Part 1
Oleh. Pariyanto
Secara konseptual, subkultur diartikan atau disebutkan sebagai
sebuah gerakan, tindakan, kegiatan, kelakuan kolektif, atau budaya bagian dari
budaya besar. Subkultur biasanya digunakan sebagai bentuk perlawanan—memberikan
tawaran baru pada kultur mainstream. Perlawanan ini bisa berupa apa saja:
agama, negara, institusi, musik, gaya hidup dan segala yang dianggap mainstream
(Barker,2003:374-409).
Sementara Hartley (1976:293) mendefinisikan subkultur sebagai bentuk
kolompok individu yang berbagi kepentingan, ideologi, dan praktik tertentu.
Itu sebabnya, pada teori subkultur juga disebutkan: anggota dari
suatu subkultur biasanya menunjukan keanggotaan mereka dengan gaya hidup atau
simbol-simbol tertentu. Karenanya, studi subkultur akhirnya seringkali memasukan
studi tentang simbolisme (pakaian, musik dan perilaku anggota sub kebudayaan)
dan bagaimana simbol tersebut diinterpretasikan oleh kebudayaan induknya dalam
pembelajarannya
(Thornton:1995). Sejalan dengan ini, maka ketika
berbicara subkultur akan berkaitan dengan gaya hidup dan identitas yang
dibangun dan direpresentasikan oleh setiap anggota subkultur.
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang
di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya (Kotler, 2002).
Sedangkan menurut Assael (1984), gaya hidup menggambarkan ”keseluruhan diri
seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu, gaya hidup
menurut Suratno dan Rismiati (2001) adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan
sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapat yang bersangkutan.
Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan
lingkungan. Berkaitan dengan subkultur, tentunya gaya hidup merupakan pola
hidup yang diekspresikan anggota subkultur untuk menandai keanggotaannya.
Gaya hidup yang dibagun setiap pribadi
manusia—khususnya anggota subkultur selain membentuk makna dan simbol-simbol secara
tidak langsung juga akan membentuk identitas. Menurut Giddens (1991) identitas
itu merupakan sebuah proyek—bahwa identitas merupakan suatu yang diciptakan
manusia, sesuatu yang diproses. Identitas adalah pengambaran diri sebagaimana
yang dipahami secara refleksi oleh orang dalam konteks biografinya Giddens
(1991). Identitas merupakan produk kultural—kontruksi sosial dan tidak mungkin
keluar dari representasi kultur dan akulturalisasi (Barker,2000). Berkaitan
dengan subkultur, tentunya identitas merupakan pribadi yang dibangun—melalui
simbol-simbol dan gaya hidup untuk menandai keanggotaannya sebagai anggota
subkultur.