Analisis Wacana Kritis Fairclough
Fairclough telah mengonstruk kerangka yang penting untuk menganalisis wacana sebagai praktik sosial yang akan kita uraikan secara terinci. Seperti yang kami lakukan ketika dalam menguraikan konsep Laclau dan Mouffe, di sini kami dihadapkan pada ledakan konsep, karena kerangka Fairclough berisi sederet konsep yang berbeda yang saling berkaitan satu sama lain dalam model tiga dimensi yang kompleks. Selanjutnya, makna konsep-konsep tersebut agak beragam dalam karya Fairclough yang berbeda, kerangka yang senantiasa mengalami perkembangan. Pada kasus-kasus dimana perubahan-perubahan konseptual sangat penting bagi pemahaman kerangka yang dikemukakan Fairclough, kami akan memberikan pemahaman khusus pada perubahan-perubahan konseptual tersebut. Pada bagian bahasan pertama ini, kami menyajikan kerangka Fairclough melalui uraian konsep-konsep utama dan kemungkinan menjelaskan keterkaitannya satu sama lain. Uraian tersebut kemudian diikuti oleh salah satu contoh empiris Fairclough yang menggambarkan penerapan kerangka tersebut.
Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, perbedaan penting antara Fairclough (dan analisis wacana kritis secara umum) dan teori wacana postrukturalis adalah bahwa pada analisis wacana kritis, wacana tidak hanya dipandang bersifat konstitutif, namun juga tersusun. Pendekatan Fairclough intinya menyatakan bahwa wacana merupakan bentuk penting praktik sosial yang mereproduksi dan mengubah pengetahuan, identitas dan hubungan sosial yang mencakup hubungan kekuasaan dan sekaligus dubentuk oleh struktur dan praktik sosial yang lain. Oleh sebab itu, wacana memiliki hubungan dialektik dengan dimensi-dimensi sosial yang lain. Fairclough memahami struktur sosial sebagai hubungan sosial di masyarakat secara keseluruhan dan di lembaga-lembaga khusus dan yang terdiri atas unsur-unsur kewacanaan dan non kewacanaan (Fairclough 1992b:64). Praktik non kewacanaan primer misalnya adalah praktik fisik yang terlibat dalam pembangunan jembatan, sebaliknya praktik-praktik seperti jurnalisme dan hubungan masyarakat terutama bersifat kewacanaan (1992b:66f).
Sekaligus, Fairclough membuat jarak dengan strukturalisme dan lebih condong ke posisi yang lebih bersifat postrukturalis saat menyatakan bahwa praktik kewacanaan tidak hanya mereproduksi struktur kewacanaan yang telah ada tapi juga menantang struktur dengan menggunakan kata-kata untuk menggambarkan apa yang terdapat di luar struktur itu.
Akan tetapi, dia menyimpang cukup besar dari teori wacana postrukturalisn karena memusatkan perhatiannya pada upaya membangun suatu model teoretis dan piranti metodologis yang digunakan untuk penelitian empiris dalam interaksi sosial sehari-hari. Berlawanan dengan kecendurangan postrukturalis, dia menekankan pentingnya melakukan analisis sistematis bahasa tutur dan tulis misalnya pada media masa dan wawancara penelitian.
Pendekatan Fairclough merupakan bentuk wacana analisis yang berorientasi pada teks dan yang berusaha menyatukan tiga tradisi (Fairclough 1992b:72) yakni:
·Analisis tekstual yang terinci di bidang linguistik (termasuk tata bahasa fungsional Michael Halliday).
·Analisis makro-sosiologis praktik sosial (termasuk teori Fairclough, yang tidak menyediakan metodologi untuk menganalisis teks-teks khusus).
·Tradisi interpretatif dan mikro-sosiologis dalam sosiologi (termasuk etnometodologi dan analisis percakapan), dimana kehidupan sehari-hari diperlakukan sebagai produk tindakan orang-orang. Tindakan tersebut mengikuti sederet prosedur dan kaidah “akal sehat”.
Fairclough menggunakan analasis teks yang terinci untuk memperoleh wawasan tentang bagaimana proses kewacanaan beroperasi secara linguistik dalam teks-teks khusus. Akan tetapi, dia mengkritik pendekatan liguistik yang hanya semata-mata memusatkan perhatian pada analisis tekstual dan menggunakan pemahaman simplisistis dan palsu tentang hubungan antara teks dan masyarakat. Bagi Fairclough, analisis teks itu sendiri tidaklah memadai bagi analisis wacana, dan juga tidak bisa menjelaskan hubungan antara struktur dan proses cultural dan kemasyarakatan. Untuk itu diperlukan perspektif interdisipliner yang menggabungkan analisis tekstual dan sosial. Keuntungan yang bisa dipetik dari menggantungkan diri pada tradisi makrososiologis adalah bahwa tradisi ini menganggap praktik sosial itu dibentuk oleh struktur sosial dan hubungan kekuasaan dan masyarakat tidaklah sadar atas protes tersebut. Kontribusi tradisi interpretative adalah memberikan pemahaman tentang bagaimana masyarakat secara aktif menciptakan dunia yang terikat pada kaidah dalam praktik sehari-hari (Fairclough 1992b).