakan, selama ini para filsuf bisa mengatakan beberapa sistem pemikiran hanya dengan cara mengabaikan, merepresi dampak-dampak bahasa yang dirasa mengganggu. Oleh karena itu Derrida dalam dekonstruksinya bertujuan untuk melihatkan dampak-dampak ini dengan melakukan pembacaan kritis yang akan memahami, dan sedapat mungkin menggali, elemen-elemen metafor dan hal-hal figuratif yang lain yang terdapat dalam teks-teks filosofis. Disinilah letak keberadaan Dekonstruksi-Derrida[3].  
Filsafat didalam metode dekonstrusi diartikan selayaknya tulisan, oleh sebab itu filsafat tidak pernah berupa ungkapan transparan pemikiran secara langsung, sebab setiap pemikiran filosofis tentu disampaikan melalui sistem tanda yang berkarakter material, baik secara grafis maupun fonetis. Sistem tanda tersebut sudah pasti tidak hanya digunakan untuk kepentingan filosifis saja. Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa kemampuan filsafat untuk membuat klaim-klaim partikularitas bahasa sangat tidak diragukan, yaitu klaim tentang konteks dan kepentingan yang murni folosofis. Misalnya mengenai konsep oposisi yang menjadi bahan baku wacana filosofis seperti alam dan budaya, fakta dan nilai, ideal dan material dimana diterima begitu saja tampa mempertanyakan bagaimana oposisi itu sendiri, apa dasarnya, dan apa dampakanya. Dekonstrusi ini melakukan pertanyaan dan penelusuran atas dasar dan dampak oposisi benir tersebut.
Tokoh Utama
JACQUES DERRIDA
Derrida terlacak dalam beberapa buku referensi, lahir pada tahun 1930 di El Biar, Aljazair, dan datang ke Prancis untuk melaksanakan tugas militernya, sambil bekerja di Ecole Normale di Paris bersama Hegel, Jean Hyppolite. Dia menghabiskan waktu satu tahun di Harvard untuk menyelesaikan kesarjanaannya, dari tahun 1956-1957. Dari tahun 1960-1964, Derrida mengajar di Sorbonne, dan sejak tahun 1965, Derrida mengajar sejarah filsafat di Ecole Normale Superieure.Setiap tahun Derrida mengajar juga untuk beberapa waktu sebagai dosen tamu di Yale University, Amerika serikat[4].
 Sedangakan pada masa mudanya, Derrida juga pernah menjadi anggota Partai komunis Prancis. Sejak tahun 1974 Derrida ikut aktif dalam kegiatan­-kegiatan himpunan dosen filsafat yang memperjuangkan tempat yang wajar untuk filsafat pada taraf sekolah menengah. Kelompok ini yang disebut ”Kelompok Penelitian Tentang Pengajaran Filsafat” didirikan ketika dalam rangka rencana pembaharuan pendidikan peranan filsafat pada sekolah menengah mulai dipersoalkan. Pada tahun 1962, Derrida memenangkan hadiah Prix Cavilles atas karya perdananya, dengan menerbitkan terjemahan karangan Husserl -Asal-Usul Ilmu Ukur[5]. 
Relevansi Logika
Dekonstruksi-Derrida dalam perkembangannya mampu memberi pencerahan kepada bidang ilmu pengetahuan, semisal antropologi, sastra,dan bahasa. Memberikan sebuah penmikiran bahwa kebebasan sesorang peneliti untuk memberikan sebuah tesis atas kebenaran, dan berani membongkar makna-makna dibalik kebenaran universal. Dalam kesusastraan, misalnya, dekonstruksi ditujukan sebagai metode pembacaan kritis yang bebas, guna mencari celah, kontradiksi dalam teks yang berkonflik dengan maksud pengarang. Dalam hal ini, membaca teks bukan lagi dimaksudkan untuk menangkap makna yang dimaksudkan pengarang, melainkan justru untuk memproduksi makna-makna baru yang plural, tanpa klaim absolut atau universal. 
Dalam perkambanganya dalam budaya kontemporer, dekonstruksi kini banyak dijadikan sebagai metode untuk membaca teks secara kritis. Dalam dunia sastra digunakan untuk metode kritik sastra untuk memahami makna-makna yang lebih bebas tidak terkukung oleh makna yang dipaksakan oleh pengarang ataupun universal. Dalam kajian sejarah juga ada dekonstruksi antropologi, yang sama-sama digunakan untuk membongkar makna-makna yang ada dibalik teks yang cenderung bersifat literal atau bersifat inferior.


[1] Norris, Christopher. Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques Derrida. 2006, hal.12
[2] Norris, Christopher. Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques Derrida. 2006, hal.55-56
[3] Norris, Christopher. Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques Derrida. 2006, hal.56